Ikuti Kami

Kajian

Hukum Menggadaikan Barang Pinjaman

Hukum Menggadaikan Barang Pinjaman
www.freepik.com

BincangMuslimah.Com– Dalam fikih Islam, salah satu pembahasan yang menarik adalah hukum peminjaman barang (al-‘ariyah) untuk dijadikan jaminan dalam gadai (ar-rahn). Kasus ini terjadi ketika seseorang meminjam barang dari orang lain untuk dijadikan jaminan utangnya. Pertanyaannya, apakah tetap menganggap peminjaman tersebut sebagai akad yang fleksibel atau berubah menjadi jaminan yang mengikat? Dan bagaimanakah hukum gadainya?

Status Barang Pinjaman Untuk Gadai

Dalam Mazhab Syafi’i, ada dua pendapat yang membahasnya secara mendalam. Imam Syafi’i dalam kitab al-Bayan fi Madhhab al-Imam al-Shafi’i (6/526) Abu al-Husain Yahya bin Abi al-Khair bin Salim menyebutkan:

Pertama, Hukumnya seperti ‘ariyah (pinjaman biasa) dan bukan sebagai tanggungan (dhaman), karena ia telah mengambil kepemilikan orang lain dengan izinnya hanya untuk memanfaatkan barang tersebut. Maka, statusnya tetap sebagai ‘ariyah, seperti ketika seseorang meminjam budak untuk keperluan pelayanan. Selain itu, dhaman adalah sesuatu yang terkait dengan tanggung jawab utang di bawah beban si penjamin, sedangkan dalam kasus ini, tidak ada hak yang terkait dengan tanggung jawab pemilik budak. Oleh karena itu, tidak dapat menganggapnya sebagai dhaman.

Kedua, Hukumnya adalah dhaman (tanggungan), dan imam al-Syasyi memilih pendapat  serta merupakan pendapat yang lebih kuat (ashah). Sebab, ‘ariyah adalah sesuatu yang memberikan manfaat kepada peminjam, sedangkan dalam kasus ini, manfaat dari budak tersebut tetap untuk pemiliknya.

Pendapat tentang Keabsahan Gadai pada Barang Pinjaman

Menurut Abu al-Abbas, akad rahan pada barang pinjaman tidak sah karena kontradiksi sifat antara ‘ariyah dan rahan. Barang ‘ariyah dapat dibatalkan sewaktu-waktu oleh pemiliknya, sedangkan rahan adalah akad yang tidak dapat dibatalkan kecuali dengan pelunasan utang. Oleh karena itu, tidak dapat mendasarkan akad yang bersifat tetap pada akad yang bersifat fleksibel.

Baca Juga:  Jika Orang Tua Merupakan Non Muslim

قال أبو العباس: لا يصح الرهن؛ لأن العارية عقد جائز، والرهن عقد لازم، فلا يجوز أن يستباح بالعقد الجائز العقد اللاز

Artinya: Abu al-Abbas berkata: “Akad gadai (rahn) tidak sah karena ‘ariyah (pinjaman) adalah akad yang bersifat fleksibel (ja’iz), sedangkan rahn adalah akad yang bersifat mengikat (lazim). Oleh karena itu, tidak diperbolehkan mendasarkan akad yang bersifat fleksibel pada akad yang bersifat mengikat. (al-Bayan fi Madhhab al-Imam al-Shafi’i, 6/526).

Sedangkan mayoritas ulama Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa akad rahan pada barang pinjaman tetap sah. Karena menganggap ‘ariyah dalam hal ini sebagai akad yang tidak mengikat (ghair lazim). Sehingga pemilik barang tetap memiliki hak untuk menarik barang tersebut kapan saja.

Lebih jauh, dalam kondisi tertentu, ‘ariyah dapat menjadi mengikat. Misalnya saat menggunakan barang tersebut untuk kepentingan tertentu setelah hasil kesepakatan. Seperti meletakkan balok pada dinding yang pinjaman, yang kemudian menggunakannya untuk membangun struktur di atasnya.

Syarat Sah Menggadaikan Barang Pinjaman

Selain pada al-Bayan fi Madhhab al-Imam al-Shafi’I karya Abu al-Husain Yahya, pembahasan tentang keabsahan gadai pada barang pinjaman juga terdapat dalam kitab-kitab lain. Seperti: Fathul Mu’in karya Imam Zainuddin al-Malibari hal 344. Beliau menyatakan bahwa memperbolehkan rahan pada barang ‘ariyah jika pemilik barang memberikan izin. Dengan syarat barang tersebut memenuhi kriteria sah untuk dijadikan jaminan.

