Ikuti Kami

Kajian

Kedudukan Pelaku Dosa Besar Pada Pemikiran Aliran Asy’ariyah

pelaku dosa besar asy'ariyah
Gettyimages.com

BincangMuslimah.Com – Sudah bukan menjadi hal umum lagi bahwa keimanan merupakan jantung dari semua agama, terutama Islam. Menurut pendapat Hasan Hanafi dalam tafsir Min al-‘Aqidah ilaas-Saurah, kata iman memiliki dua pengertian dasar yaitu, iman dalam pengertian membenarkan atau tasdiq dan iman dalam pengertian amal.

Pertanyaan tentang keyakinan ini sangat penting bukan hanya karena berkaitan dengan keberadaan Islam sebagai agama, tetapi juga karena pembahasan konsep ini merupakan titik tolak dari semua pemikiran teologis umat Islam sejak awal.

Salah satu ajaran dasar dalam Islam teologi muncul sebagai hasil perjuangan umat Islam dengan kepentingan politik dan ideologis. Teologi hadir dengan konflik dan kontradiksi yang ada di dalam diri seorang muslim. Terjadilah pandangan-pandangan berbeda pada setiap aliran dalam memahami konsep-konsep teologi yang hingga kini menjadi perdebatan. Salah satunya dalam tulisan ini akan dibahas kedudukan dari pelaku dosa besar dalam pemikiran aliran Asy’ariyah.

Menurut A. Hanafi dalam bukunya, theologi Islam aliran Asy’ariyah didirikan oleh Abu al-Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari, yang lahir di Bagdad pada tahun 260 H/873 M dan meninggal di Bagdad pada tahun 330 H/935 M. Al-Asy’ari juga mempelajari kalam dari seorang Mu’tazilah yaitu Abu Ali al-Jubba’. Pada saat itu karena kepiawaiannya, ia selalu mewakili gurunya dalam diskusi dengan lawan-lawannya.

Namun di kemudian hari, ia menjauh dari gagasan Mu’tazilah karena ia pernah bermimpi bertemu Rasul dan mengatakan bahwa aliran Mu’tazilah adalah salah. Kemudian membuat Al-Asy’ari cenderung menganut pola pikir fuqaha (ahli fikih) dan muhaddisin (ahli hadis).

Meskipun faktanya, dia tidak pernah mempelajari sesuai dengan metode yang mereka gunakan. Sebagai pendiri dari aliran Asy’ariyah, ia tidak membuat perbedaan besar tentang pelaku dosa besar dan perilaku dosa kecil sebagaimana seperti kaum Mu’tazilah.

Baca Juga:  10 Etika Agar Doa Terkabul Menurut Imam Nawawi

Tetapi pada aliran Asy’ariyah hanya menerangkan tentang pengelompokan pelaku dosa besar yang sesuai pada hadis yang telah diriwayatkan oleh Muslim, disebutnya sebagai sab’un min al-mubhalat (tujuh dosa besar yang merusak), tetapi ada pandangan dari tokoh lain yang menambahkan tentang pengelompokan pelaku dosa besar.

Para ahli fiqh menyepakati bahwa dosa besar yang dilakukan maka pelakunya akan mendapatkan hukuman baik di dunia maupun kelak di akhirat serta dilaknat oleh Allah SWT. Dalam kaitannya dengan pelaku dosa besar aliran Asy’ariyah berpendapat manusia dapat mengetahui kewajiban hanya melalui wahyu karena itu manusia berkewajiban mengetahui Tuhan dan manusia harus menerimanya sebagai suatu kebenaran.

Oleh karena itu iman bagi aliran Asy’ariyah adalah tasdiq. Dalam buku Nasy’ah Al-Asy’ari oleh Jalal Muhammad Musa pendapat Asy’ariyah berbeda dengan aliran Khawarij dan Mu’tazilah tetapi lebih dekat pada Aliran Jabariyah.

Menurut Asy’ariyah tasdiq yaitu, dibatasi pada Tuhan dan apa yang dibawah oleh rasul-nya yang merupakan pengakuan dalam hati yang mengandung ma’rifah Allah. Dalam pemikiran aliran Asy’ariyah, pelaku dosa besar tetaplah mukmin dikarenakan masih memiliki iman tetapi karena dosa besar yang dilakukan menjadikan ia orang yang fasiq.

Pemikiran dari aliran Asy’ariyah ini ditegaskan oleh Harun Nasution bahwa jika pelaku dosa besar bukanlah mukmin bukan berarti pula kafir tetapi dalam dirinya tidak akan ditemukan adanya keimanan. Oleh karena itu tidak mungkin pelaku dosa besar itu mukmin dan bukan pula kafir.

Sama halnya dengan pemikiran tokoh dari Al-Maturidi pun juga menolak aliran Mu’tazilah tentang pelaku dosa besar. Al-Maturidi mengatakan bahwa pelaku dosa besar masih tetap dianggap mukmin tetapi perbuatan dosa besarnya menjadi ketentuan kelak di akhirat akan mendapatkan hukuman atau tidak dari Allah SWT.

