Ikuti Kami

Kajian

Perkawinan Anak dan Dilematis Hukum Islam di Indonesia

perkawinan anak

BincangMuslimah.Com – Perjuangan penghapusan perkawinan anak telah berlangsung lebih dari satu abad. Legitimasi pelarangan perkawinan anak telah ada berupa undang-undang. Sangat disayangkan, hingga saat ini masih ada yang mempromosikan kawin anak dan dinilai sangat membawa mudarat. Beberapa waktu lalu, media social dihebohkan dengan promosi perkawinan anak disebuah situs daring.

Dalam situs tersebut terdapat narasi persuasif menikah pada usia 12-21 tahun dan orangtua sangat dianjurkan menikahkan anaknya pada usia tersebut. Situs Aisha Wedding begitu namanya itu juga menganjurkan nikah siri dan  poligami. Promosi yang secara terang-terangan jelas sangat bertentangan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang telah direvisi menjadi UU Nomor 16  tahun 2019 dan UU Nomor 35 Tahun 2014. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 telah mengubah batas minimal usia melakukan perkawinan pada UU Nomor 1 Tahun 1974 dari 16 tahun menjadi 19 tahun bagi perempuan.

Dikutip dari Faqihuddin Abdul Kodir dari Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) dalam sebuah webinar pecan lalu, menanggapi promosi kawin anak tersebut merupakan sebuah tamparan bagi semua baik pemerintah dan KUPI. Beliau juga menambahkan bahwa dalam Undang-undang Perlindungan Anak telah dijelaskan bahwa segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Seperti yang telah dijelaskan diatas, pertanyaan yang muncul adalah apakah Undang-Undang Perkawinan telah efektif dalam mengurangi angka perkawinan anak dan apakah Undang-undang Perkawinan tersebut relevan untuk saat ini? Secara jelas tentunya belum!

Setelah Undang-Undang Perkawinan, dikutip dari buku Status Wanita di Asia Tenggara  yang ditulis oleh Khoiruddin Nasution dijelaskan bahwa dilakukan upaya selanjutnya terjadi pada masa 10 Juni 1991 yang materinya mencakup aturan pewarisan dan perwakafan yang diperuntukkan khusus bagi umat Islam. Berdasarkan Intruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 1991 KHI dikukuhkan sebagai rujukan resmi dalam bidang hokum material bagi para hakim di lingkungan Peradilan Agama di seluruh Indonesia.

Baca Juga:  Ngaji al-Hikam: Jika Doa Tak Kunjung Dikabulkan

KHI sebenarnya merupakan respon pemerintah terhadap timbulnya banyak kekhawatitan masyarakat akibat beragamnya keputusan Pengadilan Agama untuk suatu kasus yang sama. Keberagaman itu menjadi konsekuensi logis dari pandangan fiqih yang menjadi rujukan para hakim agama dalam memutuskan suatu perkara. Karena itu, muncul gagasan perlunya suatu hukum positif yang dirumuskan secara sistematis sebagai landasan rujukan bagi para hakim agama sekaligus sebagai langkah awal untuk mewujudkan kodifikasi hukum nasional.

Lagi-lagi, tujuannya adalah untuk unifikasi hukum. KHI mengandung dua hal, di satu sisi memudahkan kerja para hakim agama dan pihak-pihak lainnya yang akan mencari rujukan hukum, tetapi di sisi lain akan memangkas kreativitas dan upaya-upaya ijtihad dalam bidang hukum keluarga. Padahal, persoalan-persoalan baru terus bermunculan mengikuti dinamika masyarakat, seperti persoalan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sementara rujukan hukum tidak berubah, hal ini pada gilirannya menimbulkan kesulitan baru bagi para hakim itu sendiri di lapangan.

Jika perspektif budaya Indonesia, KHI dipandang kurang merepresentasikan kebutuhan dan keperluan umat Islam di Indonesia karena tidak digali secara seksama dari kearifan-kearifan lokal masyarakat di berbagai daerah, melainkan diangkut begitu saja dari fikih klasik yang bernuansa Arab.

Ketidakrelevanan fikih-fikih klasik ini disebabkan disusun dalam era, kultur, dan imajinasi sosial yang berbeda. Bahkan, disinyalir bahwa fikih klasik tersebut bukan saja tidak relevan dari sudut materialnya, namun juga bermasalah dari ranah metodologisnya. Misalnya, dari sudut definisi, fikih selalu dipahami sebagai “mengetahui hukum-hukum syara’ yang bersifat praktis yang diperoleh dari dalil-dalil tafshîlî, yaitu al-Qur`an dan al-Sunnah” [al-‘ilmu bi al-ahkâm al-syar’iyyah al-‘amaliyyah al-muktasab min adillatihâ al-tafshîliyyah].

Mengacu pada ta’rîf tersebut, kebenaran fikih menjadi sangat normatif, sehingga kebenaran fikih bukan didasarkan kepada seberapa jauh ia memantulkan kemaslahatan bagi umat manusia, melainkan pada seberapa jauh ia benar dari aspek perujukannya pada makna literal Al-Qur`an dan Sunnah.

