Ikuti Kami

Kajian

Tiga Alasan Munculnya Pemahaman Agama yang Tidak Ramah Perempuan

tips menghindari overthingking

BincangMuslimah.Com – Setelah Rasulullah Saw. wafat, ajaran luhurnya tentang kemuliaan perempuan dan relasi gender yang adil dan setara tidak lagi sepenuhnya terimplemetasi dalam kehidupan masyarakat, termasuk di Indonesia. Mengapa bisa begitu? Sebab, selain perkembangan zaman yang semakin maju namun timpang di beberapa lini, ada beberapa hal yang juga menjadi alasan berbagai ketidakdilan yang dialami perempuan.

Padahal, prinsip kesetaraan manusia adalah ajaran yang sangat sentral dalam Islam. Prinsip ini dikemukakan dengan sangat jelas dalam banyak ayat al-Qur’an dan Hadits Nabi Saw. Dua di antaranya adalah:

Pertama, dalam Q.S. An-Nisa ayat 1: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (Q.S. An-Nisa 4:1)

Kedua, dalam Q.S. Al-Hujurat Ayat 13: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujurat Ayat 13)

Saat ini, ketidakadilan yang dialami perempuan berubah bentuknya menjadi diskriminasi, kekerasan dan bahkan eksploitasi terhadap perempuan. Komnas Perempuan mencatat, pada Catatan Tahunan 2019, laporan kasus Marital Rape (perkosaan dalam perkawinan) meningkat tajam pada 2018. Laporan tentang hubungan seksual dengan cara yang tidak diinginkan dan menyebabkan penderitaan terhadap istri ini mencapai angka 195 kasus pada 2018.

Baca Juga:  Ancaman Bagi Para Penimbun Barang di Masa Pandemi

Sementara itu, sebagian besar kasus perkosaan dalam perkawinan yang dilaporkan ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta P2TP2A oleh masyarakat ada sebanyak 138 kasus, dan selebihnya dilaporkan ke organisasi masyarakat dan lembaga lainnya. Kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus memang sudah ada, namun belum maksimal.

Satu hal yang perlu dicatat, peningkatan pelaporan kasus perkosaan dalam perkawinan ini membuktikan bahwa implementasi UU Penghapusan KDRT (UU P-KDRT) masih mempunyai banyak persoalan, utamanya di bagian pencegahan kekerasan seksual dalam rumah tangga dan penanganan KDRT sendiri. Meskipun UU P-KDRT telah 14 tahun diberlakukan, tapi hanya 3% dari kasus KDRT yang dilaporkan ke lembaga layanan dan sampai ke pengadilan.

Parahnya, beberapa di antara diskriminasi dan ketidakadilan yang terjadi pada perempuan banyak yang terjadi lantaran mengatasnamakan ajaran agama Islam. Hal ini muncul karena beberapa faktor, di antaranya adalah karena pemaknaan ajaran agama yang sangat tekstual. Al-Qur’an dan Hadits dipahami secara harfiah belaka tanpa memahami konteksnya.

Selain itu, alasan lainnya adalah karena ada perbedaan tingkat intelektualitas ulama yang membuat tafsir atau interpretasi agama serta pengaruh sosio-kultural dan sosio-historis ulama yang menafsirkannya. Nah, dalam konteks ajaran Islam terutama tentang posisi perempuan, bisa disimpulkan bahwa paling tidak ada tiga alasan tentang kemunculan pemahaman keagamaan yang bias dan tidak ramah perempuan atau bisa juga disebut sebagai interpretasi Islam yang bias gender.

Berikut tiga alasan yang dikemukakan dalam buku Kemuliaan Perempuan Dalam Islam (2014) karya Musdah Mulia:

Pertama, sepanjang sejarah, umat Islam lebih banyak memahami agama secara dogmatis, bukan berdasarkan pengalaman kritis dan rasional, khususnya mengenai pengetahuan agama yang menjelaskan peranan dan kedudukan perempuan. Tidak heran apabila pemahaman sebagian umat Islam bersifat ahistoris, Islam yang dipahami tidak berdasarkan sejarah.

Baca Juga:  Hukum Membakar Kemenyan atau Bukhur dalam Islam

Kedua, umunya masyarakat Islam mendapatkan pengetahuan keagamaan hanya melalui ceramah-ceramah verbal dan monolog dari para ulama yang umumnya bias gender dan bias nilai-nilai partiarkal. Tidak banyak masyarakat yang memperoleh pengetahuan tentang keislaman berdasarkan kajian mendalam holistik terhadap Al-Qur’an dan Sunnah.

