BincangMuslimah.Com – Islam telah mengatur sistem pernikahan dengan cara yang sebaik mungkin dan tidak sembarangan, seandainya tidak demikian maka pernikahan seorang ayah dengan anak kandungnya pun bisa terjadi. Problem yang jamak terjadi di tengah-tengah masyarakat diantaranya seorang ayah yang hendak menikahi anak perempuan tirinya. Lantas yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana hukum menikahi anak tiri menurut hukum Islam?
Imam Ala’udin Ali al-Baghdadi dalam kitabnya yaitu Tafsir Al-Khozin menyebutkan ulama telah bersepakat bahwa terdapat dua hukum yang berbeda dalam kasus seorang ayah yang hendak menikahi anak tirinya. Perbedaan pendapat ini berdasarkan dua argumen yang berbeda. Sebagaimana berikut:
Pertama, apabila ayah yang hendak menikah dengan putri tirinya belum pernah menggauli ibu dari anak tirinya (istrinya) maka menikahi anak tirinya hukumnya adalah boleh (halal), dengan catatan ketika menikah dengan anak tirinya ia sudah tidak mempunyai hubungan lagi dengan ibu anak tirinya tersebut, yaitu bercerai, baik bercerai karena meninggal dunia ataupun tidak.
Kedua, apabila sang ayah yang hendak menikah dengan anak perempuan tirinya tersebut sudah pernah melakukan hubungan badan dengan istrinya (ibu dari anak tirinya) maka menikahi anak perempuan tirinya tersebut haram hukumnya, bahkan keharaman menikahi tersebut bukan hanya kepada anak perempuan tirinya saja, melainkan juga haram hukumnya untuk menikahi cucu-cucu tiri dari istrinya.
Argumen atau dalil yang digunakan para ulama di atas bersumber pada firman Allah dalam Al-Qur’an yang berbunyi,
وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ
Dan anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang ada dalam pangkuan (asuhan( kalian dan telah kalian gauli istri (ibu dari anak tiri) tersebut maka haram untuk dinikahi, tapi jika kalian belum menggauli istri-istri (ibu dari anak tiri) tersebut maka halal bagi kalian untuk menikahinya. (QS. An-Nisa’: 23)
Ibnu Katsir dalam kitabnya tafsirnya Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa kalimat kata fii hujuurikum pada ayat di atas menurut pendapat yang rajih (unggul) menurut mayoritas ulama, bahwa anak tiri tersebut tidak harus berada pada pangkuan (asuhan) ayah tirinya. Dalam artian meskipun si anak tidak berada dalam asuhan ayah tirinya akan tetapi si ayah sudah menggauli istrinya (ibu dari anak tiri) maka hukumnya tetap saja haram untuk dinikahi, karena keterangan tersebut hanya terjadi pada kebanyakan masyarakat, maka tidak bisa mengambil hukum sebaliknya.
Argumen ini juga didukung oleh hadis riwayat Ummu Habibah (istri Rasulullah) bahwa beliau pernah mengajukan tawaran kepada Rasul untuk menikahi saudaranya Azat binti Abu Sufyan “Apakah itu yang kau harapkan?” tegas Nabi. “Iya, sebab aku pasti akan dimadu, dan aku ingin engkau memadu saudaraku” lalu Nabi menjawab “Ia tidak halal untukku.” kemudian Ummu Habibah berkata lagi “Kami medapat kabar, bahwa engkau akan mempersunting putri Abu Salamah.”
“Anak perempuan Ummu Salamah?” timpal Nabi, “Iya” jawab Ummu Habibah, lalu Rasul mengutarakan alasan alasan mengapa hal itu diharamkan, beliau bersabda, “Seandainya ia bukanlah anak asuhanku, maka ia tak halal untukku, ia adalah anak dari sodara sepersusuanku, aku dan Abu Salamah menyusu pada Tsuwaibah, maka dari itu janganlah kalian memberikan tawaran untukku anakku atau saudara perempuanku. (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini menjelaskan alasan mengapa Rasulullah menjadikan dirinya haram menikah dengan anak perempuan Ummu Salamah, karena Rasullah telah menikah dengan ibunya (Ummu Salamah).
Walhasil, kesimpulan dari hukum menikahi anak tiri adalah ditafsil (diperinci). Pertama, jika seorang ayah menikahi anak tirinya dan belum melakukan hubungan badan dengan ibu dari anaknya maka hukumnya adalah halal, namun dengan catatan harus sudah bercerai dengan istrinya ketika akan menikahi anak tirinya. Kedua, jika sudah melakukan hubungan badan dengan istri (ibu dari anak tirinya) maka hukum menikahi anak tirinya adalah haram. Wallahua’lam.
1 Comment