ويصح رهن بإيجاب وقبول من أهل التبرع ولو عارية؛ لأنه جعل عين يجوز بيعها وثيقة بدين يستوفى منها عند تعذر الوفاء

Artinya: Akad gadai (rahn) sah dengan adanya pernyataan (ijab) dan penerimaan (qabul) dari pihak yang memberikan (tanda persetujuan), meskipun barang tersebut adalah barang pinjaman (‘ariyah), Karena barang tersebut dijadikan sebagai objek yang dapat diperjualbelikan sebagai jaminan utang yang dapat dilunasi darinya ketika utang tidak dapat dibayar.

Hukum rahan pada barang pinjaman (‘ariyah) dalam Mazhab Syafi’i memiliki dua pendapat, tidak sah, Karena kontradiksi sifat antara ‘ariyah (boleh membatalkan) dan rahan (mengikat). Adapula yang menyatakan sah, Jika barang ‘ariyah memenuhi syarat, seperti adanya izin pemilik dan kesesuaian penggunaan.

Baca Juga:  Apakah Ludah dan Upil Itu Najis?

 

Rekomendasi

Apa Saja Syarat Melakukan Gadai dalam Islam?

Ditulis oleh

Mahasantri Ma'had Aly Salafiyah Syafi'iyah Situbondo (Pegiat kajian Qashashul Quran dan Gender)

Komentari

Komentari

Terbaru

Doa keguguran Doa keguguran

Suami Meninggal, Apa yang Mesti Dilakukan agar Istri Mampu Bertahan?

Diari

Menceritakan Mimpi Buruk Kepada Orang Lain Menceritakan Mimpi Buruk Kepada Orang Lain

Menceritakan Mimpi Buruk Kepada Orang Lain

Muslimah Daily

Bolehkah Berdoa Meminta Mati? Bolehkah Berdoa Meminta Mati?

Bolehkah Berdoa Meminta Mati?

Kajian

Hukum Berhubungan Intim saat Belum Mandi Wajib Hukum Berhubungan Intim saat Belum Mandi Wajib

Bolehkah Menyetubuhi Istri dari Jalan Belakang?

Kajian

When The Phone Rings: Hak Bekerja Penyandang Disabilitas When The Phone Rings: Hak Bekerja Penyandang Disabilitas

When The Phone Rings: Hak Bekerja Penyandang Disabilitas

Muslimah Talk

Menjawab Salam Agama Lain Menjawab Salam Agama Lain

Menemani Minoritas, Menjaga Kedamaian

Diari

posisi imam perempuan jamaah posisi imam perempuan jamaah

Haruskah Posisi Imam Perempuan Berada di antara Makmum?

Ibadah

Kenali Jenis-Jenis Korupsi Dalam Literatur Keislaman Kenali Jenis-Jenis Korupsi Dalam Literatur Keislaman

Kenali Jenis-Jenis Korupsi Dalam Literatur Keislaman

Kajian

Trending

Tiga Perempuan yang Pernah Rasulullah Ceraikan

Kajian

Benarkah Istri Sebenarnya Tidak Wajib Mengerjakan Pekerjaan Rumah Tangga? Benarkah Istri Sebenarnya Tidak Wajib Mengerjakan Pekerjaan Rumah Tangga?

Benarkah Istri Sebenarnya Tidak Wajib Mengerjakan Pekerjaan Rumah Tangga?

Kajian

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

Hukum Berhubungan Intim saat Belum Mandi Wajib Hukum Berhubungan Intim saat Belum Mandi Wajib

Bolehkah Menyetubuhi Istri dari Jalan Belakang?

Kajian

Kata Nabi Tentang Seseorang yang Senang Membully Temannya

Kajian

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Muslimah Rajin Shalat Tapi tidak Menutup Aurat, Bagaimana Menurut Islam? Muslimah Rajin Shalat Tapi tidak Menutup Aurat, Bagaimana Menurut Islam?

Muslimah Rajin Shalat Tapi Tidak Menutup Aurat, Bagaimana Menurut Islam?

Ibadah

ratu bilqis ratu bilqis

Tafsir Q.S An-Naml Ayat 23: Meneladani Kepemimpinan Ratu Balqis dalam Politik

Kajian

Connect