BincangMuslimah.Com – Ghibah adalah suatu perbuatan keji tapi paling sulit dihindari. Kesibukan diri kita menilai orang lain adalah salah satu penyebab kita melakukan ghibah. Kesibukan itu membuat kita lupa untuk sibuk menilai diri kita sendiri. Tapi, sebagai hamba Allah yang senantiasa menginginkan perubahan, alangkah baiknya kita berupaya untuk menghindari perbuatan ini. Imam Ghazali memberi tips agar diri tidak melakukan ghibah yang beliau tulis dalam Ihya Ulumuddin.
Imam Ghazali membuka bab “Bayan al-‘Ilaj alladzi yamna’u al-Lisan ‘an al-Ghibah” dengan mengatakan bahwa akhlak yang buruk bisa disembuhkan dengan ilmu dan amal. Dan obat dari setiap penyakit adalah lawannya. Dan obat dari lisan yang sering melakukan ghibah. Imam Ghazali melakukan pendekatannya dengan dua cara, universal dan spesifik.
Adapun cara yang sifatnya universal adalah dengan menyadari bahwa jika melakukan ghibah akan menimbulkan murkanya Allah. Sebab banyak hadis yang menyebutkan bahwa ghibah akan menghapus amal-amal kebaikan manusia. Kebaikan orang yang melakukan ghibah akan dipindahkan kepada orang yang dighibahi, dan keburukannya akan dipindahkan kepada orang yang melakukan ghibah.
Tapi, sebagai orang yang dijadikan objek ghibah alangkah baiknya kita bersikap tenang. Itu artinya seorang tersebut sibuk memikirkan kekurangan kita. Bahkan dalam suatu riwayat, diceritakan bahwa Hasan al-Bashri dituduh melakukan ghibah. Begini kisahnya:
وروي أن رجلا قال للحسن: بلغني أنك تغتباني فقال ما بلغ من قدرك عندي أن أحكمك في حسناتي.
Diriwayatkan bahwa ada seorang lelaki mendatangi Imam Hasan al-Bashri, lalu laki-laki itu berkata, “telah sampai sebuah berita kepadaku bahwa engkau telah mengghibahi aku.” Lalu Imam Hasan al-Bashri menjawab, “tidak sampai pada level kamu bagiku menjadikanmu sebagai hakimku atas kebaikan-kebaikanku.”
Maksud dari apa yang dikatakan oleh Imam Hasan adalah, ia tidak mau orang tersebut menjadi hakim dan penuntut kebaikannya pada hari kiamat nanti. Sebab bahwa jika kita menghibahi seseorang, dosa seseorang yang kita ghibahi itu akan dilimpahkan kepada kita dan menjadi penentu diri kita di hari pembalasan. Apakah kita masuk neraka atau surga.
Selain keyakinan kita yang penuh akan kemurkaan Allah jika kita melakukan ghibah adalah agar diri kita juga sibuk untuk sibuk pada kesalahan diri kita. Sebagaimana disampaikan dalam sebuah hadis:
وَعَنْ أَنَسٍ - رضى الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم -{ طُوبَى لِمَنْ شَغَلَهُ عَيْبَهُ عَنْ عُيُوبِ اَلنَّاسِ } أَخْرَجَهُ اَلْبَزَّارُ بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ.
Dari Anas bin Malik R.A berkata: Rasulullah Saw bersabda, “beruntunglah seseorang yang sibuk akan kekurangannya sendiri daripada sibuk akan aib orang lain.” (Dikeluarkan oleh al-Bazzar dengan sanad hasan).
Jika seseorang tersebut sibuk pada kekurangannya pasti ia akan malu dan meninggalkan perbuatan ghibah. Maka seharusnya kita sibuk saja pada kekurangan diri sendiri daripada kekurangan orang lain. Teruslah perbaiki diri kita dengan sibuk melihat kekurangan diri kita daripada melihat kesibukan orang lain. Wallahu a’lam bisshowab.