BincangMuslimah.Com – Jika karib dengan isu hak asasi manusia, maka kita juga akan karib dengan hak menentukan nasib sendiri atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai right to self-determination. Menentukan nasib sendiri tidak berarti mengubah takdir dari Allah Swt., tetapi kita berani dan sanggup memilih jalan hidup sendiri.
Hak menentukan nasib sendiri berarti hak setiap orang untuk secara bebas menentukan kehendaknya sendiri, terutama dalam hal yang prinsipil, sebagai misal tentang status politik dan kebebasan mengejar kemajuan di bidang ekonomi, sosial, serta budaya dalam kehidupannya.
Penentuan nasib sendiri ada hubungannya dengan kebebasan dalam membuat pilihan. Pilihan tersebut tak hanya berlaku untuk laki-laki, tapi juga perempuan, termasuk pilihan untuk menentukan jalan hidupnya sendiri, bukan menjalani kehidupan atas anjuran orang lain.
Anjuran orang lain bisa menjadi pertimbangan dalam setiap penentuan pilihan, tapi tidak bisa dijadikan sebagai sandaran atau satu-satunya alasan dalam menentukan pilihan. Sebagai manusia yang memiliki hak hidup, perempuan sangat bisa menentukan pilihan hidupnya sendiri setelah mempertimbangkan dengan matang.
Memilih jalan hidup sendiri bukan berarti tidak berbakti kepada orang tua. Memang, ada saja orang tua yang menginginkan pilihan terbaik bagi anaknya, terutama tentang pendidikan dan karir. Hanya saja, tak jarang pilihan orang tua justru tidak cocok dengan minat dan bakat anak.
Sebagai misal, seorang anak sangat ingin mempelajari animasi tapi oleh orang tuanya disarankan untuk menekuni ilmu psikologi. Apabila saran orang tua berbeda dengan minat dan bakat anak, ada baiknya didiskusikan terlebih dahulu sampai menemukan jalan tengah, keputusan terbaik yang akan dijalankan selama hidupnya. Sebab, kehidupan anak tanpa restu orang tua jelas tidak baik-baik saja.
Sebaliknya, orang tua yang memaksakan kehendak pada anaknya juga akan menemui berbagai kesulitan berarti seperti pertengkaran atau perselisihan, bahkan sampai menimbulkan hubungan kekeluargaan yang retak.
Untuk itu, musyawarah sangat penting dilakukan terutama dalam menentukan pilihan hidup dan memilih jalan hidup sendiri. Keputusan memilih jalan hidup sendiri mesti diimbangi dengan keberanian yang tangguh. Pilihan hidup sendiri berbanding lurus dengan hak dan kewajiban yang sungguh-sungguh.
Allah Swt. berfirman dalam Qur’an Surat Al-Mu’min Ayat 60:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدْعُونِىٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِى سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Artinya: “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Al-Mu’min: 60)
Berdoa dan yakin pada Allah Swt. adalah kunci menjalani kehidupan. Kadangkala, perempuan kerap dipaksa menuruti keinginan orang tuanya tanpa bisa mengajukan argumen untuk tidak setuju. Di sinilah sikap tegas diperlukan bukan dalam rangka melawan orang tua, tapi demi kebaikan diri sendiri sekaligus keluarga.
Apabila pilihan orang tua dipaksakan dan mengorbankan hidup sang anak, terutama perempuan, yang merugi bukan saja keluarga tapi juga orang lain yang bersinggungan seperti retaknya hubungan kekerabatan dan pertemanan yang diperngaruhi keputusan tersebut.
Memiliki sikap dalam memilih jalan hidup sendiri adalah bentuk nyata dari pelaksanaan hak menentukan nasib sendiri dalam lingkup hak asasi manusia. Perempuan mesti punya sikap yang tegas agar tidak melulu terkungkung dalam lingkungan yang toxic, yang melulu menjadikan perempuan sebagai obyek, bukan subyek.
Sudah saatnya perempuan berdiri tegap dan meyakinkan pada dunia bahwa para perempuan bisa menentukan nasibnya sendiri, tanpa perlu dipengaruhi orang lain, demi kepentingan orang lain, lantas mengorbankan dirinya sendiri.[]