BincangMuslimah.Com – Tidak semua masalah rumah tangga bisa diselesaikan dengan senyuman dan senda gurau. Adakalanya masalah serius, tentu harus ditangani dengan serius. Serius bukan berarti emosi, marah, atau dengan kekerasan. Hal inilah yang dilakukan Rasulullah dalam suatu waktu, yaitu dengan memberikan teguran yang sopan atau menasehati dengan cara yang baik kepada istrinya yang telah khilaf, atau berbuat kesalahan. Begitulah salah satu cara Nabi menyelesaikan masalah rumah tangga
Dalam suatu hadist riwayat Ath-Thabrani di Kitab Mu’jam Al-Kabir, pernah suatu kali Sayyidah ‘Aisyah cemburu kepada Khadijah, istri Nabi Muhammad yang telah meninggal.
Kecemburuan ini timbul karena Nabi Muhammad senantiasa mendoakan Khadijah jika mengingatnya. Doa Nabi ini mengganggu Aisyah karena menurutnya Khadijah sudah tiada tetapi masih dan selalu dipuji oleh Rasulullah sebagaimana berikut ini;
قالت عائشة رضي الله عنها: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا ذكر خديجة لم يكد يسأم من ثناء عليها، واستغفر لها، فذكرها يوما، فحملتني الغيرة، فقلت: لقد عوضك الله من كبيرة السن! قالت: فرأيته غضب غضبا شديدا، أسقطت في خلدي، وقلت في نفسي: اللهم إن أذهبت غضب رسولك عني لم أعد أذكرك بسوء مابقيت. فلما رأى النبي صلى الله عليه وسلم مالقيت، قال ((كيف قلت؟ والله لقد آمنت بي إذ كذبني الناس، وآوتني إذ رفضني الناس، ورزقت مني الولد إذ حرمتموه مني)) قالت: فغذا وراح علي بها شهرا.
Artinya; “Dari ‘Aisyah r.a. berkata, “ketika Rasulullah saw teringat Khadijah, beliau tidak bosan memuja dan memohonkan ampunan untuknya. Pada suatu hari, Nabi Muhammad menyebut nama Khadijah ra. Sampai aku cemburu, lalu aku berkata, “Sungguh Allah telah menggantikan untukmu dari “perempuan berumur itu!’ Kemudian aku melihat Rasulullah saw sangat marah sehingga aku menyesal. Aku berjanji pada diriku sendiri, “Ya Allah, jika Engkau hilangkan kemarahan utusan-Mu sebab perkataanku, maka aku tidak akan mengatakan buruk tentang Khadijah sepanjang hidupku.
Ketika mendengar apa yang aku katakan Nabi berkata “Apa yang telah kamu katakan tadi? Aku bersumpah demi Allah, sungguh Khadijah beriman kepadaku tatkala manusia menganggapku dusta, mendatangiku ketika manusia menolakku, memberikan kepadaku keturunan pada saat para wanita-wanita lain tidak memberikannya.” (HR. Thabrani)
Ucapan Sayyidah di atas pada hakikatnya menyinggung Rasulullah saw yang sangat mencintai dan menghormati Khadijah. Penyebab ketersinggungan Nabi dijelaskan dalam paragraf terakhir dari hadis di atas.
Dari kisah di atas, di antara faktor terbesar yang membuat Sayyidah Aisyah menyampaikan “komplainnya” adalah kecemburuan beliau kepada Sayyidah Khadijah. Kecemburuan ini direspon Nabi Muhammad sebagai kecemburuan berlebihan dari redaksi hadis
لقد عوضك الله من كبيرة السن
Yang kurang lebih artinya “sesungguhnya Allah telah memberi ganti untukmu dari (perempuan) yang sudah lanjut usia itu”.
Perkataan ini kemudian menjadikan Nabi Muhammad marah dan seketika menegur Aisyah untuk tidak berlebihan dalam menanggapi emosinya. Karena sebagaimana diketahui bahwa Sayyidah Khadijah lebih dari seorang pendamping dan istri. Beliau telah menemani Nabi berdakwah, mengerahkan seluruh tenaga dan materinya untuk Nabi, dan bahkan memberikan Nabi keturunan yang itu tidak dianegurehkan Allah kepada istri lainnya termasuk Sayyidah ‘Aisyah. Teguran Nabi ini secara jelas disampaikan kepada Aisyah agar tidak lagi terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Penulis melihat bahwa kecemburuan adalah hal yang wajar dan lumrah bagi setiap pasangan. Akan tetapi itu justru menjadi masalah jika kecemburuan itu sudah di luar batas kewajaran dan sampai menjelekkan atau berlanjut pada sikap-sikap yang tidak diinginkan. Metode ini sangat cocok diaplikasikan untuk kasus-kasus serius yang membutuhkan klarifikasi langsung agar prasangka pasangan bisa terpatahkan. Selain itu, teguran dilakukan apabila pasangan baik suami atau istri telah sampai pada batas kewajaran dalam merespon dan menanggapi suatu masalah.
Baik dalam bentuk nasihat atau teguran, keduanya tentu harus disampaikan di waktu yang tepat. Adakalanya secara langsung, dan adakalanya dibicarakan melalui nasihat-nasihat yang membutuhkan waktu khusus untuk membicarakan hal itu. Tentu dengan bahasa yang baik dan dapat diterima dengan lapang dada oleh kedua belah pihak. Demikianlah cara Nabi menyelesaikan masalah rumah tangga, semoga kita semua bisa mencontohnya.
Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bisshawab.