BincangMuslimah.Com – Saat menjalani ibadah puasa, baik puasa wajib maupun sunnah, seringkali tenggorokan terasa begitu kering. Di tengah ibadah puasa yang dijalani, aktivitas sehari-hari tetap dilaksanakan seperti hari biasanya. Tak jarang, saat seseorang berpuasa lendir dari hidung turun ke tenggorokan. Ada yang bisa mengeluarkannya, ada pula yang kesulitan. Lantas, apa hukum menelan dahak saat puasa? Batalkah puasa seseorang jika itu terjadi?
Sebelum membahas mengenai hukumnya, kita perlu memahami apa perbedaan dengan air liur dan dahak. Air liur dalam bahas Arab berarti رِيقُ (Riiqun). Dalam kamus al-Muhith yang disusun oleh Fairuzabadi seorang leksikografer yang wafat pada 1414 M, Riiqun bermakna air yang diproduksi secara alami oleh mulut. Jadi sumber dan tempatnya adalah di mulut, mulut memproduksi air liur salah satunya untuk membantu proses pelunakkan makanan.
Sedangkan dahak dalam bahasa Arabnya berarti نخامة (nukhoomah). Dalam kamus al-Muhith, nukhoomah bermakna dahak yang dikeluarkan oleh seseorang dari tenggorokannyang yang bersumber dari saluran pernapasan. Jika produksinya berlebihan itu biasanya karena seseorang sedang mengalami gangguan kesehatan seperti flu atau sebagainya.
Nah, setelah memahami pengertian dua hal yang berbeda ini maka kita baru bisa menelusuri apa hukum menelannya saat puasa. Imam Taqiyuddin Abu Bakar al-Husaini dalam Kifayatul Akhyar menjelaskan hal ini dalam “Kitab as-Siyam”, bab yang khusus menjelaskan perkara puasa dan hal yang berkaitan dengannya. Beliau menjelaskan begini:
ولو خرج الريق إلى شفته فرده بلسانه وابتلعه أفطر، وكذا لو فتل خيطاً كما لو بله بريقه ثم أدخله فمه وهو رطب وحصل من ريق الخيط مع ريقه الذي في فمه فابتلعه فإنه يفطر بخلاف ما لو أخرج لسانه وعلى رأسه ريق ولم ينفصل وابتلعه فإنه لا يفطر على الأصح.
Artinya: Jika seseorang yang berpuasa mengeluarkan air liurnya dari mulutnya lalu mengembalikannya lagi (ke dalam mulut) dengan lidahnya dan menelannya, batallah puasanya. . Sama halnya saat (batal juga) ia memutar-mutarkan air liurnya (seperti berkumur-kumur) kemudian mulutnya memasukkanya sampai air liurnya tercampur dengan air liur yang ada di mulutnya lalu ia menelannya maka sungguh puasanya batal. Beda hal jika orang tersebut mengeluarkan lidahnya dan di ujung lidahnya terdapat air liur dan air liurnya tidak terpisah (dari lidahnya itu) lantas ia menelannya maka puasanya tidak batal.
Ini adalah penjelasan mengenai air liur yang ditelan. Ringkasnya, jika air liur sudah berada di luar area lidah, apalagi ia sengaja memain-mainkannya dengan mulutnya lalu ia sengaja menelannya maka puasanya batal. Yang tidak batal adalah saat air liur masih di wilayah dalam mulut dan lisannya. Seperti halnya kita menelan ludah secara spontan.
Pada paragraf yang sama kemudian dijelaskan tentang hukum menelan dahak/lendir/ingus yang berasal dari jalur pernapasan atau hidung. Imam Taqiyuddin Abu Bakar al-Husaini menjelaskan begini:
ولو نزلت نخامة من رأسه وصارت فوق الحلقوم نظر إن لم يقدر على إخراجها ثم نزلت إلى الجوف لم يفطر، وإن قدر على إخراجها وتركها حتى نزلت بنفسها أفطر أيضاً
Artinya: Jika dahak turun dari kepalanya hingga ia berada di bagian atas tenggorokannya (belum sampai mulut) maka hukumnya tergantung pada dua kondisi. Jika ia tak mampu mengeluarkannya kemudian dahak tersebut turun sampai perutnya, tidak batallah puasanya. Namun jika ia mampu mengeluarkannya tapi tidak melakukannya sampai akhirnya dahak tersebut turun (sampai perut) maka batallah puasanya.
Dilihat dari kedua hukum tersebut, sebenarnya mudah saja. Asal ada ikhtiyar untuk mengeluarkannya maka tidak batal. Ini menunjukkan fikih merespon permasalahan yang terjadi dalam ibadah tapi tidak hendak menyulitkan umat Islam, tidak juga hendak membuat mereka meremehkannya. Demikian penjelasannya, maka perhatikanlah hal tersebut. Wallahu a’lam bisshowab.