Ikuti Kami

Diari

Yuk, Hijrah dari Toxic Relationship ke Intimate Relationship

toxic relationship
gettyimages.com

BincangMuslimah.Com – Bagi sebagian besar kita pasti sudah tidak awam lagi dengan istilah toxic relationship. Sebuah istilah yang ditujukan untuk suatu hubungan yang kurang sehat (beracun). Hal ini ditandai dengan serangan terhadap pasangan baik secara verbal maupun non verbal.

Perlakuan serangan terhadap pasangan tidak hanya kepada perempuan, akan tetapi lelaki juga bisa mengalami. Muncul perasaan frustasi, perasaan cemburu yang berlebihan, benci, stres dan perasaan tidak enak hati.

Contoh perilaku toxic secara verbal terhadap pasangan adalah dengan melontarkan kata-kata kasar, ancaman membunuh, berbicara kotor, seringkali mengumpat yang menyakiti perasaaan pasangan. Sedangkan perilaku toxic non verbal misalnya memukul, kekerasan fisik, pasangan lebam, bahkan kekerasaan berhubungan seksual.

Akan tetapi diakui atau tidak, keluar dari toxic relationship memang bukanlah perkara mudah. Kita akan dihadapkan dengan dua perkara, mempertahankan hubungan (mencoba melakukan upaya memperbaiki dengan datang ke psikolog, misalnya) dan memutuskan hubungan dengan pasangan secara sepihak.

Yang menjadi permasalahan adalah di poin mempertahankan hubungan dengan pasangan toxic. Beberapa alasan yang seringkali disuguhkan adalah karena durasi hubungan yang sudah panjang, sehingga timbul pemikiran malas untuk memulai hubungan dengan orang yang baru lagi. Kemudian, anggapan bahwa momen tersebut adalah hal lumrah terjadi dalam setiap hubungan, yang memaksakan pasangan tetap bertahan. Alasan lainnya adalah adanya rasa ingin menjadi pahlawan dengan mengubah perilaku pasangan yang kurang baik. Tapi, apakah benar pasanganmu akan menerima? Think twice!

Dalam psikologi sosial, ada yang dikenal dengan istilah timbal balik yang menjadi bagian dari norma sosial untuk menanggapi tindakan positif dengan tindakan positif lainnya. Dalam hubungan, istilah ini disebut dengan intimate relationship.

Intimate relationship adalah hubungan yang setidaknya harus memenuhi 3 syarat komponen. Diantaranya adalah, 1) Kelekatan emosional, perasaan afeksi dan cinta, 2) Pemenuhan kebutuhan psikologis dari pasangan seperti berbagi perasaan dan menjamin rasa aman, 3) Saling menjalin perasaan sehingga memungkinkan hubungan bertahan lama dan berarti.

Baca Juga:  Enola Holmes, Potret Perempuan Mandiri yang Patut Kamu Teladani

Rowland S. Miller dalam bukunya yang berjudul Intimate Relationship mengemukakan bahwa keintiman adalah sebuah konsep multifaset dengan komponen yang berbeda. Dalam hubungan intim, berbeda dengan hubungan kasual seperti biasanya. Setidaknya harus memenuhi 7 komponen, diantaranya: saling memahami, saling ketergantungan, kepedulian dan kepercayaan, daya tanggap, kebersamaan dan komitmen.

Pertama, pasangan yang memiliki hubungan intim biasanya memiliki pengetahuan pribadi yang luas tentang pasangannya. Seringkali mereka mempunyai rahasia tentang satu sama lain. Mereka akan berbagi informasi tentang sejarah, preferensi, perasaan dan keinginan mereka yang tidak akan mereka ungkapkan kepada kebanyakan orang yang mereka kenal.

Kedua, saling ketergantungan satu sama lain, sejauh mana mereka membutuhkan dan memengaruhi satu sama lain. Seperti seberapa sering dan seberapa kuat mereka memiliki pengaruh satu sama lain dalam berbagai cara, serta seberapa kuat mereka bertahan dalam jangka waktu yang lama dalam sebuah hubungan.

Ketiga dan keempat, kualitas yang membuat hubungan dekat ini dipupuk dengan adanya rasa peduli dan percaya. Pasangan yang intim akan saling peduli; mereka merasakan lebih banyak menerima dan memberikan kasih sayang untuk dan dari pasangannya daripada yang mereka lakukan untuk orang lain. Mereka juga saling percaya, berharap bisa diperlakukan secara adil dan terhormat seperti ia percaya terhadap orang tersebut (Thielmann & Hilbig, 2015).

Kelima, daya tanggap atau kepekaan terhadap pasangan. Ini menguatkan persepsi bahwa kita dengan pasangan memang saling mengenali, memahami, dan mendukung kebutuhan dan keinginan satu sama lain. Ini adalah unsur dari inti hubungan yang baik.

