BincangMuslimah.Com – Suara perempuan adalah aurat adalah pendapat yang diyakini sebagian muslim. Konsekuensinya, perempuan menjadi tidak boleh berbicara dengan laki-laki selain suami dan mahram. Yang berpendapat suara perempuan adalah aurat biasanya dilandasi dengan firman Allah Swt dalam surah al-Ahzab [33]: 32 berikut ini,
يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ ۚ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti perempuan yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu berbicara dengan lembut manja karena ia mampu menimbulkan keinginan kepada orang yang ada penyakit dalam hatinya dan sebaliknya ucapkanlah perkataan yang baik,(sesuai dan sopan). (QS. al-Ahzab [33]: 32)
Berdasarkan ayat di atas, sebagian ulama memahami kalau bahwa suara perempuan adalah aurat. Argumennya, suara perempuan yang indah bisa membawa fitnah dan membangkitkan nafsu birahi.
Namun, sebelum berbicara mengenai persoalan apakah suara perempuan adalah aurat atau tidak, perlu diketahui, Nabi Muhammad saw. tidak pernah melarang apabila terdapat seorang perempuan bertanya kepada beliau dalam majelis yang dihadiri oleh golongan lelaki juga.
Pernah pula suatu ketika saat Umar bin Khattab berkhutbah, seorang sahabat perempuan bersuara dan menolak pendapat beliau. Umar tidak menghalangi wanita itu bersuara dan menerima pendapat perempuan tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, maka menurut Yusuf al-Qardhawi dalam Fatawa al-Marah al-Muslimah, larangan berkaitan dengan suara perempuan yang disebutkan dalam ayat di atas adalah jika ia berbicara dengan mengeluarkan suara yang mendayu-dayu dan dengan sengaja melunakkan suara.
Suara seperti itu mampu menarik dan menggoda kaum lelaki. Inilah yang dimaksudkan dalam al-Qur’an dengan suara/ kata-kata lembut dan manja yang merayu-rayu. Keadaan itu mampu merangsang perasaan nafsu birahi kepada orang yang mempunyai penyakit hati.
Sementara Wahbah Zuhaili dalam al-Tafsīr al-Wajīz menjelaskan bahwa arti frasa falaa takhta’na bilqauli maksudnya bahwa Allah melarang para istri nabi untuk berbicara lemah lembut dan gemulai kepada laki-laki asing, yang akhirnya menimbulkan syahwat di hati laki-laki tersebut. Ayat di atas berlaku secara umum bahwa hal itu termasuk adab yang wajib bagi seluruh perempuan yang beriman kepada Allah dan bertakwa.
Maka secara umum, ayat tersebut tidak melarang perempuan bercakap-cakap dengan laki-laki. Apalagi jika memperhatikan bahwa pada akhir ayat ini Allah justru membolehkan perempuan berbicara dengan lawan jenis asal dengan kata-kata yang baik. Yaitu ketika Allah berfirman ‘Dan sebaliknya, berkatalah dengan kata-kata yang baik.‘
Maka kesimpulannya, suara perempuan tidak termasuk aurat. Bahkan suara perempuan justru menghantarkan hati sang pendengar menjadi takut dan mengingat Allah. Seperti suara perempuan saat sedang ceramah atau membaca Al-Quran. Wallahu A’lam.
Pingback: Suara Perempuan adalah Aurat, Benarkah? | Alhamdulillah Shollu Alan Nabi #JumatBerkah - Ajeng .Net
Pingback: Enola Holmes, Potret Perempuan Mandiri yang Patut Kamu Teladani | Alhamdulillah Shollu Alan Nabi #JumatBerkah - Ajeng .Net
Pingback: Bolehkah Perempuan Ceramah di Depan Lawan Jenis? | Alhamdulillah Shollu Alan Nabi #JumatBerkah - Ajeng .Net
Pingback: Benarkah Suara Perempuan Adalah Aurat ? Ini Penjelasannya | Alhamdulillah Sholli Ala Rosulillah – jumatberkah