Baca Juga:  Mengapa Agama Menjadi Legitimasi Pernikahan Anak?  

Menurut pandangan Imam Muhammad Abu Zahrah pada bukunya Tarikh al-Madzahib al-Islamiyah yang diterjemahkan oleh Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib dengan judul “Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam” menuliskan, bahwa pelaku dosa besar tidak dianggap keluar dari iman karena amal perbuatannya akan tetap dihisab. Adapun dosa yang dilakukan akan tetap mendapatkan siksa dan hanya Allah saja yang dapat memberikan syafaat kepadanya kelak.

Akan tetapi menurut Al-Asy’ari dalam kitabnya Al Ibanah an Ushud ad-Diyannah jika dosa besar yang dilakukan oleh pelaku dianggap diperbolehkan atau halal dan tidak meyakini keharamannya maka pelaku dosa besar akan dipandang sebagai kafir. Jadi dapat diambil kesimpulan kedudukan dari pelaku dosa besar dalam pemikiran aliran asy’ariyah, pelaku dosa besar dipandang sebagai yang tetap beriman tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa dosa besar yang telah dilakukan akan mendapatkan balasan dari Allah kelak di akhirat.

Rekomendasi

Ayat Muhkamat dan Mutasyabihat Ayat Muhkamat dan Mutasyabihat

Cara Ulama Salaf Memahami Teks Sifat

percaya pada ramalan zodiak percaya pada ramalan zodiak

Bolehkah Percaya pada Ramalan Zodiak?

Imam Abul Hasan al-Asy’ari Imam Abul Hasan al-Asy’ari

Imam Abul Hasan al-Asy’ari; Antara Nas dan Akal

Imam Abu al-Hasan Muktazilah Imam Abu al-Hasan Muktazilah

Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari; dari Muktazilah Hingga Kemunculan Mazhab Asy’ari

Ditulis oleh

Penulis merupakan Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam, UIN Sunan Ampel, Surabaya.

Komentari

Komentari

Terbaru

tetangga beda agama meninggal tetangga beda agama meninggal

Bagaimana Sikap Seorang Muslim Jika Ada Tetangga Beda Agama yang Meninggal?

Kajian

Muslimah Shalat Tanpa Mukena, Sah atau Tidak? Muslimah Shalat Tanpa Mukena, Sah atau Tidak?

Sahkah Muslimah Shalat Tanpa Mukena? Simak Penjelasan Videonya!

Video

doa tak kunjung dikabulkan doa tak kunjung dikabulkan

Ngaji al-Hikam: Jika Doa Tak Kunjung Dikabulkan

Kajian

rasulullah melarang ali poligami rasulullah melarang ali poligami

Kala Rasulullah Melarang Ali bin Abi Thalib untuk Poligami

Khazanah

puasa syawal kurang enam puasa syawal kurang enam

Puasa Syawal Tapi Kurang dari Enam Hari, Bagaimana Hukumnya?

Kajian

orang tua beda agama orang tua beda agama

Bagaimana Sikap Kita Jika Orang Tua Beda Agama?

Khazanah

Nyi Hadjar Dewantara pendidikan Nyi Hadjar Dewantara pendidikan

Perjuangan Nyi Hadjar Dewantara dalam Memajukan Pendidikan Indonesia

Khazanah

isu perempuan najwa shihab isu perempuan najwa shihab

Kekerasan, Kesenjangan, dan Krisis Percaya Diri: Isu Penting Perempuan Menurut Najwa Shihab

Kajian

Trending

perempuan titik nol arab perempuan titik nol arab

Resensi Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal el-Saadawi

Diari

Fatimah az zahra rasulullah Fatimah az zahra rasulullah

Sayyidah Sukainah binti Al-Husain: Cicit Rasulullah, Sang Kritikus Sastra

Kajian

Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia

R.A. Lasminingrat: Penggagas Sekolah Rakyat dan Tokoh Emansipasi Pertama di Indonesia

Muslimah Talk

Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah

Nyai Khoiriyah Hasyim dan Jejak Perjuangan Emansipasi Perempuan di Mekkah

Kajian

Teungku Fakinah Teungku Fakinah

Zainab binti Jahsy, Istri Rasulullah yang Paling Gemar Bersedekah

Kajian

Mahar Transaksi Jual Beli Mahar Transaksi Jual Beli

Tafsir Surat An-Nisa Ayat 4; Mahar Bukan Transaksi Jual Beli

Kajian

Definisi anak menurut hukum Definisi anak menurut hukum

Definisi Anak Menurut Hukum, Umur Berapa Seorang Anak Dianggap Dewasa?

Kajian

nama bayi sebelum syukuran nama bayi sebelum syukuran

Hukum Memberi Nama Bayi Sebelum Acara Syukuran

Ibadah

Connect