Ikuti Kami

Muslimah Talk

Kisah Cinta Sayyidah Zainab binti Rasulullah

Kisah cinta Zainab binti Rasulullah
foto: gettyimages.com

BincangMuslimah.Com – Sayyidah Zainab merupakan putri sulung Nabi Muhammad dan Ibunda Khadijah yang lahir 23 tahun sebelum Hijrah. Di umurnya yang masih muda, ia menikah dengan sepupunya sendiri, di mana pernikahan tersebut terjadi sebelum Rasulullah mendapatkan wahyu pertamanya. Kisah cinta Sayyidah Zainab binti Rasulullah bersama Abu al-Ash bin Rabi ini sangat indah, menggetarkan hati, menguras air mata, dan sarat akan makna perjuangan.

Abu al-Ash adalah laki-laki yang terpandang di Mekkah dalam hal kemuliaan dan harta. Ia terkenal sebagai pebisnis muda Quraisy yang sukses karena pribadinya amanah dan pandai berdagang. Karena itu, Sayyidah Khadijah membujuk Rasulullah agar menikahkan keponakannya itu dengan putri pertama mereka. Rasulullah pun setuju dan keduanya melangsukan pernikahan. 

Ujian besar dalam rumah tangganya dimulai tatkala wahyu turun. Ayahnya diangkat menjadi rasul dan memerintahkan keluarganya untuk menerima risalah Islam. Sayyidah Zainab memilih Islam, sementara Abu al-Ash enggan mengikutinya. Kemudian ia mencoba berbagai cara untuk meyakinkan suaminya. Sayangnya ia menolak dan mengatakan, “Wallahi, bukannya aku tak percaya dengan ayahmu, hanya saja aku tidak ingin dikatakan bahwa aku telah menghina kaumku dan mengkafirkan agama nenek moyangku karena ingin mendapatkan ridha istriku.”

Ketika turun perintah dakwah secara terang-terangan, kaum Quraisy sangat menentang Rasulullah. Di antaranya adalah dengan memutus seluruh hubungan pernikahan yang berkaitan dengan putri-putri Rasulullah. Utbah bin Abu Lahab, suami Sayyidah Ruqayyah dibujuk agar bercerai dengan iming-iming perempuan lain dan berhasil. Demikian pula Abu al-Ash dibujuk untuk menceraikan Sayyidah Zainab, namun ia tidak berkenan dan tetap teguh serta setia pada cintanya. 

Hingga Rasulullah saw. dan kaum muslimin yang lain hijrah ke Madinah pun, Sayyidah Zainab tetap tinggal di Mekkah bersama suaminya yang beda agama. Sejak itulah, kehidupan Sayyidah Zainab berubah menjadi nelangsa. Ia harus sendirian, tidak ada ayah ataupun saudarinya yang menemani dan menghiburnya. 

Baca Juga:  Teuku Fakinah: Muslimah Aceh, Penyusun Strategi Perang Lawan Penjajah

Pada waktu berikutnya, saat terjadi perang Badar, Abu al-Ash yang belum beriman ikut berangkat di barisan kaum musyrikin untuk memerangi umat Islam. Sialnya, sudah kalah perang, ia pun ikut tertawan. Tatkala Abul ‘Ash dihadapkan kepada Rasulullah, beliau berpesan kepada para sahabat, “Perlakukanlah tawanan ini dengan baik.”

Karena suaminya tertawan, Zainab mengirimkan seseorang untuk menebus suaminya. Cerdiknya, di antara tebusan yang dibayarkan untuk membebaskan suaminya adalah kalung hadiah pernikahan dari Ibunda Khadijah. Melihat kalung tersebut, tersentuhlah hati Rasulullah lalu meminta persetujuan dari kaum muslimin agar membebaskAn menantunya itu dan mengembalikan kalung itu kepada Sayyidah Zainab yang tinggal jauh di Makkah. Namun Rasulullah saw.. juga mengambil janji dari Abu al-Ash agar melepaskan istrinya untuk berhijrah ke Madinah karena Islam telah memisahkan hubungan antara keduanya. 

Sekembalinya Abu al-‘Ash, Sayyidah Zainab menyambut kedatangan suaminya dengan riang gembira tapi terheran-heran dengan kondisi suaminya yang sedih. Ia berkata kepada istrinya, “Aku datang untuk berpisah wahai Zainab!” Sayyidah Zainab spontan menjadi sedih dan bertanya dengan terbata-bata, “Hendak kemana? Untuk keperluan apa wahai suamiku yang kucintai?” Abu al-Ash menjawab, “Bukan aku yang akan pergi wahai Zainab. Tetapi, kamu-lah yang akan pergi, ayahmu memintaku agar mengembalikanmu kepadanya dan aku telah berjanji mempersilahkanmu untuk hijrah dan tidak mungkin bagiku untuk mengingkari janji.”

Akhirnya, Sayyidah Zainab berangkat menuju Madinah meninggalkan suaminya yang pada saat itu dalam keadaan hamil. Akan tetapi, kaum Quraisy menghalangi perjalanannya hingga gugur bayi yang ia kandung. Kejadian itu mengharuskannya kembali ke Mekkah dan dirawat oleh Abu al-Ash hingga kekuatannya pulih kembali. Saat ia telah sehat dan orang Quraisy lengah, ia keluar bersama saudara suaminya, Kinanah bin Rabi’ hingga tiba di Madinah dengan selamat.

