BincangMuslimah.Com – Meski mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, sistem pemerintahan di Indonesia bukanlah teokrasi melainkan demokrasi. Namun, apakah demokrasi adalah bagian dari ajaran Islam?
Mengenai Islam dan Demokrasi, salah satu pemikir kontemporer, Yusuf al-Qaradawi berpendapat dalam buku yang ditulisnya mengenai substansi (hakikat) demokrasi sejalan dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islam. Hakikat demokrasi yang dimaksud adalah yang sesuai dengan Islam, seperti dijelaskan Yusuf al-Qaradawi adalah: “bahwa rakyat memilih orang yang akan memerintah dan menata persoalan mereka, tidak boleh dipaksakan kepada mereka penguasa yang tidak mereka sukai atau rezim yang mereka benci. Mereka diberi hak untuk mengoreksi penguasa bila ia keliru, diberi hak untuk mencabut dan menggantinya bila ia menyimpang, mereka tidak boleh digiring dengan paksa untuk mengikuti berbagai sistem ekonomi, sosial, dan politik yang tidak mereka kenal dan tidak pula mereka sukai. Bila sebagian dari mereka menolak, maka mereka tidak boleh disiksa, dianiaya, dan dibunuh.”
Menurut al-Qaradawi , inilah demokrasi yang sebenarnya. Demokrasi semacam ini memberikan beberapa bentuk dan cara praktis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Misalnya, pemilihan umum dan referendum umum, mendukung pihak mayoritas, menerapkan sistem multipartai, memberikan hak kepada minoritas untuk beroposisi, menjamin kebebasan pers dan kemandirian peradilan. Demokrasi semacam ini, menurut Yusuf al-Qaradawi , sejalan dengan Islam. Di dalam Islam, rakyat boleh menolak perintah imam yang menyuruh atau memaksa melakukan maksiat, dan rakyat berhak memecat atau menurunkan pemimpinnya bila menyimpang dan berlaku zalim, serta tidak pula menanggapi nasihat dan peringatannya.
Yusuf al-Qaradawi juga membenarkan pandangan pendukung demokrasi, yang menyatakan bahwa demokrasi ditegakkan berdasarkan pendapat mayoritas. Ada kekeliruan dan kesalahan persepsi di kalangan pemikir Muslim, yang mengatakan bahwa Islam tidak dapat menerima pendapat mayoritas seperti disebutkan dalam sistem demokrasi. Pendapat mayoritas menurut al-Qaradawi di sini adalah logika syariat dan kenyataan menunjukkan perlu adanya pertimbangan untuk memihak kepada satu pihak bila terjadi perselisihan pendapat. Pihak yang harus didukung dalam hal ini adalah mayoritas. Sebab, pendapat dua orang lebih dekat kepada kebenaran ketimbang pendapat satu orang.
Seperti yang kita tahu, kebenaran yang hakiki adalah berasal dari Tuhan. Tuhan mengutus nabi dan rasul untuk dan memberikan wahyu kepada mereka untuk menyampaikan kebenaran dari Tuhan kepada kaumnya. Setelah Nabi Muhammad wafat, tidak ada lagi nabi yang bisa dijadikan patokan teladan untuk mencapai kebenaran. Tetapi, seperti yang kita tahu, Nabi Muhammad mewarisi Quran dan hadis. Kedua sumber suci inilah yang seharusnya menjadi pedoman utama umat islam. Jika ada persoalan umat yang tidak dijelaskan secara langsung dalam Quran dan hadis, maka umat Islam diperintahkan untuk berijtihad.
Ada syarat-syarat yang harus dimiliki seseorang sebelum ia boleh berijtihad, salah satunya harus paham Quran dan hadis. Yang berhak melakukan ijtihad adalah salah satunya dari kalangan ulama yang notabene paham Quran dan hadis serta menguasai ilmu tafsir. Untuk menetapkan persoalan umat, maka para ulama harus bermusyawarah mufakat untuk menentukan ijma’. Konsep ijma; dalam Islam hampir sama dengan konsep konsensus dalam demokrasi. Apabila ulama-ulama tidak semuanya mencapai kata sepakat, maka dilakukanlah voting untuk menentukan suara mayoritas.
Maka melihat penjelasan di atas kita bisa menyimpulkan bahwa nilai demokrasi adalah ajaran Islam. Karena apa yang dijalankan sejalan dengan nilai demokrasi yang kini diterapkan. Menerapkan musyawarah yang berasaskan kepentingan bersama.
1 Comment