Ketiga, interpretasi keislaman tentang relasi perempuan dan laki-laki di masyarakat lebih banyak mengacu pada pemahaman tekstual terhadap teks-teks suci (Al-Qur’an dan Hadits). Pemahaman ini sering mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan termasuk di dalamnya tentang keadilan, kederajatan, kemaslahatan, dan kasih sayang.

Padahal, ajaran Islam bukan hanya sekadar tentang tumpukan-tumpukan teks suci, tapi juga merangkum seperangkat pedoman ilahiah yang diturunkan demi kebahagiaan dan kemaslahatan semua manusia: perempuan dan laki-laki. Islam mengajarkan kesetaraan, bukan ketidakadilan. Kondisi keterpurukan perempuan ini harus segera diakhiri. Lantas, bagaimana caranya?

Kita mesti kembali menengok sejarah, meneladani perjuangan Rasulullah Saw. dalam membangun masyarakat madani (baca: beradab). Bukankah sejarah Islam telah menunjukkan secara konkret bahwa Nabi Muhammad Saw. sudah melaksanakan perubahan yang radikal terhadap posisi dan kedudukan perempuan dalam masyarakat Arab Jahiliyah?

Ketegasan Rasulullah Saw. telah berhasil mengubah posisi perempuan di zaman jahiliyah yang sebelumnya sebagai objek yang dihinakan menjadi subjek yang dimuliakan. Buktinya, Rasulullah mengajarkan tradisi akikah untuk merayakan kelahiran bayi perempuan di tengah tradisi Arab yang memandang aib kelahirannya.

Pada ayat al-Qur ‘an yang lain ditemukan pula pernyataan Allah Swt. tentang misi utama kenabian Muhammad Saw., yaitu membebaskan manusia dari ketertindasan sistem sosial, budaya politik dan ekonomi, serta menciptakan sistem sosial yang berkeadilan, berkesetaraan, dan dibentuk dalam suasana persaudaraan kemanusiaan.

Nabi mengajarkan agar dalam interaksi sosial, baik dalam lingkup keluarga dan dalam lingkup masyarakat yang lebih luas, kemanusiaan adalah hal yang utama. Maka, kita tidak boleh terpaku atau menilai seseorang dari tampilan luarnya. Kita tidak boleh mengambil kesimpulan tentang seseorang hanya berdasarkan simbol-simbol yang digunakan, berupa pakaian, asesoris, dan perilaku sekilas. Nabi mengingatkan dalam hadits sebagai berikut:

Baca Juga:  Benarkah Janin yang Gugur Menjadi Syafaat Bagi Orang Tuanya Kelak?

“Sesungguhnya Allah tidak melihat tubuhmu dan rupamu, melainkan Allah akan melihat hatimu dan perbuatanmu.” (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Mari mengakhiri ketimpangan gender, diskriminasi, dan ketidakadilan bagi perempuan ini dengan meneladani Nabi Muhammad Saw. Beliau sudah menyontohkan, kini giliran kita yang meneladani dengan mempelajari sejarah Islam, memahami Islam melalui nilai-nilai kemanusiaan (keadilan, kederajatan, kemaslahatan, dan kasih sayang), serta mengkaji Al-Qur’an secara mendalam dengan membaca buku-buku keagamaan sebagai penopangnya, bukan hanya mendengarkan ceramah seseorang lantas percaya begitu saja.

Rekomendasi

Ditulis oleh

Tim Redaksi Bincang Muslimah

Komentari

Komentari

Terbaru

Dua Pendapat Imam As-Syafi’i Mengenai Air Musta’mal Dua Pendapat Imam As-Syafi’i Mengenai Air Musta’mal

Dua Pendapat Imam As-Syafi’i Mengenai Air Musta’mal

Ibadah

Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan

Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan

Berita

Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga

Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga

Berita

Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif

Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif

Berita

Apakah Komentar Seksis Termasuk Pelecehan Seksual?

Diari

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Muslimah Talk

Trending

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Siapa yang Paling Berhak Memasukkan Jenazah Perempuan Ke Kuburnya?

Ibadah

keadaan dibolehkan memandang perempuan keadaan dibolehkan memandang perempuan

Adab Perempuan Ketika Berbicara dengan Laki-Laki

Kajian

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak

Hukum Orangtua Menyakiti Hati Anak

Keluarga

ayat landasan mendiskriminasi perempuan ayat landasan mendiskriminasi perempuan

Manfaat Membaca Surat Al-Waqiah Setiap Hari

Ibadah

Connect