BincangMuslimah.Com – Sebagai salah satu sumber hukum bagi perbuatan manusia, terkadang perintah di dalam Alquran belum terlalu terperinci sehingga terkadang masih diperlukan penjelasan.
Baik penjelasan tersebut berasal dari Rasulullah saw. ataupun dari pemahaman para ulama yang tentunya berada di jalan Allah Swt. Salah satu kewajiban yang disebutkan di dalam Alquran tersebut adalah kewajiban haji. Kewajiban ini diambil dari mengkaji firman Allah dalam QS. Al-Imran [3]: 97:
فِيهِ ءَايَٰتُۢ بَيِّنَٰتٞ مَّقَامُ إِبۡرَٰهِيمَۖ وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنٗاۗ وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلۡبَيۡتِ مَنِ ٱسۡتَطَاعَ إِلَيۡهِ سَبِيلٗاۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ ٱلۡعَٰلَمِينَ
Artinya: “Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barang siapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana”.
Pada ayat tersebut terdapat kalimat informatif berupa وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلۡبَيۡتِ مَنِ ٱسۡتَطَاعَ إِلَيۡهِ سَبِيلٗاۚ yang mengandung makna kewajiban untuk melaksanakan haji yang dipahami dari huruf jer atau preposisi على pada kalimat tersebut yang bermakna memberatkan. Kewajiban ini lalu dikaitkan dengan orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Dengan kata lain, haji hanya wajib dilakukan bagi orang-orang yang mampu saja. Lantas bagaimanakah definisi “mampu” yang menjadi syarat wajib haji?
Menurut Imam Ibnu Katsir di dalam kitab tafsirnya juz. 2 hal. 82 ada beberapa macam “kemampuan”. Terkadang seseorang itu mampu dengan sebab dirinya sendiri dan terkadang seseorang mampu sebab lainnya. Berdasarkan hal ini, ada beberapa riwayat yang beliau sebutkan di dalam kitab tersebut tentang maksud dari “mampu” pada ayat tersebut.
Pertama: Riwayat dari Ibnu Umar
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَامَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم فَقَالَ: مَن الْحَاجُّ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: “الشَّعثُ التَّفِل” فَقَامَ آخَرُ فَقَالَ: أَيُّ الْحَجِّ أَفْضَلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: “العَجُّ والثَّجُّ”، فَقَامَ آخَرُ فَقَالَ: مَا السَّبِيلُ يَا رَسُولَ الله ؟ قال: “الزَّادُ والرَّاحِلَة”
Artinya: “Dari Ibnu Umar ra. Beliau berkata: seseorang telah bangkit menuju Rasulullah SAW, lalu ia bertanya: siapakah orang yang melakukan haji wahai Rasulullah? Lalu Rasulullah bersabda: orang yang rambutnya awut-awutan dan kusut pakaiannya (karena lama dalam perjalanannya).” Lalu laki-laki lain bangkit menuju Rasulullah sambil bertanya: haji apakah yang paling utama wahai Rasulullah? Rasulullah bersabda: mengeraskan bacaan talbiyah dan berkelompok-kelompok. Lalu laki-laki lain bangkit dan bertanya kepada Rasulullah: apakah yang dimaksud dengan al-sabīl itu wahai Rasulullah? Rasulullah bersabda: bekal dan kendaraan.”
Kedua: Riwayat dari Ibnu Abbas
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي قَوْلِهِ: {مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلا} قَالَ: مَنْ مَلَك ثَلَاثَمِائَةِ دِرْهم فَقَدِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
“Dari Ibn Abbas mengenai firman Allah مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلا beliau berkata: barang siapa yang memiliki 300 dirham, maka sungguh ia telah mampu melakukan perjalanan ke Baitullah
Ketiga: Riwayat dari Ikrimah
وَعَنْ عِكْرمة مَوْلَاهُ أَنَّهُ قَالَ: السَّبِيلُ الصِّحَّة
“Dan dari Ikrimah, bahwasanya tuannya berkata: al-sabil itu adalah kesehatan.
Kesimpulannya, dari beberapa riwayat ini jika kita kompromikan, di samping melihat macam dari kemampuan yang terbagi menjadi kemampuan yang berasal dari diri sendiri dan selainnya, ditemukan bahwa yang dimaksud dengan “mampu” di dalam syarat wajib haji ini adalah mampu dalam segi fisik (kesehatan), finansial (biaya untuk melakukan perjalanan haji) dan juga kendaraan yang bisa menyampaikan kita menuju tempat haji dengan aman dan selamat.
Wallahu a’lam, semoga bermanfaat
Editor: Zahrotun Nafisah