BincangMuslimah.Com – Dalam islam terdapat ketentuan qadha shalat bagi perempuan haid. Dimana ketika haid telah selesai maka perempuan tersebut wajib mengqadha shalat yang tertinggal. Dalam hal ini ada tiga kondisi:
Pertama, Jika ada perempuan yang kedatangan haid atau nifas setelah masuknya waktu shalat, padahal ia belum melakukan shalat.
Kedua, jarak antara masuknya waktu shalat dan permulaan haid atau nifas tadi mencukupi untuk melaksanakan shalat, meskipun tidak cukup disertai bersucinya (bagi orang yang bersucinya boleh dikerjakan sebelum masuknya waktu shalat, sebagaimana wudunya orang sehat biasa).
Ketiga, waktu tersebut cukup untuk bersuci (bagi orang yang bersucinya harus dijalankan setelah masuk waktu shalat sebagaimana orang yang bertayamum atau berwudu bagi orang yang terus-menerus mengeluarkan kencing (beser) atau orang istihadhah).
Maka perempuan yang demikian itu ketika setelah selesai haid atau nifasnya wajib qadha shalat yang ditinggalkan waktu awal haid atau nifas tadi.
Contoh: Masuknya waktu Isya jam 17.00 WIB dan kira-kira jam 17.30 WIB datang haid, padalah shalat isya belum dikerjakan, maka ketika setelah haid selesai wajib qadha shalat Isya.
Begitu juga shalat sebelum waktu tersebut wajib di-qadha jika memenuhi 3 syarat sebagaimana berikut:
- Shalat sebelumnya boleh dijama dengan shalat waktu datangnya haid atau nifas seperti: zuhur boleh dijama dengan asar, dan magrib dengan isya, namun selainnya tidak boleh dijama.
- Shalat sebelumnya belum dilakukan karena pada waktu shalat sebelum haid atau nifas tersebut terjadi perkara yang mencegah shalat. Misalnya gila atau ayan. Tetapi jika belum menjalankan shalat bukan karena adanya pencegah seperti di atas, maka jelas shalat tersebut wajib di-qadha meskipun tidak memenuhi persyaratan, bahkan meskipun sesudahnya tidak haid. Penjelasan di atas sebagaimana yang dimaksud dengan perkataan ulama’ مع فرض قبلها (beserta shalat fardu sebelumnya).
- Antara masuknya waktu shalat dan datangnya haid atau nifas tadi mencukupi untuk melakukan shalat. Contoh: Masuknya waktu shalat asar jam 15.00 WIB, namun mulai masuk waktu zuhur perempuan tersebut sudah gila atau ayan, bertepatan dengan 15.00 wib ia sembuh, lalu jam 16.00 ia haid, maka ia wajib meng-qadha asar dan zuhur. Sebab zuhur belum dikerjakan dikarenakan ada perkara yang mencegah shalat, dan zuhur boleh dijama dengan asar, serta antara jam 15.00 WIB sampai jam 16.00 WIB itu cukup dipergunakan untuk bersuci, salat asar dan zuhur. Adapun salat berikutnya (setelah datangnya haid/nifas) itu mutlak tidak wajib di-qadha meskipun boleh dijama.
Jadi kesimpulannya jika antara masuknya waktu shalat dan datangnya haid itu cukup dipergunakan shalat/sekaligus bersucinya, dan pada waktu sebelumnya ia sudah mengerjakan shalat, maka ia wajib mengerjakan shalat yang belum ia laksanakan ketika datang haid tersebut. Jika antara masuknya waktu shalat dan datangnya haid tidak cukup digunakan untuk bersuci serta shalat, dan waktu shalat sebelumnya sudah dikerjakan, maka ia tidak wajib meng-qadha-nya.
Namun jika antara masuknya waktu shalat dan datangnya haid cukup digunakan shalat/sekaligus bersuci dan shalat sebelumnya belum dikerjakan karena adanya perkara yang mencegah shalat selain haid maka ia wajib meng-qadha shalat ketika datangnya haid dan salat sebelumnya jika bisa dijamak.
Sementara jika antara masuknya waktu shalat dan datangnya haid tidak cukup dipergunakan shalat/beserta bersuci, dan waktu shalat sebelumnya ia belum melakukan shalat karena ada perkara yang mencegah shalat selain haid, maka ia tidak waib meng-qadha shalat tersebut.
Wa Allahu A’lam bis Shawab.
(Diolah dari kitab Risalah Haidl Nifas dan Istihadhah Lengkap karya KH. Muhammad Ardani bin Ahmad (Surabaya: Al-Miftah, 1987, h. 32-35.)
*Artikel ini pernah dimuat di BincangMuslimah.Com