BincangMuslimah.Com – Hadis yang berbunyi “sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” seringkali dipahami sebagai dalil untuk memperbanyak dakwah dan penyebaran informasi mengenai agama. Tapi faktanya, dalil ini justru banyak dimanfaatkan atau dipahami oleh sebagian orang sebagai tameng bagi mereka untuk menyebarkan berita atau narasi agama yang belum tentu kebenarannya.
Redaksi lengkap dari hadis tersebut adalah sebagai berikut,
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
Artinya: dari [‘Abdullah bin ‘Amru] bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra’il dan itu tidak apa (dosa). Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka”. (HR. Bukhari no. 30202)
Dalam Fathul Bari karya Ibnu Hajar disampaikan bahwa hadis ini berbicara mengenai ayat Alquran yang wajib disampaikan kepada sahabat lainnya setelah Rasulullah mendapatkan wahyu. Kadangkala, saat wahyu disampaikan, Rasulullah didampingi oleh dua hingga tiga orang sahabat. Maka Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk menyampaikannya pada yang lain agar ayat Alquran makin tersebar luas.
Kedua, informasi yang datang dari Bani Israil saat turunnya hadis ini juga harus disampaikan terlepas dari ketidaksukaan siapapun terhadap kelompok tertentu. Pesan dalam redaksi hadis ini menunjukkan bahwa kita hendaknya harus konsisten menyampaikan kebaikan sekalipun berasal dari kelompok yang tidak disukai.
Imam Nawawi dalam salah satu karyanya, Riyadh as-Shalihin min Kalam Sayyid al-Mursalin menjelaskan bahwa hadis ini menjelaskan mengenai:
Pertama, adanya kewajiban menyampaikan ilmu syariat yang telah dipelajari dan dipahami dengan baik walau sedikit. Sebelum menyampaikannya, seseorang yang mempelajari suatu ilmu atau topik tertentu harus memahaminya dengan baik sehingga apa yang disampaikannya tidak menyesatkan orang lain.
Kedua, adanya kewajiban mencari ilmu yang bersifat fardhu kifayah. Hal ini menunjukkan bahwa sang pembelajar berkewajiban mempelajarinya dan memahaminya yang lalu kemudian disebarkan untuk kebermanfaatan di kehidupan sosial.
Ketiga, dilarang menyebarkan narasi agama yang bersifat hoax dan mengaku-ngaku bahwa hal tersebut asalnya dari Islam. Fenomena ini seringkali muncul di masyarakat. Agama sering menjadi legitimasi bagi individu atau kelompok yang memiliki kepentingan politik tertentu.
Keempat, adanya dorongan untuk memahami ilmu agama secara serius dan dalam sehingga apa yang disampaikan kepada khalayak bukanlah informasi yang bias dan menyesatkan.
Adapun pendapat lain mengenai penjelasan ini berasal dari kitab Tuhfatul Ahwadzi karya Syekh al-Mubarakfuri. Ia menjelaskan bahwa “ayat” dalam hadis ini adalah ayat-ayat Alquran. Seorang muslim diminta untuk menyampaikan apa yang dipahami dari Alquran kepada orang lain. Masih dalam sumber yang sama, sebagian ulama bahkan berpendapat bahwa makna dari “ayat” adalah perkataan yang bermanfaat.
Demikian penjelasan mengenai hadis “sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” yang harus dipahami secara menyeluruh. Semoga pesan-pesan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad tidak terus dimanfaatkan oleh orang-orang yang memiliki kepentingan tertentu.