Ikuti Kami

Kajian

Berbisnis dengan Nonmuslim dalam Islam

berbisnis nonmuslim dalam islam

BincangMuslimah.com – Dalam fiqh Islam, ada dua istilah populer yaitu, ibadah dan muamalah. Ibadah itu relasi vertikal seorang hamba dengan Allah Swt. Sementara muamalah adalah relasi horizontal antara hamba, atau antar manusia. Shalat adalah ibadah, sementara bisnis adalah muamalah. Prinsip berbisnis dalam Islam, sebagai akad muamalah antar manusia, adalah saling rela (at-taradhi), tidak menipu (‘adam al-ghisy), dan tidak merugikan atau membahayakan (‘adam adh-dharar).

Dengan prinsip ini, semua masyarakat muslim sejak dahulu tidak mempermasalahkan kerja berbisnis dengan siapapun yang beragama apapun. Islam tidak menjadi syarat seseorang untuk berbisnis. Sehingga berbisnis dengan nonmuslim dalam Islam adalah halal dan boleh. Yang membatalkan suatu bisnis dalam Islam adalah ketika melanggar prinsip dasar tersebut: memaksa, menipu, dan atau merugikan/membahayakan.

Prinsip saling rela dalam berbisnis telah ditegaskan dalam Alquran (QS. An-Nisa, 4: 29). Prinsip relasi yang sehat, baik, dan adil antara muslim dan nonmuslim juga sudah ditegaskan dalam Alquran (QS. al-Mumtahanah, 60: 8-9). Karena itu, umat Islam, dari dahulu sampai sekarang, sama sekali tidak mempermasalahkan berbisnis dengan nonmuslim. Kaidah fiqh yang sering dipakai untuk mengesahkan hal ini adalah al-ashlu fi al-asyya’i al-ibahah illa an ya’tiya ad-dalil fi tahrimihi. Bahwa hukum asal sesuatu adalah boleh, sampai ada dalil yang mengharamkannya. Karena yang mengharamkan berbisnis dengan non-muslim itu tidak ada, maka kembali ke hukum asal: boleh. Apalagi ada ayat yang mendukung dan preseden sejarah umat Islam.

Teladan Nabi saw. di Mekkah

Sebelum menjadi Rasulullah, Nabi Muhammad saw. dikenal sebagai pebisnis. Sejak muda, Nabi saw. ikut serta dengan ekspedisi perdagangan sang paman, Abu Thalib ke Syria. Mekkah menjadi kota perdagangan internasional. Dalam berbagai musim, termasuk musim haji, Mekkah selalu dikunjungi berbagai pedagang dari berbagai suku, bangsa, dan agama. Nabi saw. juga dipercaya oleh Khadijah r.a untuk berbisnis ke Syria, yang tentu bertemu dan berelasi dengan berbagai suku, bangsa, dan agama.

Baca Juga:  Nyai Djuaesih, Perintis Muslimat NU

Pada saat Nabi saw. menerima wahyu dan menjadi Rasulullah di usia 40, relasi bisnis dengan yang berbeda agama, termasuk orang-orang kafir Quraisy masih tetap berjalan. Nabi saw., dan seluruh umat Islam saat itu, tetap belanja, menjual dan membeli dengan orang-orang non-muslim, baik di pasar atau di tempat-tempat lain.

Nabi saw. dan umat Islam, yang justru diboikot oleh orang-orang kafir Quraisy selama tiga tahun. Semua orang baik yang tinggal di Mekkah, atau datang sebagai caravan dari luar, dilarang elit-elit Quraisy untuk berelasi bisnis, menjual dan atau membeli, dari umat Islam. Nabi Saw menentang pemboikatan ini, dan berdiplomasi dengan berbagai tetua Arab untuk membatalkan pemboikotan ini.

Setelah tiga tahun yang cukup mengenaskan bagi umat Islam saat itu, pemboikotan kemudian dibatalkan. Relasi mu’amalah, bisnis, dagang, dan jual beli kembali normal antara umat Islam awal dan orang-orang non-muslim pada saat itu. Nabi Muhammad Saw, sampai menjelang hijrah ke Madinah, masih dipercaya orang-orang kafir Quraisy untuk menyimpan (wadi’ah) barang-barang mereka di rumah.

