BincangMuslimah.Com – Sudah lazim sebagian muslim mempunyai wiridan yang diamalkan secara rutin. Amalan yang dilakukan secara istiqamah meskipun sedikit sangat dicintai oleh Allah daripada amalan yang sangat banyak namun hanya dilakukan sekali saja. Tentu sudah tidak asing lagi bagi kita kalam hikmah ulama’ yang berbunyi,
الاستقمة خير من الف كرامة
Istiqomah lebih baik daripada seribu karamah.
Wirid tidak hanya berbentuk dzikir saja. Wirid bisa berbentuk shalat sunnah, puasa sunnah, puasa, dan lain sebagainya. Namun yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana jika wirid yang telah dikerjakan secara istiqamah terputus karena suatu aktivitas yang menyebabkan tidak dapat dilakasanakan ketika itu?
Contohnya, wirid yang menjadi rutinitas sehari-hari adalah Ratibul Haddad, surat al-Waqi’ah, al-Mulk dan Yasin, namun pada suatu waktu terdapat pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan sehingga tidak sempat untuk membacanya di waktu itu. Solusinya adalah dengan menggantinya (qadha) pada waktu yang lain.
Hal ini sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Syaikh Zainuddin al-Malibary dalam karyanya Fathul Mu’in, hal. 169,
وَيُنْدَبُ قَضَاءُ نَفْلٍ مُؤَقَّتٍ إِذَا فَاتَ كَالْعِيْدِ وَالرَوَاتِبِ وَالضُّحَى لَا ذِي سَبَبٍ كَكُسُوْفٍ وَتَحِيَّةٍ وَسُنَّةِ وُضُوْءٍ.وَمَنْ فَاتَهُ وِرْدُهُ أَيْ مِنَ النَّفْلِ الْمُطْلَقِ نُدِبَ لَهُ قَضَاؤهُ وَكَذَا غَيْرُ الصَّلَاةِ
Disunnahkan mengqadha’ shalat sunnah yang dibatasi waktunya apabila ia tidak sempat mengerjakannya seperti shalat ‘Ied, rawatib, dan dluha, bukan shalat yang memiliki sebab seperti shalat gerhana, tahiyyatul masjid dan shallat sunnah wudhu. Bagi siapa yang luput dari wiridnya yang berupa shalat sunnah mutlak, maka disunnahkan baginya untuk mengqadha’nya, begitu juga (amalan mutlak) selain shalat.
Yang dimaksud sunnah mutlak dalam redaksi di atas adalah sunnah yang tidak terikat dengan sebab dan waktu. Dari penjelasan di atas pula kita dapat menarik beberapa kesimpulan:
Pertama, shalat sunnah yang memiliki waktu khusus dalam pelaksanaannya jika ditinggalkan maka boleh di-qadha’, seperti shalat Idul fitri yang hanya dilaksanakan ketika hari ‘Ied.
Kedua, shalat sunnah yang memiliki sebab, seperti shalat gerhana, maka shalat tersebut tidak tidak disunnahkan untuk di-qadha’.
Ketiga, wirid yang telah menjadi rutinitas sehari-hari jika ditinggalkan karena ada aktivitas lain yang benar-benar tidak bisa ditinggalkan, maka disunnahkan untuk mengqadha’ wiridan tersebut baik berupa shalat maupun tidak.
Hikmah disunnahkan mengqadha wiridan yang tertinggal
Sayyid Muhammad Abu Bakar Syata’ ad-Dimyati dalam kitabnya I’anatut Thalibin juz 1 hal. 268 menyebutkan,
لِئَلَّا تَمِيْلَ نَفْسُهُ إِلَى الدَّعَةِ وَالرِّفَاهِيَّةِ
Agar supaya dirinya tidak condong kepada kesantaian dan kelapangan.
Maksudnya, agar supaya diri kita tidak terbiasa santai dan tenang ketika meninggalkan amalan itu yang terkadang malas mengerjakannya di waktu selanjutnya, karena sudah terlena dan nyaman dengan kemalasan. Maka dari itu kita disunnahkan mengqadha’, sebab dengan mengqadha’ dapat mencegah diri kita dari keterlenaan meninggalkan amalan itu di waktu selanjutnya.
Semoga kita senantiasa istiqamah dalam mengamalkan wiridan yang telah menjadi rutinitas kita.
Wallahua’lam.