Ikuti Kami

Diari

Berbeda-beda Nenek Moyang, Tetap Pelaut Juaranya

nenek moyang pelaut
kompasiana.com

BincangMuslimah.Com – Libur pesantren telah tiba!!! Kesempatan ini biasanya aku gunakan untuk pulang ke kampung halaman yang tidak jauh dari perbatasan antara Kabupaten Lahat dan Kota Madya Pagaralam, Sumatra Selatan. Desa Muara Danau Kecamatan Tanjung Tebat.

Acapkali pulang kampung, biasanya aku akan disuguhkan dengan santapan khas kampung yang tidak aku dapatkan di tempat lain. Mungkin sama, tapi rasanya tentu akan berbeda. Semacam rindu yang terobati. Ciri yang paling menonjol dalam masakan adat di kampungku adalah nyaris seluruh gulai dan lauk pauk dimasak dengan cara ditumis cabai pedas, sayur bening dan tidak menggunakan rempah-rempah terlalu banyak seperti halnya Jawa dan Sunda. Sekedar info, sayur lodeh, bacem, kukus tahu, orek dan beberapa masakan lainnya baru aku temukan ketika aku merantau di Jawa.

Selepas makan, aku biasanya akan duduk di penataran. Istilah ruang tamu yang terletak di bagian depan rumah tempat pintu utama. Disebut penataran, karena rumah-rumah di daerahku mempunyai ciri bangunan panggung dan didominasi oleh bahan kayu.

Katanya berbentuk panggung disebabkan karena menurut para sesepuh, dahulu masih banyaknya binatang buas yang berkeliaran seperti beruang dan harimau. Agar terhindar, maka dibuatlah bangunan panggung.

Di sela-sela waktu beristirahat, nenekku akan bercerita tentang kesehariannya. Lebih seru lagi jika beliau sudah bercerita tentang sejarah-sejarah di kampung. Tentang zaman belanda, nenek moyang, menanam padi, berburu kijang dan jawara kampung yang berani menentang Belanda.

Tibalah suatu hari, Nenekku bercerita tentang nenek moyang di Muara Danau. Katanya. Dulu, ada orangtua yang memiliki seorang anak perempuan dan seorang anak laki-laki. Keduanya dididik dengan baik oleh orangtuanya.

Laki-laki diajarkan berburu dan mencari sumber makanan, sedangkan perempuan diajarkan untuk mengurus rumah tangga. Semua berjalan baik sebagaimana umumnya sebuah keluarga. Suatu hari, orangtua anak-anak tersebut mengidap penyakit yang cukup aneh. Keduanya mengalami gatal-gatal di sekujur tubuh.

Baca Juga:  Matrilineal: Tradisi Minangkabau yang Muliakan Perempuan dalam Adat

Mereka berupaya untuk menyembuhkan penyakit tersebut. Namun sayangnya tidak kunjung berhasil. Masyarakat banyak yang jijik melihat penyakit yang diderita oleh keduanya. Sehingga diputuskanlah mereka akan diasingkan di sebuah danau yang tidak jauh dari desa.

Di sekitar danau tersebut, mereka kemudian mendirikan sebuah gubuk agar terhindar dari teriknya panas dan dinginnya malam. Anak-anak mereka tetap tinggal di desa. Kedua anak tersebut ditugaskan untuk mengantarkan makanan kepada orangtuanya selama masa pengasingan.

Apa yang terjadi perbandingan antara anak perempuan dan laki-laki ternyata sangat jauh berbeda. Si anak perempuan senantiasa mengantarkan makanan sampai di hadapan kedua orangtuanya. Terkadang ia bahkan menyuapi dan memandikan keduanya agar tetap bersih dari kotoran. Kasih sayang dan rasa berbakti kepada orangtua sangat nampak pada dirinya.

Sedangkan anak laki-laki, ketika mengantarkan makanan kepada orangtuanya, seringkali ia hanya menaruh di depan pintu. Bahkan ia juga sering memakan makanan yang seharusnya diberikan kepada orangtuanya. Begitulah akhlak buruk sang anak laki-laki.

Sampai pada suatu ketika, penyakit orangtua keduanya semakin tidak terbendung. Muncul sisik-sisik seperti ular di sekujur tubuhnya. Hingga tiba masanya, mereka memutuskan untuk tinggal di dalam danau. Akan tetapi sebelum turun, mereka meninggalkan jejak pesan bermoral kepada kedua anaknya.