Teladan Nabi saw. di Madinah

Jika merujuk pada Piagam Madinah (watsiqah Madinah), umat Islam memiliki perjanjian kerjasama dengan berbagai suku, termasuk orang-orang Yahudi, dan kabilah-kabilah Arab yang lain untuk saling mendukung satu sama lain dalam membangun kota Madinah dan melindunginya dari serangan musuh dari luar. Piagama ini secara umum berisi kesepakatan untuk saling menghormati dan saling menjaga jiwa dan harta kepemilikan, secara bersama-sama. Termasuk saling menghormati agama dan keyakinan masing-masing.

Nabi saw. berkawan dan memiliki tetangga yang berbeda agama. Salah satu bentuk keimanan, tegas Nabi saw., adalah menghormati dan memuliakan tetangga (Sahih Bukhari, no. 6088). Kata Imam al-Ghazali (w. 505 H/1111 M), tetangga yang berbeda agama, tetap memiliki hak sebagai tetangga, yang harus dihormati, dikunjungi, saling menjaga, dan saling menolong satu sama lain (Ihya Ulumuddin, juz 2, h. 329-333). Nabi saw. pernah diundang makan di rumah tetangga Yahudi yang berprofesi sebagai penjahit, dan Nabi Saw memenuhi undangan tersebut (Musnad Ahmad, no. 13403 dan 14068). Dalam cerita Anas bin Malik r.a, yang menjadi pelayan Nabi Muhammad saw., bahwa di antara pelayan juga ada yang beragama Yahudi (Sahih Bukhari, no. 1371).

Baca Juga:  Maryam, Simbol Persaudaraan Kristen dan Muslim

Nabi saw. juga pernah menyalahkan seorang Muslim yang menuduh Yahudi secara gegabah, tanpa bukti yang kuat. Nabi saw. memulihkan nama baik tetangga Yahudi tersebut, dan turun ayat tentang hal ini (QS. An-Nisa, 4: 105). Namun, Nabi saw. juga pernah membalas perundungan orang Yahudi yang bertamu ke rumah, dengan bahasa yang lebih santun. Sambil menasihati Aisyah r.a untuk tidak membalas mereka dengan bahasa yang kasar. “Tenang, Allah itu Maha Lembut dan mencintai sikap yang lembut”, kata Nabi saw. kepadanya (Sahih Bukhari, no. 6093). Artinya, relasi muamalah secara sosial masih terbangun antara umat Islam dan nonmuslim pada saat di Madinah.

Setelah Nabi Muhammad saw. masuk kembali ke Kota Mekkah, dan membukanya sebagai kota Islam utama setelah Madinah, Nabi saw. melakukan transaksi pinjam-meminjam (‘ariyah) peralatan perang dalam jumlah besar dengan seorang nonmuslim, bernama Shafwan bin Umayah (Sunan Abu Dawud, no. hadits: 3565). Terakhir, sebagaimana dicatat berbagai kitab hadits Sahih, bahwa Nabi Muhammd saw. sampai menjelang wafat masih memiliki transaksi hutang dan gadai dengan tetangga beragama Yahudi. Kata Sayyidah Aisyah ra.: “Ketika Nabi Muhammad saw. wafat, baju besi beliau masih digadaikan kepada seorang Yahudi, untuk jaminan hutang 30 sha’ makanan berupa gandum” (Sahih Bukhari, no. 2953).

Demikianlah relasi muamalah dalam Islam adalah berbasis kebaikan dan kemaslahatan, dengan tiga prinsip dasar: saling rela, tidak menipu, tidak merugikan, dan tidak membahayakan. Untuk mengembangkan relasi mu’amalah ini, umat Islam bisa bekerjasama dengan siapapun, termasuk dengan nonmuslim. Wallahu a’lam.

