BincangMuslimah.Com – Zakiah Daradjat merupakan salah satu ulama perempuan berdarah Minang yang menjadi sorotan pada masa pemerintahan Orde Baru. Ia tidak hanya dikenal sebagai pendidik, namun juga seorang intelektual, psikolog, ulama, dan mubaligh yang aktif di ruang publik, serta menduduki posisi penting dalam pemerintahan.
Biografi, Perjalanan Intelektual dan Profesinya
Zakiah lahir di Jorong Koto Marapak, Nagari Lambah, Ampek Angkek, Agam, Sumatera Barat pada 6 November 1929, dan meninggal di Jakarta 15 Januari 2013 pada usia 83 tahun. Kedua orang tuanya, Daradjat ibn Husein bergelar Raja Ameh (Raja Emas) dan Rapiah binti Abdul Kari Mini, merupakan tokoh masyarakat yang aktif di organisasi pergerakan Islam, khususnya Muhammadiyah dan Sarekat Islam (SI). Selain lingkungan keluarga yang membentuk karakter Zakiah, pendidikan yang dienyam juga berpengaruh besar pada sudut pandang dan pola pikirnya.
Pendidikan pertama Zakiah dimulai di bangku Madrasah Diniyah di sore hari dan ini berlangsung hingga ia lulus SMA. Ia juga belajar di Standart School (SD) Muhammadiyah (1944), lalu Kulliyatul Muballighat, Padang Panjang (1947), Sekolah Asisten Apoteker/SAA (tidak tamat), dan SMA-B Bukittinggi.
Kemudian tahun 1950 melanjutkan ke Fakultas Tarbiyah PTAIN Yogyakarta (Sunan Kalijaga). Setelah memperoleh tingkat doktoral satu (BA), tahun 1956 ia melanjutkan jenjang S2 di Universitas Ains Shams, Kairo, Mesir. Dan, S3 nya juga ditempuh di universitas yang sama dengan spesialisasi bidang psikologi agama. Ia merupakan muslimah Indonesia pertama yang meraih gelar doktor di bidang psikoanalisis dari pemerintah Mesir.
Sekembalinya dari Mesir, Zakiah meniti karir di beberapa bidang. Ia berkarir di bawah naungan Departemen Agama Indonesia selama 30 tahun sejak 1964. Selain aktif di pemerintahan, beliau juga seorang pendidik yakni sebagai dosen pascasarjana IAIN Yogyakarta dan Guru Besar di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bahkan, ia juga sempat menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) periode 1995-2000.
Sebagai seorang pendidik, Zakiah memiliki perhatian khusus terhadap pendidikan Islam. Menurutnya, pendidikan Islam sangat penting, sebab mempunyai tujuan yang jelas dan tegas. Yakni, untuk membina manusia menjadi hamba Allah swt. yang saleh dengan seluruh aspek kehidupannya, yang mencakup perbuatan, pikiran dan perasaan.
Upaya Zakiah dalam Mempertahankan Eksistensi Pendidikan Islam
Dalam suksesnya integrasi pendidikan agama di sekolah umum, Zakiah Daradjat memiliki jasa yang begitu besar. Upayanya itu dimulai ketika berkembangnya wacana modernisasi madrasah pada masa pemerintahan Orde Baru, yang rencananya berada di naungan Departemen Agama (Depag).
Rencana modernisasi tersebut sebenarnya sudah dilakukan sejak pemerintahan Orde Lama. Namun, masalah pokok yang dihadapi pendidikan Islam saat itu terkait legitimasi. Pemerintah Orde Lama berkeinginan bahwa untuk urusan pendidikan sebaiknya dijadikan dalam satu naungan, yakni di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Akan tetapi, keinginan pemerintah tersebut tidak tercapai, sebab kaum muslim tetap mempertahankan eksistensi pendidikan madrasah di bawah naungan Depag.
Sekalipun demikian, pemerintah tetap memberikan perhatian khusus agar modernisasi madrasah bisa berjalan, yakni dengan menetapkan UU. No. 4 Tahun 1950 yang berkaitan dengan pengakuan lembaga pendidikan agama bahwa belajar di madrasah yang mendapatkan pengakuan dari Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar.
Kemudian, tahun 1963 Depag menyelenggarakan MWB/Madrasah Wajib Belajar selama 8 tahun dengan tujuan mencetak tenaga kerja yang siap berkontribusi di pasar kerja. Dalam perjalannya, MWB berubah menjadi kelas pembangunan menyesuaikan dengan nomenklatur Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Perubahan eksistensi itu terjadi setelah Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri yang membahas tentang kedudukan madrasah dalam sistem pendidikan nasional. Kurikulum tidak sepenuhnya berisi pendidikan agama, prosentasenya berubah menjadi 70% pelajaran umum dan 30% pelajaran agama. Ijazah madrasah juga disetarakan dengan sekolah pada umumnya. Sehingga, lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum dan sebaliknya.
Hasil keputusan SKB ini pada awalnya mendapatkan hambatan karena dianggap oleh sebagian kelompok hal itu merupakan upaya pemerintah untuk menghegemoni umat Islam dan kaderisasi Ulama. Pada momen inilah Zakiah turut andil besar dalam menangani permasalahan tersebut. Beliau terus mensosialisasikan hasil kebijakan itu keseluruh madrasah di seluruh Indonesia.
SKB Tiga Menteri merupakan pembaruan monumental. Hasil keputusan tersebut tetap dijalankan hingga kini, dan terbukti kebijakan tersebut berimplikasi pada pembenahan kurikulum di sekolah-sekolah agama, mulai dari Ibtidaiyah hingga Pendidikan Guru Agama.
Zakiyah Daradjat, selain populer sebagai ulama perempuan, ia juga berperan besar dalam mengkoordinasikan penyusunan masterplan PTAIN yang dikenal dengan Rencana Induk Pengembangan (RIP) IAIN 25 tahun, dan ini menjadi referensi bagi IAIN se-Indonesia. Selain itu, Zakiyah juga mengkoordinasikan penyusunan kurikulum dan buku pendidikan agama Islam bagi perguruan tinggi umum.Â
Dengan demikian, adanya keputusan SKB Tiga Menteri bukan hanya untuk memodernisasi pendidikan Islam saja. Namun lebih jauh dari itu, hal tersebut merupakan satu tahap menuju integrasi pendidikan Islam ke dalam sistem pendidikan nasional.
Sumber Bacaan:
Profil 200 Tokoh Aktivis & Pemuka Masyarakat Minang, 528.
Amelia Fauzia, Oman Fathurrahman, Tentang Perempuan Islam, 92-93.
Nur Hasan, Khazanah Ulama Perempuan Nusantara, 231-245.
Ahmad Rofi Usmani, Ensiklopedi Tokoh MuslimÂ
Musripah, Konsep Kesehatan Mental Zakiah Daradjat, 28.
2 Comments