Baca Juga:  Biografi Ning Amiroh Alauddin; Pendakwah Fikih Perempuan Melalui Media Sosial

Lika-liku kisah cinta dua insan beda agama tak berhenti sampai di sini. Enam tahun berlalu, setelah ditinggal istrinya hijrah ke Madinah, Abu al-Ash melakukan aktivitas seperti biasanya. Ia berdagang ke mancanegara, yaitu ke negeri Syam. Saat perjalanan pulang ia terkena patroli tentara Madinah hingga harta dagangannya dirampas. Untungnya ia masih bisa lari menyelamatkan diri. 

Saat malam tiba, Abu al-Ash menyusup dan mencari rumah Zainab, mantan istrinya untuk meminta perlindungan. Ketika Sayyidah Zainab membuka pintu, beliau seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Abu al-Ash berkata, “Kedatanganku bukanlah untuk menyerah. Akan tetapi, saat aku pergi berdagang, tiba-tiba pasukan ayahmu merampas barang bawaanku dan aku pun melarikan diri. Sekarang aku mendatangimu secara sembunyi-sembunyi untuk meminta perlindunganmu.” Ia dengan rasa sedih dan iba menjawab, “Marhaban wahai putra bibi, marhaban wahai ayah Ali dan Umamah.”

Rasulullah seusai melaksanakan jamaah subuh mendengar suara yang keras dari dalam kamar putrinya, “Wahai manusia, sesungguhnya aku melindungi Abu al-Ash bin Rabi’.” Lalu beliau saw masuk  ke kamar dan menemui putrinya, Zainab seraya berkata, “Muliakanlah tempatnya dan jangan ia berbuat bebas kepadamu karena kamu tidak halal baginya”.

Kemudian Sayyidah Zainab memohon kepada ayahnya agar mau mengembalikan barang dagangan Abu al-Ash. Permohonan tersebut dikabulkan dan Abu al-Ash segera pulang dan meninggalkan mantan istrinya dengan membawa sebuah tekad. 

Sampai di Makkah, mulailah Abu al-Ash mengembalikan dagangan beserta labanya kepada semua mitra dagangnya. Kemudian ia berdiri dan berseru, “Wahai kaum Quraisy, masih adakah di antara kalian yang hartanya masih berada di tanganku dan belum diambil?” Mereka menjawab, “Tidak. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Sungguh kami dapati bahwa engkau adalah seorang yang mulia dan menepati janji.” 

Baca Juga:  Peran Perempuan dalam Peristiwa Turunnya Alquran

Tak disangka, setelah semua amanah bisnis ditunaikan, tiba-tiba Abul Ash mendeklarasikan keislamannya di depan orang-orang Quraisy secara gagah dan terang-terangan. Ia berkata, “Dengarkanlah, bahwa aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang haq kecuali Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Demi Allah, tidak ada yang menghalangiku masuk Islam ketika di Madinah, melainkan karena aku khawatir kalian menyangka bahwa aku hanyalah ingin membawa lari harta kalian. Setelah Allah takdirkan seluruh harta itu sampai pada kalian dan aku terlepas dari tanggung jawab menjaganya, maka aku masuk Islam sekarang.”

Lantas Abu al-Ash bertolak menuju Madinah sebagai seorang muslim. Sesampainya di sana, Nabi Muhammad menikahkannya kembali dengan kekasih hatinya itu dengan mahar dan akad yang baru. Demikian kisah cinta yang indah dari Sayyidah Zainab binti Rasulullah dengan Abu al-Ash bin Rabi’. Keduanya menjadi teladan dalam cinta dan kesetiaan. Wallahu a’lam.[]

 

Rekomendasi

Ummu Kultsum binti Ali, Ibu Negara Bersahaja yang Peduli Terhadap Rakyatnya Ummu Kultsum binti Ali, Ibu Negara Bersahaja yang Peduli Terhadap Rakyatnya

Kisah Patah Hati Sayyidah Khadijah

Apakah Nabi Juga Berijtihad? Apakah Nabi Juga Berijtihad?

Resensi Kitab: Al-Busyro fi Manaqib Al-Sayyidah Khadijah Al-Kubro

Peran Perempuan dalam Peristiwa Turunnya Alquran

sayyidah khadijah perempuan bekerja sayyidah khadijah perempuan bekerja

Kisah Sayyidah Khadijah: Perempuan dan Hak Bekerja

Ditulis oleh

Khadimul 'Ilmi di Yayasan Taftazaniyah

2 Komentar

2 Comments

Komentari

Terbaru

Surah ar-Ra’du Ayat 28: Menjaga kesehatan Mental dengan Berzikir Surah ar-Ra’du Ayat 28: Menjaga kesehatan Mental dengan Berzikir

Surah al-Ra’du Ayat 28: Menjaga kesehatan Mental dengan Berzikir

Muslimah Daily

Dua Pendapat Imam As-Syafi’i Mengenai Air Musta’mal Dua Pendapat Imam As-Syafi’i Mengenai Air Musta’mal

Dua Pendapat Imam As-Syafi’i Mengenai Air Musta’mal

Ibadah

Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan

Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan

Berita

Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga

Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga

Berita

Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif

Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif

Berita

Apakah Komentar Seksis Termasuk Pelecehan Seksual?

Diari

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Trending

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Siapa yang Paling Berhak Memasukkan Jenazah Perempuan Ke Kuburnya?

Ibadah

keadaan dibolehkan memandang perempuan keadaan dibolehkan memandang perempuan

Adab Perempuan Ketika Berbicara dengan Laki-Laki

Kajian

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak

Hukum Orangtua Menyakiti Hati Anak

Keluarga

ayat landasan mendiskriminasi perempuan ayat landasan mendiskriminasi perempuan

Manfaat Membaca Surat Al-Waqiah Setiap Hari

Ibadah

Connect