BincangMuslimah.Com- Di setiap bulan kelahiran Nabi, salah satu bentuk perasaan atas kegembiraan kelahiran beliau di muka bumi ini yaitu dengan melantunkan pujian-pujian khusus untuk beliau. Salah satu qasidah atau pujian yang sering di baca di tempat pengajian, pondok pesantren maupun masjid-masjid adalah bacaan Qasidah Burdah. Qasidah ini merupakan pujian-pujian terhadap Nabi Muhammad beserta nilai spiritual dan moral yang terkandung di dalamnnya.
Maka dari itu, tulisan ini akan mengurai lebih dalam siapa sosok di balik Qasidah Burdah. Qasidah Burdah adalah salah satu dari beberapa qasidah yang di baca ketika perayaan Maulid Nabi maupun salawatan biasanya. Karena isi dari qasidah lantunan-lantunan syair di dalamnya begitu indah, tak heran jika menjadi salah satu acuan qasidah.
Seseorang di balik qasidah inilah tentu patut diajungi kepiawaiannya dalam menuliskan pujian-pujian atas Nabi Muhammad, beliau adalah Imam Busyiri. Imam Busyiri bernama asli Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Zaid al-Busyiri. Nama Busyiri tersebut berasal dari nama desa ayahnya, Busyiri.
Imam Busyiri merupakan anak dari seorang laki-laki biasa yang kehidupannya untuk beribadah kepada Allah. Beliau lahir di desa kecil, Dalas, Mesir pada tahun 610 H. Karena ayahnya sangat mencinntai ilmu dan beribadah, akhirnya kebiasaan ini menurun pada Busyiri kecil.
Sejak di umur yang belia, Busyiri kecil sudah tidak asing dengan majlis keilmuan. Gurunya dapat melihat hal ini pada saat itu, seperti Syekh Abdul Abbad al-Mursi (ulama yang dikenaal sebagai wali quth di Mesir), Imam Abu Hasan al-Syadili (pendiri tarekat Al-Syadziliyah).
Selain belajar keislaman, beliau juga belajar mengenai kesusastraan, bahkan beliau juga termasuk ke dalam salah satu penyair ulung di masanya. Perjalanan qasidah ini di mulai dari beliau menderita sakit lumpuh, yang mana menghambat semua aktifitasnya. Bahkan beliau tidak bisa bangun dari tempat tidurnya dan tidak pernah beranjak dari tempat tidur tersebut. Di saat fisiknya yang melemah, waktu tersebut beliau gunakan untuk membuat syair yang berisi pujian kepada sang kekasihnya, Rasulullah.
Asal Nama Qasidah Burdah
Di suatu hari, di dalam tidurnya, beliau bermimpikan bertemu dengan Rasulullah, yang mana Rasulullah mengusap wajah Imam Busyiri. Rasulullah melepaskan jubahnya yang beliau kenakan untuk memberinya kepada Imam Busyiri dan memasangkan di badannya secara langsung.
Melihat mimpi ini, Imam Busyiri terbangun dari mimpinya. Pada saat itulah beliau sembuh dari lumpuhnya seketika. Syair karangan Imam Busyiri tersebut ia beri nama dengan Burdah, yang bermakna selimut. Di mana kata tersebut menceritakan ketika beliau diselimuti Rasulullah dengan jubahnya..
Karena ketulusan cinta Imam Busyiri terhadap Rasulullah inilah, yang menjadikan karyanya di kenal banyak orang. Qasidah tersebut adalah bentuk penggambara hebatnya cinta seorang hamba agar memohon untuk mendapat syafaat di hari kiamat oleh kekasih Allah. Bentuk ketulusan inilah yang menjadikan qasidah Imam Busyiri terasa begitu menyentuh. Maka tak heran jika qasidah ini menjadi salah satu qasidah terbaik.
Setiap orang akan menemui ajalnya, sebagaimana dengan Imam Busyiri. Beliau menghembuskan napas terakhirnya pada tahun 695 H, di usia 85 Tahun. Beliau di makamkan di daerah Aleksandria, yang mana kota ini dahulu di keal sebagai jalur emas di zaman Yunani kono.
Semoga, pada Maulid Nabi kali ini kita masih mendapat kenikmatan berupa merasakan bahagiannya bisa memperingati kekasih Allah. Dan juga semoga kita termasuk ke dalam umatnnya dan mendapatkan pertolongan Rasulullah di hari kiamat.