Baca Juga:  Sebelas Manfaat Membaca Shalawat Menurut Sayyid Muhammad

Dari perspektif kesetaraan dan keadilan gender, KHI maupun Undang-undang Perkawinan (UUP) praktis menomorduakan suara perempuan. KHI menetapkan pandangan dominan dalam fiqih yang menempatkan perempuan sebagai “urutan kedua” setelah laki-laki, seperti dalam soal poligami dan kewajiban suami-isteri.

Padahal pihak-pihak yang menikah dan membentuk keluarga itu bukan hanya laki-laki, tapi juga perempuan. Mereka di mata Allah sama-sama kerja keras dan sama-sama dihargai pula. Tanpa diskriminasi, dan juga tanpa yang satu dilebihkan sedang yang lain direndahkan. Sementara fakta menunjukkan, kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga membuat kita prihatin.

Lalu apa langkah konkret yang harus kita lakukan untuk ini? Jawabannya adalah Sahkan RUU PKS…

Rekomendasi

Ribuan Perkawinan Anak Masih Terjadi, KUPI Dorong Perkuat Regulasi dan Peran Ulama Perempuan Ribuan Perkawinan Anak Masih Terjadi, KUPI Dorong Perkuat Regulasi dan Peran Ulama Perempuan

Ribuan Perkawinan Anak Masih Terjadi, KUPI Dorong Perkuat Regulasi dan Peran Ulama Perempuan

Pernikahan Anak Bahan Candaan Pernikahan Anak Bahan Candaan

Dispensasi Kawin: Benteng Terakhir Perkawinan Anak

Ditulis oleh

Mahasiswi UIN Jakarta dan volunter di Lapor Covid

Komentari

Komentari

Terbaru

Menerima Bingkisan Natal Muslim Menerima Bingkisan Natal Muslim

Hukum Menerima Bingkisan Natal bagi Muslim

Kajian

Muslimah Tenang di Tengah Kesibukan: Menghadapi Rasa Takut Tertinggal dan Pikiran Berlebih Muslimah Tenang di Tengah Kesibukan: Menghadapi Rasa Takut Tertinggal dan Pikiran Berlebih

Muslimah Tenang di Tengah Kesibukan: Menghadapi Rasa Takut Tertinggal dan Pikiran Berlebih

Muslimah Talk

keringanan tidak puasa, pendidikan prenatal ibu hamil keringanan tidak puasa, pendidikan prenatal ibu hamil

Empat Pendidikan Prenatal yang Harus Ibu Hamil Tahu

Muslimah Daily

Bagaimana Cara Mengurus Jenazah Korban Bencana? Bagaimana Cara Mengurus Jenazah Korban Bencana?

Bagaimana Cara Mengurus Jenazah Korban Bencana?

Kajian

Gerakan Keulamaan Perempuan: Komitmen KUPI untuk Meneguhkan Berpihak Pada Kemanusiaan Gerakan Keulamaan Perempuan: Komitmen KUPI untuk Meneguhkan Berpihak Pada Kemanusiaan

Gerakan Keulamaan Perempuan: Komitmen KUPI untuk Meneguhkan Berpihak Pada Kemanusiaan

Berita

UP-X онлайн-казино : способы оплаты — карты и кошельки

Tak Berkategori

Ulama Nusantara ; Kiai Sholeh Darat Ulama Nusantara ; Kiai Sholeh Darat

Tapak Tilas Jejak Mahaguru Ulama Nusantara di Kakap Darat (Eps. 1)

Diari

Rosita Istiawan: Perempuan yang Menyulap Lahan Kritis Menjadi Lahan Organik Rosita Istiawan: Perempuan yang Menyulap Lahan Kritis Menjadi Lahan Organik

Rosita Istiawan: Perempuan yang Menyulap Lahan Kritis Menjadi Lahan Organik

Muslimah Talk

Trending

Hukum Berhubungan Intim saat Belum Mandi Wajib Hukum Berhubungan Intim saat Belum Mandi Wajib

Hukum Menyetubuhi Istri yang Sedang Istihadah

Kajian

pendarahan sebelum melahirkan nifas pendarahan sebelum melahirkan nifas

Apakah Darah yang Keluar Setelah Kuret Termasuk Nifas?

Kajian

Darah nifas 60 hari Darah nifas 60 hari

Benarkah Darah Nifas Lebih dari 60 Hari Istihadhah?

Kajian

flek cokelat sebelum haid flek cokelat sebelum haid

Muncul Flek Coklat sebelum Haid, Bolehkah Shalat?

Kajian

Darah Kuning Larangan bagi Perempuan Istihadhah Darah Kuning Larangan bagi Perempuan Istihadhah

Apakah Darah Kuning dan Hitam Disebut Darah Haid?

Kajian

Perempuan Istihadhah mandi shalat Perempuan Istihadhah mandi shalat

Wajibkah Perempuan Istihadhah Mandi Setiap Hendak Shalat?

Kajian

masa iddah hadis keutamaan menikah masa iddah hadis keutamaan menikah

Nikah Siri Sah dalam Islam? Ini Kata Pakar Perbandingan Mazhab Fikih

Keluarga

Darah Haid yang Terputus-putus Darah Haid yang Terputus-putus

Rumus Menghitung Darah Haid yang Terputus-putus

Kajian

Connect