Ikuti Kami

Kajian

Bolehkah Mewakafkan Tanah Sengketa?

Bolehkah Mewakafkan Tanah Sengketa
Freepik.com

BincangMuslimah.Com – Wakaf merupakan salah satu ibadah berdimensi sosial yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah. Dengan berwakaf, setidaknya ada dua manfaat besar yang bisa didapatkan. Pertama, dari sisi pewakaf (waqif), ia akan mendapatkan pahala yang terus mengalir selama wakaf tersebut termanfaatkan dengan baik untuk kebaikan. Kedua, bagi penerima wakaf, maka ia akan bisa mendapatkan manfaat tanpa terhenti mengingat wakaf ini hukumnya tidak boleh dijual, dihibahkan ataupun diwariskan.

Contoh wakaf di zaman Rasulullah adalah wakaf sumur milik Sahabat Utsman bin Affan yang hingga saat ini masih bisa dimanfaatkan sebagai sumber air bagi warga Madinah dan digunakan untuk mengairi perkebunan kurma yang ada di sana. Bahkan hingga saat ini, rekening atas nama wakaf Sahabat Utsman bin Affan masih terus aktif dan bertambah saldonya. Contoh lain ialah wakaf untuk pembangunan Universitas Al-Azhar di Mesir yang manfaatnya hingga saat ini bisa dirasakan, bahkan telah melahirkan ribuan ulama yang bermanfaat bagi umat.

Dalam tatanan praktiknya, khususnya di Indonesia, nyatanya wakaf seringkali menemukan beberapa kendala. Salah satu di antaranya ialah wakaf tanah sengketa.

Sebelum memabahas problematika hukum mewakafkan tanah sengketa, sebelumnya perlu kita perjelas terlebih dahulu apa yang dimaksud sebagai tanah sengketa.

Istilah tanah sengketa ini biasanya merujuk pada sebidang tanah yang masih diperselisihkan kepemilikannya oleh lebih dari satu pihak. Bisa jadi pihak yang berselisih merupakan ahli waris yang sama-sama mengklaim kepemilikan atas tanah tersebut, atau bisa jadi sengketa terjadi akibat ketidakjelasan kepemilikan tanah, apakah milik pribadi, instansi, perusahaan, atau bahkan milik negara. Contohnya seperti seseorang yang telah bertahun-tahun tinggal di sebidang tanah yang ternyata tanah tersebut setelah ditelusuri rupanya merupakan tanah milik negara.

Baca Juga:  Metode Pengambilan Hukum Imam Syafi'i

Kembali pada persoalan wakaf, termasuk syarat yang harus dipenuhi dalam wakaf ialah kejelasan kepemilikan atas barang yang diwakafkan (mauquf) sebagaimana dijelaskan dalam kitab Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhabi Imam al-Syafi’i,

وللموقوف شروط … ب-أن يكون الموقوف مملوكاً للواقف ملكاً يقبل النقل، ويحصل منه فائدة، أو منفعة

Syarat-syarat barang yang diwakafkan ialah: … b. barang yang diwakafkan ialah barang yang dimiliki oleh pemberi wakaf yang mana kepemilikan tersebut bisa dipindahkan, serta barangnya bisa diambil kemanfaatan serta faidahnya.

Berdasarkan ketentuan tersebut, secara umum bisa kita katakan bahwa tidak sah hukumnya mewakafkan tanah yang masih berada dalam sengketa sampai sengketa tersebut bisa teruraikan sehingga jelas kepemilikan tanah tersebut.

Kendati demikian, persoalan ini hendaknya tidak boleh kita lihat secara serampangan. Karena bisa jadi sengketa tanah yang dimaksudkan ialah sengketa atas sebagian tanah, bukan atas keseluruhan tanah. Misalkan terdapat harta waris berupa sebidang tanah dan rumah yang kemudian menjadi sengketa bagi para ahli waris. Maka jika yang terjadi adalah demikian, konsekuensi hukumnya dijelaskan secara berbeda dalam fikih, yang dikenal sebagai wakaf musya’.

Musya’ dalam kajian fikih adalah harta yang kepemilikannya masih milik bersama, bisa jadi dua orang atau lebih. Musya’ ini adakalanya bisa dibagi dan adakalanya tidak. Secara terperinci, para ulama menjelaskan hukum wakaf musya’ sebagai berikut:

Pertama, apabila mewakafkan sebagian dari musya’ misalkan untuk dijadikan sebagai masjid, maka tidak sah kecuali bagian yang diwakafkan tersebut dipisahkan dan ditetapkan batasnya.

