BincangMuslimah.Com – Memasuki bulan Sya’ban menjadi pertanda semakin dekat dengan bulan Ramadhan. Menggali rahasia bulan Sya’ban berarti memahami bahwa bulan ini adalah momen terbaik untuk membekali diri dengan air spiritual berupa amal ibadah.
Asal-usul Bulan Sya’ban
Asal mula penamaan bulan Sya’ban berkaitan erat dengan bulan Ramadhan. Jika meninjau keduanya melalui pendekatan bahasa akan mengungkap kondisi sosial masyarakat Arab zaman pra Islam.
Ramadhan diambil dari kata ramadh (رَمَض) yang berarti panas dan terik membara. Dalam gramatikal bahasa Arab, imbuhan alif dan nun di akhir menunjukan makna superlatif. Karenanya, رَمَضَان memiliki arti bulan dengan derajat panas paling membara di antara bulan lainnya.
Keadaan inilah yang menuntut masyarakat Arab membentuk kelompok-kelompok kecil menyebar ke seluruh penjuru padang pasir untuk mencari sumber mata air. Mereka akan mengumpulkan ember demi ember air di lumbung sebagai persiapan bulan ke sembilan yang memiliki cuaca sangat terik sehingga membuat sumur kekeringan. Keadaan membentuk kelompok inilah yang disebut dengan sya’ban ( شَعْبَان ). Ibnu Duraid dalam Maqayis al-Lughah mempotret fenomena ini.
وَقَدْ سُمِّيَ شَعْبَان لِتَشَعُّبِهِمْ فِيهِ أَي تَفَرُّقِهِمْ فِي طَلَبِ الْمِيَاه
“Dinamakan Sya’ban karena masyarakat Arab membentuk kelompok, berpencar untuk mencari air”
Nama bulan Sya’ban dan Ramadhan tetap dipertahankan dalam penanggalan hijriah. Meskipun begitu, pemaknaannya mengalami pergeseran seiring berjalannya waktu. Dahulu, makna keduanya menunjukan suasna, iklim, dan cuaca. Lambat laun, makna metafora dengan pengaplikasian nilai-nilai syariat semakin mendominasi.
Menyingkap Rahasia Bulan Sya’ban
Jika Ramadhan adalah bulan dengan teriknya matahari yang membakar dosa seorang hamba dengan amal salih, maka Sya’ban adalah bulan memulai usaha pembakaran tersebut. Pembakaran dosa atau lebih sopannya pengampunan dosa, bisa tercapai dengan takwa. Status orang bertakwa dalam ayat puasa Q.S. Al-Baqarah (2): 183 berpihak pada seorang hamba yang menunjukan kesungguhan. Kesungguhan ini bisa ditunjukkan dengan mempersiapkan bulan Ramadhan sejak sebulan sebelumnya, yaitu bulan Sya’ban.
Jika bangsa Arab jahiliyah dahulu mengumpulkan air sumur, seorang muslim yang mempersiapkan Ramadhan sejak Sya’ban berarti ia sedang mengumpulkan air spiritual. Air sprititual ini akan menggemburkan hati yang kering kerontang. Maksudnya, memperbanyak amal salih sejak Sya’ban akan membuat seseorang semakin taat menjalankan ibadah di bulan Ramadhan nanti.
Tentunya, proses penggemburan hati ini membutuhkan latihan dengan amal salih. Salah satu tipsnya sudah diajarkan oleh Nabi melalui riwayat yang bersambung kepada Sayyidah Aisyah dengan redaksi berikut:
وَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرِ قَطُّ إِلَّا رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ
“Aku tidak melihat Rasulullah puasa sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan dan aku tidak melihat beliau banyak puasa kecuali pada bulan Sya’ban” (HR. Bukhari)
Melihat hadis ini, kita bisa mengambil hikmah bahwa Rasulullah mengajarkan seorang muslim untuk beradaptasi dengan Ramadhan. Baik berpuasa, shalat, sedekah, dan amal ibadah lainnya adalah bekal yang bisa dilatih sejak Sya’ban. Dengan bekal jauh-jauh hari, Ramadhan akan terasa lebih nikmat dengan berbagai ibadahnya.
Alhamdulillah, sekarang sudah masuk bulan Sya’ban. Semoga kita bisa mengumpulkan ceceran air spiritual sehingga ibadah kita semakin berkualitas dari hari ke hari.
3 Comments