Ikuti Kami

Kajian

Pentingnya Pengalaman Perempuan dalam Mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender

BincangMuslimah.Com – Selama ini narasi penafsiran teks-teks keagamaan dalam artikel keislaman yang beredar di internet, dinilai masih jarang yang mengenengahkan pengalaman perempuan sebagai basis untuk mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender. Hal ini dibahas dalam acara pelatihan kepenulisan dengan tema Islam dan Gender, yang dihelat oleh Komunitas Bincang Muslimah pada Sabtu, (29/082020).

Acara yang menghadirkan Lies Marcoes (pakar kajian Islam & Gender) dan Imam Nahe’i (Komisioner Komnas Perempuan periode 2020-2024) ini, mengulas secara menarik bagaimana sebenarnya Islam dan gender saling berkaitan satu sama lain dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan.

Pengalaman Perempuan

Dalam pengantarnya, Imam Nahe’i selaku narasumber membuka diskusi dengan pernyataan bahwa menghadirkan peran perempuan dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender adalah hal yang sangat penting.

Membaca pengalaman perempuan dalam tulisan keislaman dan perempuan adalah hal yang mulia, lahan perjuangan yang membuat para penulis harus kuat membahas tentang relasi perempuan dan laki-laki dengan merujuk pada Al-Qur’an dan disambungkan dengan pengalaman dan realitas perempuan serta melibatkan perempuan.

Imam Nahe’i yang merupakan Komisioner Komnas Perempuan menyatakan bahwa Al-Qur’an menggunakan kekuatan bahasa kata-kata khusus yang tidak menunjukkan ketubuhan tapi aktivitas. Perempuan kerap disebut kurang akal. Padahal kenyataannya adalah akses perempuan ke ilmu pengetahuan sangatlah sulit. Ada banyak faktor yang melatarbelakanginya.

Konsep Gender dan Konstruksi Agama

Narasumber lainnya, Lies Marcoes-Natsir, memaparkan bahwa dalam ilmu sosial, subyek pengetahuan hanyalah laki-laki, perempuan tidak hadir. Elemen yang ikut mengkonstruksikan perempuan dan laki-laki adalah fiqih, sejarah, politik, tafsir, tasawuf dan pendidikan.

Di era Soeharto, pembahasan perempuan dalam agama tidak sekuat di era pasca reformasi. Saat ini, di era publik, fiqih tiba-tiba dibahas di mana saja dalam tema apa saja. Selama berabad-abad manusia mengkonstruksi dirinya tapi seolah-olah sejarah pada masa Nabi sampai Khulafaur Rasyidin yang sebenarnya sunnah malah dianggap sebagai kebenaran.

Baca Juga:  Sarah Grossman : Perempuan Berjiwa Kemanusiaan Tewas Pada Saat Protes Keadilan untuk George Floyed.

Dahulu Tasawuf diandalkan oleh kaum perempuan sebagai satu-satunya domain pemikiran di dalam Islam yang relatif lebih sensitif gender karena Tuhan tidak digambarkan sebagai suatu hal yang maskulin. Dalam tasawuf, ada sifat kelembutan atau sifat-sifat feminin Tuhan yang sejajar dengan sifat maskulin Tuhan.

Elemen agama menjadi alat konstruksi untuk mewujudkan konsep gender yakni feminin, maskulin, domestik, publik, reproduktif dan produktif. Agama terlibat dan bertanggungjawab atas terbentuknya peran gender.

Dalam masyarakat agraris, peran yang dikotak-kotakkan tersebut sebenarnya biasa saja, bisa dilakukan siapa pun baik laki-laki maupun perempuan. Sayangnya, peran gender dibentuk lebih kuat lagi oleh proses penjajahan.

Sex atau biologis berbeda dengan peran gender akan tetapi manusia memaksa untuk menyamakannya melalui keyakinan atau agama, budaya, politik dan ekonomi atau pasar. Sebagai misal, pembentukan baju syar’i dan bukan syar’i adalah konstruksi para designer.

Peran gender sebenarnya relatif tapi seolah menjadi mutlak karena dikuatkan dengan budaya yang menganggap bahwa laki-laki lebih penting ketimbang perempuan.

Di masa Orde Baru, budaya di masyarakat bekerja sama dengan militer memperkuat peran gender, membedakan dengan tegas antara tugas perempuan dan laki-laki. Saat ini, tantangan yang dihadapi adalah ideologi lain yang meyakini bahwa peran gender adalah kebenaran yang sama dengan given (biologis).

Dalam ideologi tersebut, anggapan bahwa peran gender antara perempuan dan laki-laki dipengaruhi oleh dua hal. Pertama, anggapan dalam keadilan negara Islam, yakni tentang minimal syariat Islam tentang perempuan.

Kedua, saat sudah di surga, ketika perempuan di dunia “baik-baik saja” selama di dunia sesuai dengan apa yang diyakini sebagai kebenaran bahwa perempuan harus tunduk pada laki-laki.

