BincangMuslimah.Com- Di dalam al-Quran terdapat beberapa ayat-ayat yang menjelaskan tentang ketentuan iddah. Iddah merupakan salah satu syariat bagi perempuan setelah berpisah dari suaminya. Baik perpisahan tersebut dengan sebab perceraian ataupun karena si suami wafat.
Masa iddah yang harus dijalani perempuan memiliki beberapa aturan berbeda, tergantung pada status perempuan yang memiliki kewajiban untuk melakukan iddah. Aturan-aturan sebagaimana penjelasan di beberapa ayat yang ada dalam al-Quran. Berikut penjelasan lebih detail tentang iddah dan aturannya di dalam al-Quran.
Definisi Iddah
Secara etimologi, iddah berasal dari kata عَدَّ – يَعِدُّ – عِدَّةً yang berarti menunggu. Sedangkan secara terminologi syariat, iddah artinya masa tunggu seorang perempuan sebagai bentuk penghambaan kepada Allah. Juga untuk membuktikan kosongnya rahim agar tidak ada percampuran nasab yang meragukan.
Selain itu, masa iddah juga bisa sebagai waktu berpikir bagi para suami untuk mempertimbangkan pernikahannya apakah ingin rujuk atau tidak setelah si istri mendapat talak raj’i.
Aturan Iddah di dalam al-Quran
Sebagai pedoman hidup manusia, al-Quran berisi tentang berbagai ajaran yang bisa menjadi petunjuk dalam menjalankan syariat Islam termasuk syariat iddah bagi perempuan. Di dalam al-Quran, setidaknya terdapat 3 ayat yang diberlakukan sebagai dasar aturan iddah. Ketiga ayat tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, QS. Al-Baqarah [2] ayat 228
وَٱلۡمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصۡنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَٰثَةَ قُرُوٓءٖۚ…
“Para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali quru’…”
Menurut Imam al-Syairozi di dalam kitab al-Muhadzdzab fi Fiqh al-Imam al-Syafi’I, ayat ini ditujukan bagi perempuan yang ditalak suaminya setelah ada persetubuhan sebelumnya. Tetapi si perempuan masih mengalami haid secara teratur dan perempuan tersebut tidak hamil. Pada kondisi ini, perempuan tersebut harus melakukan iddah selama 3 quru’.
Akan tetapi, ulama berbeda pendapat tentang maksud quru’. Menurut al-Jasshosh di dalam tafsir Ahkam al-Quran hal. 56. Terdapat 2 pendapat ulama tentang pengertian qu’u’ di dalam ayat ini.
Menurut mazhab Maliki dan Syafi’iyyah adapun maksud quru’ adalah suci. Konsekuensinya, ketika perempuan memasuki fase haid ketiga, maka suami sudah tidak memiliki hak untuk merujuk istri. Sedangkan mazhab Hanafi berpendapat bahwa maksud quru’ adalah haid. Sehingga, sebelum suci dari haid ketiga, suami masih memiliki hak untuk merujuk istrinya.
Kedua, QS. Al-Baqarah [2] ayat 234
وَٱلَّذِينَ يُتَوَفَّوۡنَ مِنكُمۡ وَيَذَرُونَ أَزۡوَٰجٗا يَتَرَبَّصۡنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرۡبَعَةَ أَشۡهُرٖ وَعَشۡرٗاۖ فَإِذَا بَلَغۡنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ فِيمَا فَعَلۡنَ فِيٓ أَنفُسِهِنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ
“Orang-orang yang mati di antara kamu dan meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian, apabila telah sampai (akhir) iddah mereka, tidak ada dosa bagimu (wali) mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka menurut cara yang patut. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Ayat ini ditujukan bagi perempuan yang ditinggal wafat suaminya. Perempuan tersebut harus menjalani iddah selama 4 bulan 10 hari disertai dengan ihdad (masa berkabung) baik perempuan tersebut muda ataupun tua. Aturan ini menganulir QS. Al-Baqarah ayat 240 yang menyatakan bahwa iddah perempuan yang ditinggal wafat suaminya adalah satu tahun penuh.
Ketiga, QS. At-Thalaq [65]:4
وَٱلَّٰٓـِٔي يَئِسۡنَ مِنَ ٱلۡمَحِيضِ مِن نِّسَآئِكُمۡ إِنِ ٱرۡتَبۡتُمۡ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَٰثَةُ أَشۡهُرٖ وَٱلَّٰٓـِٔي لَمۡ يَحِضۡنَۚ وَأُوْلَٰتُ ٱلۡأَحۡمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعۡنَ حَمۡلَهُنَّۚ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مِنۡ أَمۡرِهِۦ يُسۡرٗا
“Perempuan-perempuan yang tidak mungkin haid lagi (menopause) di antara istr-istrimu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddahnya adalah tiga bulan. Begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid (belum dewasa). Adapun perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka adalah sampai mereka melahirkan kandungannya. Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya.
Di dalam ayat ini terdapat penjelasan tentang aturan iddah bagi perempuan yang menopause (perempuan yang pernah mengalami haid lalu tidak lagi haid), perempuan kecil (perempuan yang belum pernah mengalami haid) dan perempuan hamil.
Untuk perempuan menopause dan perempuan kecil, keduanya harus menjalani iddah selama 3 bulan. Sedangkan perempuan hamil harus menjalani iddah hingga ia melahirkan. Baik perpisahan perempuan hamil tersebut sebab perceraian ataupun karena suaminya wafat.
Demikianlah 3 ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan aturan iddah bagi perempuan. Aturan ini tidak lain adalah untuk menciptakan maslahat di tengah kehidupan. Karena tidak ada satu syariat pun yang kosong dari maslahat.