Rasa sayang yang diberikan oleh si anak perempuan mendapatkan imbalan yang setara sampai nanti kepada anak keturunannya yang berjenis kelamin perempuan. Jika suatu saat anak-anak perempuannya merantau sampai ke negeri manapun, ia akan dilindungi dan diberikan rezeki yang melimpah dan tidak diduga-duga.

Sedangkan kepada anak laki-laki, atas perbuatannya yang kurang baik, mereka bahkan menghardik dan mengancam kehidupan yang tidak akan ada perubahan. Hidupnya sama seperti ketika ia merawat orangtuanya dengan tidak sungguh-sungguh. Rezekinya tidak akan bertambah dan tidak ada perkembangan.

Baca Juga:  Ba’do Katupat dari Sulawesi, Warisan Budaya dari Pangeran Diponegoro

Selepas mengucapkan hal tersebut, kedua orang tua tersebut menceburkan diri ke danau. Legenda inilah yang membawa masyarakat Muara Danau, ketika mereka melihat ular dengan ciri-ciri yang dijelaskan oleh para leluhur, maka mereka harus mendiamkannya. Membiarkan ular tersebut melintas dan tidak lupa mengucapkan salam meminta perlindungan. Soal sumpah orang tua untuk nasib antara anak laki-laki dan perempuan? Wallahu a’lam bish Showab.

Berbicara tentang nenek moyang, Indonesia memang tidak akan ada habisnya. Berbeda pulau, berbeda lagi nenek moyangnya. Sama pulau tapi berbeda provinsi, juga akan berbeda nenek moyangnya. Sama provinsi tapi berbeda kabupaten, maka berbeda lagi nenek moyangnya. Begitu seterusnya.

Sama halnya dengan nenek moyang di kampungku. Menurut legenda desa, nenek moyang Desa Muara Danau adalah ular. Naik lagi ke level suku yakni suku Besemah, nenek moyangnya adalah harimau. Inilah keberagaman Indonesia. Padat akan sejarah dan mitologi. Beruntungnya untuk urusan nenek moyang secara level kenegaraan kita semua bersepakat. Bahwa nenek moyang orang Indonesia adalah seorang pelaut. Kira-kira tajuk tersebut didapat dari sejarah daerah mana ya? Ada yang mau bercerita?

Rekomendasi

Tradisi Humkoit/Koin: Melahirkan dalam Pengasingan

Pondok Pesantren Sunan Pandanaran Pondok Pesantren Sunan Pandanaran

Tiga Tradisi Bersalawat yang Rutin Diadakan di Pesantren Sunan Pandanaran

keistimewaan umat nabi muhammad keistimewaan umat nabi muhammad

Halal bi Halal Sunnah atau Budaya?

Ba’do Katupat dari Sulawesi Ba’do Katupat dari Sulawesi

Ba’do Katupat dari Sulawesi, Warisan Budaya dari Pangeran Diponegoro

Ditulis oleh

Mahasiswa di UNUSIA Jakarta. Saat ini menjadi anggota komunitas Puan Menulis.

Komentari

Komentari

Terbaru

Apakah Komentar Seksis Termasuk Pelecehan Seksual?

Diari

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Muslimah Talk

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Mapan Dulu, Baru Nikah! Mapan Dulu, Baru Nikah!

Mapan Dulu, Baru Nikah!

Keluarga

Melatih Kemandirian Anak Melatih Kemandirian Anak

Parenting Islami ; Bagaimana Cara Mendidik Anak Untuk Perempuan Karir?

Keluarga

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

Trending

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Siapa yang Paling Berhak Memasukkan Jenazah Perempuan Ke Kuburnya?

Ibadah

keadaan dibolehkan memandang perempuan keadaan dibolehkan memandang perempuan

Adab Perempuan Ketika Berbicara dengan Laki-Laki

Kajian

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak

Hukum Orangtua Menyakiti Hati Anak

Keluarga

ayat landasan mendiskriminasi perempuan ayat landasan mendiskriminasi perempuan

Manfaat Membaca Surat Al-Waqiah Setiap Hari

Ibadah

Connect