BincangMuslimah.Com – Relasi rumah tangga yang seringkali muncul dalam praktik suami dan istri adalah relasi yang tidak seimbang. Selama ini, kebanyakan masyarakat menganggap bahwa tugas hanya semata di ranah domestik dan suami pencari nafkah utama. Istri dibebankan sebagai pelayan suami dan perempuan yang harus mematuhi perintah suami. Sedangkan jika membantahnya, istri disebut durhaka. Istri dituntut untuk mengurus suami selama dua puluh empat jam.
Relasi dalam rumah tangga yang seperti ini tentu tidak menempatkan istri sebagai pasangan yang setara. Dalam buku, “Nalar Kritis Muslimah” karya Dr. Nur Rofiah menyebutkan bahwa perempuan, selain mengalami pengalaman biologis juga mengalami pengalaman sosial. Pengalaman sosial ini lahir dari ketidakadilan masyarakat menempatkan perempuan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat.
Pengalaman tersebut adalah stigmatisasi, subordinasi, kekerasan, marginalisasi, dan peran ganda. Dalam relasi rumah tangga, saat istri hanya diperankan sebagai sosok yang mengurus istri, menurut analisis saya, ia mengalami beban ganda dan subordinasi. Sebab istri ditempatkan di level lebih rendah di bawah suami, dan mengalami beban ganda terlebih jika ia bekerja atau mengurus anak.
Padahal, seharusnya, seperti yang diajarkan oleh Islam, relasi suamu istri seharusnya relasi yang setara dan bernilai kesalingan. Karena laki-laki dan perempuan memiliki nilai yang setara di mata Allah, sehingga dalam relasi apapun harusnya saling bekerja sama dan menjunjung keadilan. Bentuk relasi rumah tangga dengan kesalingan akan menumbuh cinta kasih yang tulus, bukan tersiksa atau terpaksa.
Kita bisa contoh Nabi Muhammad Saw yang sibuk berjuang di medan dakwah, tapi masih sempat mengurus dirinya sendiri. Menjahit bajunya sendiri dan membantu pekerjaan domestik dengan istrinya. Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadis,
عن عمرة عن عائشة بلفظ ” ما كان إلا بشرا من البشر ، كان يفلي ثوبه ، ويحلب شاته ، ويخدم نفسه. أخرجه الترمذي . ولأحمد من رواية الزهري عن عروة عن عائشة بزيادة ويرقع دلو
Artinya: “Tidaklah beliau itu seperti manusia pada umumnya, beliau menjahit bajunya, memerah kambing dan melayani dirinya sendiri.” (HR. Tirmidzi). Dalam riwayat Ahmad ada tambahan redaksi: dan menimba air.”
Rasulullah adalah sebaik-baik teladan. Beliau tidak hanya pemimpin umat Islam, tapi pemimpin penduduk Arab yang melindungi umat beragama baik Islam maupun agama lainnya. Untuk urusan rumah tangga, yang selama ini dianggap sebagai kewajiban istri semata, Rasulullah mengerjakannya.
Ini menunjukkan bahwa pekerjaan rumah, asal dengan pembagian yang sukarela dan adil akan melahirkan rumah tangga yang tentram dan tidak saling mengeluh. Jika memang pekerjaan rumah tangga, urusan domestik sepenuhnya dikerjakan istri, alangkah seharusnya sang suami tak menuntut banyak dan mengeluh kepada istri. Terlebih jika ternyata ada kekurangan pula dalam mengurus anak.
Beban ganda dan subordinasi yang dialami perempuan dalam rumah tangga akan melahirkan stigmatisasi kepada perempuan, baik ia yang memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga atau perempuan bekerja. Saat menjadi ibu rumah tangga, setelah seharian mengerjakan urusan rumah, mencuci pakaiannya dan suaminya, menyiapkan sarapan, membersihkan rumah dan mengurus anak, lalu ia mengalami kelelahan, masih akan mendapatkan stigma jika tidak totalitas dalam mengurus suami.
Begitupun perempuan pekerja. Tidak jarang, ia juga tetap dibebankan dalam urusan rumah tangga dan pengasuhan. Semua terbebankan pada pundak istri dan semua urusan rumah ada di kepalanya. Tanpa ada pembagian tugas dan pikiran yang bisa dikerjakan bersama suami.
Maka sebaiknya yang perlu dipahami bersama adalah, tidak membebankan urusan rumah tangga semata kepada istri. Apalagi sampai menganggap bahwa kewajiban istri adalah mengurus suami. Ditambah lagi mengurus rumah dan anak. Jika hendak mewujudkan keadilan dalam rumah tangga, berusahalah untuk menghilangkan stigmatisasi kepada perempuan juga kepada suami yang jika memutuskan untuk mengerjakan hal domestik. Suami yang mengerjakan urusan domestik bukanlah suami yang lemah dan tak berdaya. Juga bukanlah makhluk yang senantiasa diurus oleh istri tanpa memperdulikan bagaimana peran istri dalam rumah tangga yang seharusnya.