Kedua, kewajiban memisahkan dan memberikan batas yang jelas pada harta yang diwakafkan ini dikarenakan dalam wakaf ada keharusan penyerahterimaan kepada pengelola wakaf (nadzir).

Ketiga, untuk barang yang dimiliki bersama dan tidak bisa dibagi, seperti misalkan wakaf mobil, dimana mobil tidak bisa dibagi dan kalaupun dibagi dengan cara dipotong menjadi dua maka manfaatnya akan menghilang. Dalam hal ini Imam Abu Yusuf, salah satu murid dari Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa wakaf demikian diperbolehkan jika bukan untuk masjid atau pemakaman umum.

Baca Juga:  Bolehkah Membuat Target dalam Ibadah?

Dengan demikian, pada persoalan tanah sengketa ini, sebaiknya apabila akan diwakafkan maka diperjelas terlebih dahulu status kepemilikannya.

Rekomendasi

Hak Harta Peninggalan Orang yang Meninggal Hak Harta Peninggalan Orang yang Meninggal

5 Hak Harta Peninggalan Orang yang Meninggal

meminjamkan harta wakaf orang meminjamkan harta wakaf orang

Ketentuan dalam Meminjamkan Harta Wakaf kepada Orang Lain

Diskriminatif Pembagian Harta Waris Diskriminatif Pembagian Harta Waris

Adakah Unsur Diskriminatif dalam Pembagian Waris?

Diskriminatif Pembagian Harta Waris Diskriminatif Pembagian Harta Waris

Benarkah Perbedaan Agama Menjadi Penghalang Seseorang Mendapatkan Warisan?

Ditulis oleh

Aktivis IKSASS (Ikatan Santri Salafiyah Syafi'iyah) Surabaya

Komentari

Komentari

Terbaru

tetangga beda agama meninggal tetangga beda agama meninggal

Bagaimana Sikap Seorang Muslim Jika Ada Tetangga Beda Agama yang Meninggal?

Kajian

Muslimah Shalat Tanpa Mukena, Sah atau Tidak? Muslimah Shalat Tanpa Mukena, Sah atau Tidak?

Sahkah Muslimah Shalat Tanpa Mukena? Simak Penjelasan Videonya!

Video

doa tak kunjung dikabulkan doa tak kunjung dikabulkan

Ngaji al-Hikam: Jika Doa Tak Kunjung Dikabulkan

Kajian

rasulullah melarang ali poligami rasulullah melarang ali poligami

Kala Rasulullah Melarang Ali bin Abi Thalib untuk Poligami

Khazanah

puasa syawal kurang enam puasa syawal kurang enam

Puasa Syawal Tapi Kurang dari Enam Hari, Bagaimana Hukumnya?

Kajian

orang tua beda agama orang tua beda agama

Bagaimana Sikap Kita Jika Orang Tua Beda Agama?

Khazanah

Nyi Hadjar Dewantara pendidikan Nyi Hadjar Dewantara pendidikan

Perjuangan Nyi Hadjar Dewantara dalam Memajukan Pendidikan Indonesia

Khazanah

isu perempuan najwa shihab isu perempuan najwa shihab

Kekerasan, Kesenjangan, dan Krisis Percaya Diri: Isu Penting Perempuan Menurut Najwa Shihab

Kajian

Trending

perempuan titik nol arab perempuan titik nol arab

Resensi Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal el-Saadawi

Diari

Fatimah az zahra rasulullah Fatimah az zahra rasulullah

Sayyidah Sukainah binti Al-Husain: Cicit Rasulullah, Sang Kritikus Sastra

Kajian

Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia

R.A. Lasminingrat: Penggagas Sekolah Rakyat dan Tokoh Emansipasi Pertama di Indonesia

Muslimah Talk

Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah

Nyai Khoiriyah Hasyim dan Jejak Perjuangan Emansipasi Perempuan di Mekkah

Kajian

Teungku Fakinah Teungku Fakinah

Zainab binti Jahsy, Istri Rasulullah yang Paling Gemar Bersedekah

Kajian

Mahar Transaksi Jual Beli Mahar Transaksi Jual Beli

Tafsir Surat An-Nisa Ayat 4; Mahar Bukan Transaksi Jual Beli

Kajian

Definisi anak menurut hukum Definisi anak menurut hukum

Definisi Anak Menurut Hukum, Umur Berapa Seorang Anak Dianggap Dewasa?

Kajian

nama bayi sebelum syukuran nama bayi sebelum syukuran

Hukum Memberi Nama Bayi Sebelum Acara Syukuran

Ibadah

Connect