Ketidakadilan gender membentuk stereotype dari agama dan berdampak pada subordinasi yakni perempuan hanya dianggap sebagai konco wingking. Dampak dari subordinasi tersebut adalah kekerasan, beban ganda, pemiskinan.

Baca Juga:  Ukuran Air Dua Qullah Dalam Wadah Berbentuk Tabung

Kesadaran Tentang Kesetaraan dan Keadilan

Imam Nahe’i menambahkan bahwa tidak ada feminis yang baik dan buruk. Feminis adalah seseorang yang memiliki rasa dan kesadaran bahwa ada ketidakadilan yang dialami perempuan dan memiliki upaya untuk memperjuangkannya. Kesadaran harus lahir dari diri sendiri.

Sayangnya, wacana tentang kesetaraan dan ketidakadilan gender di berbagai daerah dan organisasi belum mendapatkan pengkuan dari tokoh penting seperti pemuka agama dan tokoh lainnya yang berperan penting dalam masyarakat.

Jika ada pertanyaan, lebih manusia mana perempuan dan laki-laki? Jawabannya adalah sama. Keduanya setara dalam kemanusian. Keduanya memiliki ruangan yang sama untuk berkesempatan mendapatkan kemuliaan dari Allah Swt.

Dalam peran-peran sosial, yang dibutuhkan bukan kesetaraan tapi keadilan sebab Islam bicara tentang kesetaraan dan keadilan. Kita bisa memulai mewujudkannya dengan mengarahkan para penghulu bahwa mereka harus memiliki pemahaman kesetaraan gender yang baik agar tercipta relasi rumah tangga yang adil antara perempuan dan laki-laki.[]

Rekomendasi

Ditulis oleh

Tim Redaksi Bincang Muslimah

Komentari

Komentari

Terbaru

Nyai Nafiqah ulama perempuan Nyai Nafiqah ulama perempuan

Nyai Nafiqah: Sosok Ulama Perempuan dan Istri Kyai Hasyim

Khazanah

fatimah ahli fikih uzbekistan fatimah ahli fikih uzbekistan

Fatimah as-Samarqandi, Sang Ahli Fikih Perempuan dari Uzbekistan

Khazanah

Raden Dewi Sartika Penggagas Sekolah Perempuan di Tanah Sunda

Khazanah

Islam kebebasan syeikh mutawalli Islam kebebasan syeikh mutawalli

Antara Islam dan Kebebasan Menurut Syeikh Mutawalli al-Sya’rawi

Kajian

korban kdrt dapat perlindungan korban kdrt dapat perlindungan

Di Zaman Rasulullah, Korban KDRT yang Melapor Langsung Dapat Perlindungan

Kajian

tetangga beda agama meninggal tetangga beda agama meninggal

Bagaimana Sikap Seorang Muslim Jika Ada Tetangga Beda Agama yang Meninggal?

Kajian

Muslimah Shalat Tanpa Mukena, Sah atau Tidak? Muslimah Shalat Tanpa Mukena, Sah atau Tidak?

Sahkah Muslimah Shalat Tanpa Mukena? Simak Penjelasan Videonya!

Video

doa tak kunjung dikabulkan doa tak kunjung dikabulkan

Ngaji al-Hikam: Jika Doa Tak Kunjung Dikabulkan

Kajian

Trending

perempuan titik nol arab perempuan titik nol arab

Resensi Novel Perempuan di Titik Nol Karya Nawal el-Saadawi

Diari

Fatimah az zahra rasulullah Fatimah az zahra rasulullah

Sayyidah Sukainah binti Al-Husain: Cicit Rasulullah, Sang Kritikus Sastra

Kajian

Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia Laksminingrat tokoh emansipasi indonesia

R.A. Lasminingrat: Penggagas Sekolah Rakyat dan Tokoh Emansipasi Pertama di Indonesia

Muslimah Talk

Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah Nyai Khoiriyah Hasyim mekkah

Nyai Khoiriyah Hasyim dan Jejak Perjuangan Emansipasi Perempuan di Mekkah

Kajian

Teungku Fakinah Teungku Fakinah

Zainab binti Jahsy, Istri Rasulullah yang Paling Gemar Bersedekah

Kajian

Definisi anak menurut hukum Definisi anak menurut hukum

Definisi Anak Menurut Hukum, Umur Berapa Seorang Anak Dianggap Dewasa?

Kajian

nama bayi sebelum syukuran nama bayi sebelum syukuran

Hukum Memberi Nama Bayi Sebelum Acara Syukuran

Ibadah

Muslimah Shalat Tanpa Mukena, Sah atau Tidak? Muslimah Shalat Tanpa Mukena, Sah atau Tidak?

Sahkah Muslimah Shalat Tanpa Mukena? Simak Penjelasan Videonya!

Video

Connect