Editor: Zahrotun Nafisah

Rekomendasi

Kesalehan dan Domestikasi Perempuan Kesalehan dan Domestikasi Perempuan

Halal Lifestyle; Tawaran Gaya Hidup untuk Muslim Perkotaan

Kesalehan dan Domestikasi Perempuan Kesalehan dan Domestikasi Perempuan

Kesalehan dan Domestikasi Perempuan

Zakat Fitrah Menggunakan Uang Zakat Fitrah Menggunakan Uang

Zakat Fitrah Menggunakan Uang dan Tata Caranya

istri sungkem suami raya istri sungkem suami raya

Haruskah Istri Sungkem ke Suami Saat Hari Raya?

Ditulis oleh

Pengamat isu gender dalam Islam, dosen di IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Institut Studi Islam Fahmina (ISIF), dan Wakil Direktur Ma’had Aly Kebon Jambu, Babakan, Ciwaringin, Cirebon.

1 Komentar

1 Comment

Komentari

Terbaru

Perempuan Istihadhah mandi shalat Perempuan Istihadhah mandi shalat

Wajibkah Perempuan Istihadhah Mandi Setiap Hendak Shalat?

Kajian

Hukum Berhubungan Intim saat Belum Mandi Wajib Hukum Berhubungan Intim saat Belum Mandi Wajib

Hukum Menyetubuhi Istri yang Sedang Istihadah

Kajian

air ketuban air ketuban

Keluar Darah saat Hamil, Termasuk Darah Haid atau Istihadhah?

Ibadah

mandi idul fitri perempuan mandi idul fitri perempuan

Niat Mandi Wajib Setelah Haid

Ibadah

Menikah Siri tanpa Izin Istri Sah, Apakah Masuk Kategori Perzinahan? Menikah Siri tanpa Izin Istri Sah, Apakah Masuk Kategori Perzinahan?

Menikah Siri tanpa Izin Istri Sah, Apakah Masuk Kategori Perzinahan?

Kajian

Menunda Bersuci Setelah Haid, Apakah Boleh? Menunda Bersuci Setelah Haid, Apakah Boleh?

Menunda Bersuci Setelah Haid, Apakah Boleh?

Kajian

Di Balik Candaan “Ibu Sambung”: Mengapa Sosok Ayah Seperti Daehoon Jadi Harapan Banyak Perempuan Indonesia Di Balik Candaan “Ibu Sambung”: Mengapa Sosok Ayah Seperti Daehoon Jadi Harapan Banyak Perempuan Indonesia

Di Balik Candaan “Ibu Sambung”: Mengapa Sosok Ayah Seperti Daehoon Jadi Harapan Banyak Perempuan Indonesia

Keluarga

hukum menggagalkan pertunangan haram hukum menggagalkan pertunangan haram

Bolehkah Istri Menjual Mahar Nikah dari Suami?

Kajian

Trending

Hukum Berhubungan Intim saat Belum Mandi Wajib Hukum Berhubungan Intim saat Belum Mandi Wajib

Hukum Menyetubuhi Istri yang Sedang Istihadah

Kajian

pendarahan sebelum melahirkan nifas pendarahan sebelum melahirkan nifas

Apakah Darah yang Keluar Setelah Kuret Termasuk Nifas?

Kajian

Darah nifas 60 hari Darah nifas 60 hari

Benarkah Darah Nifas Lebih dari 60 Hari Istihadhah?

Kajian

flek cokelat sebelum haid flek cokelat sebelum haid

Muncul Flek Coklat sebelum Haid, Bolehkah Shalat?

Kajian

Darah Kuning Larangan bagi Perempuan Istihadhah Darah Kuning Larangan bagi Perempuan Istihadhah

Apakah Darah Kuning dan Hitam Disebut Darah Haid?

Kajian

Perempuan Istihadhah mandi shalat Perempuan Istihadhah mandi shalat

Wajibkah Perempuan Istihadhah Mandi Setiap Hendak Shalat?

Kajian

masa iddah hadis keutamaan menikah masa iddah hadis keutamaan menikah

Nikah Siri Sah dalam Islam? Ini Kata Pakar Perbandingan Mazhab Fikih

Keluarga

Darah Haid yang Terputus-putus Darah Haid yang Terputus-putus

Rumus Menghitung Darah Haid yang Terputus-putus

Kajian

Connect