BincangMuslimah.Com – Laki-laki dan perempuan adalah makhluk ciptaan Allah Swt. yang mendapatkan amanah menjadi khalifah di bumi. Keduanya mempunyai kedudukan sama, tidak ada yang membedakan kecuali ketakwaanya.
Keseimbangan relasi antara laki-laki dan perempuan harus tetap digaungkan. Perbedaan fisik, ras, suku dan jenis kelamin adalah sebuah keniscayaan yang diberikan oleh Allah Swt. kepada manusia, karena Allah Swt. memang menghendaki penciptaan yang beraneka ragam. Jika kita tidak menghargai perbedaan yang telah diciptakan Allah Swt. dan memahami hal tersebut maka bisa dibilang kita tidak meyakini firman-Nya yang tertera pada QS. Al-Hujurat ayat 13.
Faktanya, hingga sekarang masih banyak diskriminasi yang dipicu oleh perbedaan fisik, ras, suku dan jenis kelamin. Ada kelompok yang merasa lebih tinggi dibanding dengan kelompok yang lain, begitu pula yang terjadi pada relasi laki-laki dan perempuan. Hingga saat ini cara pandang dikotomis terhadap laki-laki dan perempuan masih kuat, memandang bahwa laki-laki lebih superior dan perempuan inferior. Secara sadar atau tidak kita hidup dalam cara pandang seperti ini sejak dulu, ya inilah yang dinamakan patriarki.
Patriarki meyakini bahwa laki-laki lebih kuat dibanding perempuan, menjadikan perempuan sebagai objek. Padahal laki-laki dan perempuan sama-sama ciptaan Allah yang mendapatkan amanah sebagai khalifah, seharusnya laki-laki dan perempuan adalah subjek.
Penempatan perempuan sebagai objek oleh patriarki, menyebabkan munculnya stigma yang menganggap perempuan penyebab kerusakan. Sebagai contoh laki-laki yang keluar di malam hari maka dianggap wajar. Sebaliknya, jika perempuan keluar di malam hari maka dianggap sebagai perempuan yang kurang menjaga diri. Jika perempuan menceritakan telah mengalami pelecehan seksual, yang disalahkan adalah perempuan karena dianggap tidak mampu menjaga diri dengan keluar malam ataupun mengomentari cara berpakaian, cara bergaul dan lain sebagainya. Tanpa menyalahkan pelaku karena pelaku adalah laki-laki yang dianggap sebagai sebuah kewajaran melakukan hal tersebut.
Contoh satu lagi ada kasus pada berita mengabarkan ada ibu yang hampir membunuh anaknya karena sang ibu mengalami baby blues. Yang disalahkan siapa? Perempuan. Sang ibu dianggap tidak becus mengurus anak dan lain sebagainya. Kita lupa bertanya bagaimana peran sang bapak hingga ibu mengalami baby blues?
Padahal. Marni dalama buku Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas “Puerpurium Care” menjalaskan jika baby blues selain disebabkan oleh perubahan hormon penyebab munculnya baby blues adalah frustasi, kelelahan dan kurangnya dukungan dari suami beserta keluarga.
Contoh di atas hanyalah sebagian kecil,. Banyak hal lain terjadi di sekitar kita yang tidak luput dari patriarkal. Cara pandang seperti ini setelah menimbulkan stigma maka akan melahirkan subordinasi, labelling, kekerasan seksual, hingga beban ganda. Dalam hal ini, Dr. Nur Rofiah menyatakan bahwa ada 3 prinsip yang harus diterapkan dalam relasi laki-laki dan perempuan untuk mencapai keseimbangan
Pertama. Laki-laki dan perempuan mempuanyai kewajiban untuk memelihara kebaikan dan menolak keburukan. Prinsip ini memandang laki-laki dan perempuan sebagai individu yang utuh, mempunyai kewajiban bersama untuk berbuat baik dan menolak keburukan. Laki dan perempuan saling menghargai satu sama lain sebagai makhluk ciptaan Allah Swt. yang utuh, menghargai perempuan sebagaimana manusia, jika laki-laki mempunyai hak manusia sebagaimana yang tercantum pada pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yaitu hak hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum. Maka, perempuan juga harus mendapatkan hak-hak tersebut, karena perempuan adalah salah satu jenis dari manusia.
Kedua. Kelebihan pihak manapun atas lainnya tidak bisa menjadi alasan untuk melakukan penindasan, begitu juga kekurangan pihak manapun tidak bisa dijadikan alasan untuk ditindas. Hal ini juga dipertegas kembali dengan pernyataan Kyai Faqihuddin Abul Kodir dalam buku Qiraah Mubadalah. Ia mengatakan bahwa adanya perbedaan laki-laki dan perempuan adalah sebuah keniscayaan, perbedaan tersebut bukanlah ukuran untuk membedakan satu lebih mulia atau lebih penting dari lainnya. Secara moral keagamaan yang satu tidak boleh sombong terhadap lainnya, begitu juga tidak boleh ada yang tersisih dan terhina akibat yang lain. Tidak pula menjadi korban kekerasan mental, fisik, sosial, ekonomi hingga politik, apalagi mengatasnamakan Islam.
Ketiga. Siapapun yang lebih kuat dalam hal apapun mempunyai kewajiban untuk memastikan pihak yang lebih lemah diperlakukan secara manusiawi. Pada prinsip ini bernilai universal, tidak hanya antara laki-laki dan perempuan, tapi sesama perempuan dan sesama laki-laki. Perempuan dengan kelas sosial lebih tinggi, mempunyai kewajiban memastikan yang lebih lemah diperlakukan secara manusiawi.
Sampai sekarang kita masih berusaha menerapkan nilai untuk memanusiakan manusia, karena secara tidak sadar atau tidak cara pandang patriarkal sudah kita rasakan sejak kecil dilingkungan sekitar. Mari mulai meyakini bahwa perempuan dan laki-laki mempunyai kedudukan yang sama di hadapan Allah Swt., serta meyakini perempuan berhak mendapatkan Hak Asasi Manusia (HAM) secara utuh adalah langkah awal untuk menjadikan kita adil sejak dalam pikiran. Langkah selanjutnya adalah saling bekerjasama dalam kebaikan, tolong menolong, dan saling menghargai antara laki-laki dan perempuan.
1 Comment