BincangMuslimah.Com – Belakangan ini, media sosial penuh dengan diskusi terkait fenomena “jilbab lilit leher”. Gaya berjilbab tersebut menuai kritik karena dinilai tidak sesuai dengan prinsip-prinsip berpakaian dalam Islam. Terutama karena tidak menutupi area dada sesuai dengan penjelasan di dalam Al-Quran.
Sebagian warganet bahkan menilai model ini sebagai bentuk penyimpangan dari tuntunan syar’i dalam berjilbab. Keluhan juga datang dari pelaku usaha di sektor busana muslim, khususnya para penjual hijab syar’i. Mereka merasa mengalami kerugian karena telah memasarkan model hijab sesuai prinsip syariat kepada konsumen muslimah di Indonesia.
Fenomena ini memunculkan pertanyaan penting. Bagaimana bentuk jilbab syar’i dalam Islam? Apakah terdapat kewajiban untuk menjulurkan jilbab hingga menutupi dada?
Pembahasan Jilbab dalam Surat An-Nur Ayat 31
Adapun istilah jilbab syar’i dan anggapan bahwa jilbab harus menjulur hingga menutupi dada (atau bahkan lebih panjang), merujuk pada interpretasi ayat 31 dari Surat An-Nur:
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya
Para ulama tafsir seperti Said bin Jubair menjelaskan bahwa anjuran kepada perempuan untuk menjulurkan jilbab. Batasan jilbab tersebut hingga menutupi leher dan dada agar bagian tersebut tidak tampak.
Al-Baghawi juga menyatakan bahwa perempuan hendaknya menjatuhkan jilbab mereka ke atas dada dan bagian tubuh lainnya, termasuk rambut, leher, dan telinga, agar semuanya tertutupi.
Dengan demikian, pemahaman mengenai jilbab syar’i tidak hanya berlandas pada model atau tren berpakaian. Namun juga dengan landasan pada prinsip-prinsip dasar yang bersumber dari Al-Quran serta interpretasi para ulama mengenai aurat dan cara menutupinya.
Memahami Ulang Batasan Jilbab Surat An-Nur Ayat 31
Dalam hal ini, Tafsir Ibnu Katsir menyajikan latar belakang turunnya ayat tersebut (asbab al-nuzul), yang menyebutkan bahwa pada masa jahiliah, para perempuan kerap tampil di hadapan laki-laki dengan bagian dada terbuka, serta menampakkan leher dan daun telinga. Oleh karena itu, Allah menurunkan perintah kepada perempuan beriman agar tidak meniru kebiasaan tersebut, dengan cara menutupi dada dan menjulurkan jilbab ke arahnya.
Pendapat yang senada dari Sayyidina Ibnu Abbas, yang menjelaskan bahwa sebelum turunnya ayat tersebut, Perempuan mengenakan jilbab yang menjulur ke belakang, sehingga leher dan bagian atas dada mereka tampak. Setelah turunnya ayat tersebut, mereka mengubah cara berpakaian dengan menjulurkan jilbab ke arah leher dan dada, sehingga area tersebut tertutupi.
Dari penjelasan para ulama tersebut, dapat kita pahami bahwa perintah dalam ayat tersebut berfokus pada kewajiban menutup aurat di bagian dada yang sebelumnya terbuka. Bukan semata-mata pada keharusan menjulurkan jilbab apabila aurat tersebut telah tertutup dengan pakaian yang rapi dan sesuai syariat.
Jika seorang perempuan telah mengenakan pakaian yang memenuhi tiga syarat hijab menurut para ulama yaitu; menutup aurat secara menyeluruh, tidak transparan, dan tidak membentuk lekuk tubuh. Maka gaya berhijab yang tidak menjulurkan jilbab hingga ke bawah dada, seperti melilitkannya ke leher, tidak serta merta sebagai pelanggaran terhadap prinsip hijab syar’i.
Grand Syaikh Al-Azhar, Syaikh Ahmad Thayyib juga menyampaikan penjelasan serupa. Beliau menegaskan bahwa perintah “menjulurkan jilbab” untuk perempuan yang aurat bagian dadanya belum tertutup secara layak.
Sikap Toleransi Dalam Menyikapi Beragam Model Jilbab
Apabila aurat perempuan sudah tertutup dengan pakaian yang sopan dan sesuai standar syariat. Maka tidak tepat apabila seorang muslimah yang taat justru menerima kecurigaan, hujatan, atau bahkan disalahkan. Karena gaya jilbabnya tidak sesuai dengan tafsiran atau preferensi sebagian kelompok.
Lebih lanjut, meskipun jilbab yang lebih panjang dan menjulur ke bawah memang dipandang sebagai bentuk kehati-hatian dan lebih protektif terhadap pandangan laki-laki, hal tersebut tidak serta merta dapat dijadikan standar tunggal dalam menilai keislaman seseorang.
Kebebasan dalam memilih model pakaian yang sopan dan sesuai nilai-nilai Islam hendaknya dihormati selama tetap memenuhi ketentuan syar’i.
Tindakan menyalahkan, menghakimi, atau mencela sesama muslimah atas dasar perbedaan gaya berjilbab berpotensi menyalahi prinsip etika dalam beragama. Dengan demikian, komitmen terhadap syariat hendaknya disertai dengan kelapangan hati dan penghargaan terhadap keberagaman pemahaman di tengah umat.
Rekomendasi

14 Comments