BincangMuslimah.Com – Jika perbuatan zina menyebabkan kelahiran sang anak, maka hubungan nasab anak dengan orang tuanya (ayah kandung) menjadi perdebatan dalam khazanah keislaman. Namun yang perlu digarisbawahi adalah sang anak tidak menanggung dosa atas perbuatan orang tuanya, sebab Islam tidak membebankan kesalahan seseorang kepada orang lain. Jika anak yang dilahirkan dari perbuatan zina itu adalah perempuan, maka bolehkah sang ayah menikahinya? Sahkah jika ayah biologis menikahi putrinya dari hasil zina?
Menurut ulama kalangan fiqih dari madzhab Maliki, Hambali, dan Hanafi, sang ayah haram menikahi anak kandungnya tersebut, meski tidak ada pernikahan dengan ibunya. Keterangan dalam Hasyiyah Ibn Abdin menjelaskan bahwa sang ayah tidak boleh menikahi anak perempuannya dari hasil zina, sebagaimana ia tidak boleh menikahi anak-anak perempuannya dari hasil pernikahan yang sah.
Sebab walaupun ia dengan anaknya dari hasil zina tidak ada hubungan nasab secara syar’i, namun ada hubungan juz’iyyah diantara keduanya. Artinya, anak hasil zinanya itu masih menjadi bagian dari dirinya. Pendapat yang mengharamkan pernikahan dengan anak perempaun hasil zina mendasarkan pendapatnya pada firman Allah dalam QS an Nisa ayat 23:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ
Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan
Selain daripada itu, kitab Syarh al Kabir juga menyebutkan bahwa apabila seorang lelaki berzina dengan seorang perempuan, kemudian perempuan itu hamil dan melahirkan anak perempuan, maka anak perempuan itu haram dinikahi oleh ayah biologisnya, begitu juga dengan kakek biologisnya Yang demikian merujuk pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas yang berisi tentang isteri dari Hilal Bin Umayyah yang diduga melahirkan anak dari hasil hubungan zinanya dengan lelaki bernama Syarik Bin Sahma’. Saat iitu Rasulullah berkata :
أَبْصِرُوهَا فَإِنْ جَاءَتْ بِهِ – يَعْنِي وَلَدَهَا – عَلَى صِفَةِ كَذَا فَهُوَ لِشَرِيكِ بْنِ سَحْمَاءَ
“Perhatikanlah anak perempuan itu. Jika ia lahir dengan sifat yang menyerupai dia (lelaki yang menzinai ibunya) dengan ciri-ciri begini dan begitu, maka anak itu dari Syarik Bin Sahma”. (HR. Bukhari Muslim)
Namun pandangan tersebut berbeda dengan pendapat mayoritas ulama dalam madzhab Syafi’i. madzhab Syafi’i berpendapat bahwa ayah biologis dari anak perempuan hasil zina tidak memiliki hubungan kemahraman. Pendapatnya juga mengatakan bahwa apabila seorang lelaki berzina dengan seorang wanita, baik perbuatan itu dilakukan dengan paksa ataupun dengan suka sama suka, kemudian dari perzinaan itu lahir anak perempuan, maka anak itu halal untuk dinikahi oleh si lelaki yang menjadi ayah biologisnya. Dalam kitab Hasyiyah Qalyubi wa Umairah disebutkan bahwa tidak ada hubungan nasab antara anak perempuan hasi zina dengan ayahnya, serta tidak berlaku hukum mawaris diantara keduanya.
Dengan denikian, pendapat yang menyatakan bahwa sang ayah tidak boleh menikahi anak putrinya dari hasil zina adalah pendapat madzhab Hanafi, Hambali, dan Maliki. Sedangkan madzhab Syafi’I mayoritas menghalalkan pernikahan antara ayah biologis dengan anak perempuan hasil zinanya. Wallahu’alam.