BincangMuslimah.Com – Kekerasan seksual memang suatu hal yang tidak bisa dimaafkan dengan berbagai alasan. Kekerasan seksual tidak hanya terjadi di ranah publik, tetapi juga di ranah privat. Tersangkanya juga berasal dari orang jauh bahkan tidak mengherankan juga berasal dari orang terdekat. Di Indonesia sendiri, menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), dalam periode 1 Januari-27 September 2023 ada 19.593 kasus yang tercatat di seluruh Indonesia. Padahal, sosialisasi kekerasan seksual sudah masif digalakkan.
Data di atas merupakan kasus yang tercatat, masih banyak lagi kasus yang belum tercatat. Dari 2022, ada sekitar 457.895 kasus yang tercatat menurut Komnas Perempuan. Dari angka aduan yang sangat tinggi ini, saya menyimpulkan kekerasan seksual selalu ada, meskipun selalu digembor-gemborkan. Bahkan, laporan selalu kekerasan selalu digalakkan tak dapat membuat mereka bergeming. Lantas hal apa yang kita lakukan? Dari hal ini, ada beberapa poin yang dapat kita bahas.
Hal-hal yang mengarah pada kekerasan seksual tidak boleh dinormalisasikan
Beberapa orang mengira kekerasan seksual hanya terjadi ketika di tahap berhubungan badan, akan tetapi, hal tersebut tidak dibenarkan secara tegas. Bahwasannya kekerasan seksual bisa dengan berbagai macam, seperti cat calling, pelecahan verbal, dan non-verbal. Maka dari itu, sebagai masyarakat kita juga harus lebih peduli terhadap sekitar. Kita juga berperan cukup besar dalam sosial. Oleh akrena itu, ketika ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi oleh orang di sekeliling kita, kita berhak untuk menegur dan sebagainya sebagai upaya meminimalisir.
Korban harus dilindungi oleh negara maupun masyarakat
Ketika kekerasan seksual terjadi, banyak dari kita sering mempermasalahkan korban, seperti cara berpakaian yang tidak sesuai, terbuka, dan sebagainya. Pada realitasnya, hal ini tidak berlaku, banyak dari korban kekerasan seksual menggunakan pakaian yang tertutup seperti hijab, bahkan ada beberapa dari mereka yang menggunakan cadar. Dari hal ini, tentunya bukan korban yang disalahkan, akan tetapi para tersangka yang tidak mempunyai kontrol dalam dirinya.
Maka dari itu, komnas perempuan menjadi harapan untuk melindungi para korban layaknya seorang ibu terhadap anak. Sebagai masyarakat pun kita juga sebagai pelindung bagi korban dengan tidak menghakimi para korban. Banyak dari korban merasa tidak perlu mengajukan aduan kekerasan seksual karena mendapat intimidasi dan kurang kenyamanan dari orang terdekat dan hukum.
Pemberian pendidikan seksual sejak dini
Pada dasarnya, pendidikan seksual kepada anak bukanlah hal yang tabu. Bahkan di negara maju, pendidikan seksual sudah diterapkan sejak dini. Hal ini menimbulkan banyak manfaat bagi anak dan orang tua. Dengan adanya pendidikan seksual sejak dini, anak akan tahu mana anggota badan yang menjadi privasinya dan hanya boleh disentuh oleh dirinya sendiri dan anggota badan yang boleh disentuh oleh orang lain.
Dari kesadaran inilah, sebagai bentuk upaya ketika ada orang asing melakukan pelecehan sang anak bisa dengan tegasnya menolak bahkan menegur. Karena kekerasan yang terjadi di usia anak usia 0-5 tahun sekitar 1.475 kasus. Sedangkan anak berusia 6-12 menyentuh angka 4.287 kasus. Dari tingginya kasus pelecehan ini, pendidikan seksual digaungkan sedini mungkin.
Dari tiga poin di atas, saya rasa poin-poin tersebut harus kita gaungkan. Meskipun sosialisai kekerasan seksual sosial sudah masif, itu tidak cukup menekan angkan jumlah korban. Problematika kekerasan seksual harus menjadi kesadaran masyarakat umum, karena bagaimana pun kita turut andil dalam keberlangsungan sosial.