BincangMuslimah.Com – Sejak kecil, bahkan sampai dewasa, salah satu nilai budaya yang diturunkan secara turun temurun oleh orang tua kepada anak perempuan adalah tugasnya sebagai pelayan suami. Seringkali kita mendengar “tugasmu itu ngurus suami sama anak”, “yang pintar masak biar suami betah di rumah”, “jadi perempuan itu harus bisa nyenengin suami, pintar berdandan agar suami gak kecantol sama perempuan lain”, dsb.
Kalimat-kalimat ini lumrah sekali kita dengar sampai kemudian secara tidak sadar terpatri dalam setiap perempuan-perempuan Indonesia. Tidak heran kemudian jika tugas istri dalam budaya kita tidak jauh dari memasak, mencuci baju, menyetrika, membersihkan rumah, merawat anak, yang kesemuanya itu tidak jauh dari pekerjaan ART (Asisten Rumah Tangga).
Benarkah hal-hal domestik demikian merupakan kewajiban mutlak seorang istri? Empat ulama’ madzhab yaitu Syafi’i, Maliki, Hanafi dan Hambali sepakat bahwa istri tidaklah berkewajiban untuk melaksanakan hal-hal domestik. Bahkan secara spesifik Imam As-Syairozi dalam kitabnya Al-Muhadzzab Fil Fiqh As-Syafi’i menyebutkan kewajiban mutlak istri kepada suami adalah istimta’ atau melayani suami dalam kebutuhan batin. Adapun pekerjaan domestik seperti memasak, mencuci, mengepel adalah tugas suami
ولا يجب عليها خدمته في الخبز والطحن والطبخ والغسل وغيرها من الخدم لأن المعقود عليها من جهتها هو الاستمتاع فلا يلزمها ما سواه.
Artinya; Dan tidaklah wajib bagi istri berkhidmat untuk membuat roti, adonan tepung, memasak, mencuci dan lain sebagainya yang berhubungan dengan pekerjaan domestik. Karena sesungguhnya tanggung jawb (yang ditetapkan dalam pernikahan) adalah kewjibannya untuk memberi pelayanan seksual (istimta’). Sedangkan kewajiban lainnya bukanlah sebuah kewajiban.
Oleh sebab itu, jika kita lihat di negara-negara Timur Tengah seperti Mesir, Yaman, Arab pekerjaan-pekerjaan rumah tangga justru banyak dilakukan oleh suami atau dengan membayar seseorang. Baik redaksi di atas dan fenomena istri berkewajiban untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga bukanlah sebuah syariat yang wajib dikerjakan oleh istri.
Pekerjaan tersebut adalah kultur dan budaya Jawa yang terus diulang-ulang sehingga banyak dianggap sebagai bagian dari syariat agama yang wajib dijalankan dan diwariskan secara turun-temurun oleh orang tua.
Namun demikian, apabila hal ini telah disepakati oleh suami dan istri secara sukarela sebagai pembagian tugas, maka sah-sah saja dan istri mendapatkan kesunnahan membantu meringankan pekerjaan suami. Tentu akan lebih meringankan kedua belah pihak jika hal ini dikerjakan secara gotong royong dan bersama-sama untuk saling menjaga, membersihkan, dan menciptakan keluarga yang tenang dan harmonis.