BincangMuslimah.Com – Jadi perempuan kudu kalem dan tidak boleh blak-blakan dalam berbicara. Sudah seharusnya perempuan itu bersikap lemah lembut.
Cantik sih, makanya dapat privillage. Penampilannya kurang oke, jadi susah dapet kerja
Pantesan aja baperan. Wong perempuan.
Seringkali kita menemukan satu dari kalimat di atas yang ditujukan pada perempuan. Itu hanya sebagian kecil karena masih akan masih banyak lagi jika kita jumpai di luar sana. Awalnya mungkin kita menganggap biasa dan sesekali sukses menjadi bahan canda. Namun saat mengucapkan secara berulang, lambat laun kalimat sejenis itu mulai cukup menganggu. Ketika kalimat yang tadinya hanya seloroh, kini menjadi penetapan yang baku terhadap fisik dan bagaimana pribadi seseorang harus berlaku.
Labeling pada Perempuan
Hampir setiap orang merasakan kasus ini, khususnya pada perempuan. Kebanyakan dari kita mengartikan sikap tersebut sebagai labeling. Menurut A Handbook for The Study of Mean Health, labeling merupakan pemberian defenisi kepada orang lain yang kemudian dijadikan sebagai identitas. Dari penyematan tesebut dianggap sebagai kharakter mutlak seseorang tanpa melihat satu persatu perilaku secara keseluruhan.
Tentu sangat menyebalkan menerima penelian terhadap diri kita langsung selintas mata lewat penampilan luar saja. Apa lagi jika labelling tersebut menyematkan gelar buruk yang membawa dampak negatif pada personalnya. Dan perempuan, kerap menjadi korban. Misalnya saja dengan janda. Masyarakat kita punya pandangan miring terhadap janda karena menganggapnya mempunyai sikap genit dan berpotensi merayu laki-laki.
Bicara soal labeling, seorang kawan pernah merasa insecure dengan bentuk tubuh dan wajah yang terlihat seolah tidak proporsional menurut standar yang sudah di frame oleh media. Mulai dari berat badan yang rasanya tidak ideal, tidak tinggi dan wajah tak semulus kulit bayi. Beragam ketakutan muncul dari dirinya seperti sulit mendapatkan pekerjaan dan sulit dalam bergaul. Rasanya, perempuan yang berparas menarik akan lebih diterima secara sosial memunculkan momok yang cukup menyeramkan. .
Nyatanya, di sisi lain bagi sebagian perempuan mendapat anggapan berparas menarik oleh kontruksi sosial merasa cukup terganggu dengan labeling tersebut. Bagaimana tidak? Sebab menganggap segala pencapaian yang mereka lakukan bukan karena usaha ataupun kerja keras. Namun karena keberuntungan karena dianugerahi wajah ‘menawan’.
Perempuan Kerap Menjadi Kambing Hitam
Parahnya lagi saat menyoal kekerasan seksual khususnya saat yang menjadi korban adalah perempuan. Ibarat jatuh tertimpa tangga, perempuan seringkali mendapat tuduhan sebagai kambing hitam atas kasus kekerasan yang menimpa ia sendiri. Bukannya mendapat pembelaan dan bantuan secara psikis dan hukum, malah justru menyalahkan korban.
Tidak sedikit yang beranggapan korban kekerasan karena pakaian yang kurang tertutup sehingga terkesan menggoda pelaku. Tuduhan lain pada perempuan yang kenapa berpotensi menjadi korban adalah karena selalu beraktivitas hingga tengah malam.
Setelahnya, korban kekerasan seksual terkadang mendapat label sebagai perempuan yang tidak pandai menjaga diri sendiri.
Labeling yang biasanya mengarah pada pemberian cap atau gelar yang buruk tentu saja memberikan dampak negatif terhadap individu. Baik secara fisik maupun psikis. Contohnya, seseorang yang terlihat tidak memenuhi nilai-nilai dan standar perempuan yang ‘semestinya’ (labeling) akan merasa tidak percaya diri, insecure dan merasa bukan bagian dari kelompok.
Hal ini tentu menyusahkan dan menyakiti orang lain dan merupakan prilaku zalim. Islam tentunya mengecam prilaku tersebut “Dan kami katakan kepada orang-orang yang zalim: “Rasakanlah olehmu azab neraka yang dahulunya kamu dustakan itu..” (Q.S Saba: 40)
Jelas Labeling adalah memberi cap negatif pada seseorang dengan menilai satu sisi saja tanpa melihat mengecek kepastiannya. Islam, secara keras dan gamblang melarang kita untuk berlaku demikian. Hal ini tercantum di dalam surah Al-Hujurat.
“…Dan janganlah pula wanita (mengolok-olok) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olok) itu lebih baik dari wanita (yang mengolok-ngolok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri. Dan janganlah kamu saling memanggil dengan gelar (buruk). Seburuk-buruk panggilan ialah panggilan yang buruk (fasik) sesudah iman. Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka itulah orang-orang yang zalim (Q.S Al-Hujuraat 49:11)
2 Comments