Keenam. Fase berikutnya yang penting dalam membangun hubungan yang positif dengan orang lain adalah kebersamaan yang dibangun di atas hubungan interpersonal yang positif. Hal ini ditandai dengan memberi dan menerima keakraban, perhatian, serta kedekatan dengan orang lain yang dibangun atas dasar saling percaya.

Baca Juga:  Tradisi Humkoit/Koin: Melahirkan dalam Pengasingan

Ketujuh. Dimensi selanjutnya adalah mandiri, yakni kemampuan dalam memutuskan suatu permasalahan tanpa bantuan orang lain. Ini akan menentukan apakah keinginannya bertahan sesuai dengan kemauan individu untuk mencapai kesejahteraan dalam hubungan. Agar memiliki kemandirian dalam mengambil keputusan diperlukan penguasaan lingkungan, tujuan hidup yang jelas dan pertumbuhan pribadi yang positif.

Dari syarat kesalingan antar pasangan, perlu ada catatan yang penting dalam menekankan keberhasilan intimate relation. Suatu hubungan yang ingin mencapai psychology well-being (kesejahteraan) harus mengikuti aspek-aspek dari beberapa dimensi tadi. Agar hal ini berdampak pada penerimaan diri yang kuat serta penilaian positif terhadap diri sendiri. Ini menandakan bahwa kesehatan mental kita terjamin dalam mempertahankan suatu hubungan.

Pendapat masing-masing orang memang berbeda-beda. Akan tetapi setiap orang mempunyai hak untuk menentukan dengan siapa ia akan menjalani hidup. Jadi kita harus waspada jangan sampai terjebak dalam Toxic relationship, sebab itu adalah awal dari rusaknya kesejahteraan psikologi  seseorang.

Yuk, keluar dari hubungan yang beracun. Bertahan dan keluar dengan pasangan beracun adalah pilihan kamu. Untuk bertahan, kamu juga harus menyelesaikan kewajibanmu untuk memperbaiki psikis dan kesehatan mentalmu. Kamu bisa datang ke psikolog, konsultasi dan selesaikan. Jangan terjebak.

Rekomendasi

Menolak Ajakan Istri Berhubungan Menolak Ajakan Istri Berhubungan

Beberapa Ciri Toxic Relationship dan Ajaran Relasi Sehat ala Islam

Ditulis oleh

Mahasiswa di UNUSIA Jakarta. Saat ini menjadi anggota komunitas Puan Menulis.

Komentari

Komentari

Terbaru

Ngidam, Haruskah Selalu Dipenuhi? Ngidam, Haruskah Selalu Dipenuhi?

Ngidam, Haruskah Selalu Dipenuhi?

Keluarga

Cara Mengatasi Orang yang Nyinyir Menurut Imam Syafi’i

Muslimah Daily

Menilik Hak Politik Penyandang Disabilitas dalam Pemilu

Kajian

Na’ilah Hasyim Sabri, Mufassir Perempuan Asal Palestina

Muslimah Talk

Pernikahan Mencegah Zina Pernikahan Mencegah Zina

Quraish Shihab: Pernikahan Anak Usia Dini Bukan Cara Bijak Mencegah Zina

Khazanah

Surah an-Najm Ayat 45-46: Penentuan Jenis Kelamin pada Bayi Surah an-Najm Ayat 45-46: Penentuan Jenis Kelamin pada Bayi

Surah an-Najm Ayat 45-46: Penentuan Jenis Kelamin pada Bayi

Kajian

Pentingnya Bermazhab dalam Islam

Ibadah

Antara Jamaah dan Khusu’, Mana yang Lebih Diutamakan? Antara Jamaah dan Khusu’, Mana yang Lebih Diutamakan?

Antara Jamaah dan Khusu’, Mana yang Lebih Utama?

Ibadah

Trending

Hukum Masturbasi dalam Islam Hukum Masturbasi dalam Islam

Hukum Menghisap Kemaluan Suami

Kajian

Baayun Maulud, Budaya Masyarakat Banjar saat Memperingati Hari Kelahiran Nabi

Kajian

Murtadha Muthahhari: Perempuan Butuh Kesetaraan, Bukan Keseragaman

Kajian

Khalil Gibran dan Cintanya yang Abadi

Diari

pembelaan al-Qur'an terhadap perempuan, Fathimah dari Nisyapur: Ahli Makrifat Terbesar   pembelaan al-Qur'an terhadap perempuan, Fathimah dari Nisyapur: Ahli Makrifat Terbesar  

Perempuan dalam Perspektif Filsafat Islam

Kajian

suami suara tuhan suami suara tuhan

Pengertian Keluarga Sakinah dan Makna Perkawinan dalam Islam

Keluarga

Cara Mengatasi Orang yang Nyinyir Menurut Imam Syafi’i

Muslimah Daily

Menilik Hak Politik Penyandang Disabilitas dalam Pemilu

Kajian

Connect