BincangMuslimah.C0m- Hidayah, menurut para ulama adalah petujuk jalan dari Allah yang akan menyampaikan seseorang kepada kebenaran, keselamatan, dan kebaikan untuk dirinya. Hal ini sebagaimana dalam Alquran, Allah berfirman:
مَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى
“Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat untuk (keselamatan) dirinya sendiri, dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain.” (Q.S. al-Isra: 15)
Sebagaimana ayat di atas, terbaca bahwa hidayah akan menuntun seseorang kepada jalan kebaikan, yang meskipun bahkan dia datang dari latar belakang manapun. Adalah Durah putri Abu Lahab dan Arwa atau yang lebih dikenal Ummu Jamil. Ia lahir dan besar di tengah keluarga yang kafir dan penuh permusuhan terhadap Islam. Namun pada akhirnya ia memilih untuk mengikuti hidayah Allah, bahkan menjadi seorang yang tulus membela agama Allah.
Dari sini kita dapat memahami bahwa Islam tidak melihat kepada status keluarga seseorang, melainkan pada niat baiknya memeluk Islam, keimanan, dan amal saleh. Durrah binti Abi Lahab membuktikan bahwa setiap individu bertanggung jawab atas pilihan dan amalnya sendiri, tanpa dibebani oleh dosa orang lain, meskipun ayahnya adalah musuh besar Nabi Muhammad dan umat Islam.
Sejarah mencatat, Abu Lahab adalah oposan umat Muslim yang bahkan maqam kekafiranya telah abadi termaktub dalam surah al-Lahab. Meskipun dia merupakan keluarga dekat, yakni paman Nabi, namun dia yang paling lantang memusuhi, menentang, dan menghalang-halangi perjuangan dakwah Nabi, serta sering menindas kaum Muslimin.
Menjemput Hidayah Allah
Berbeda dengan kedua saudara lelakinya, Utbah dan Mu’attab yang baru memeluk Islam setelah penaklukan kota Mekkah, Durrah mendapat hidayah Islam jauh sebelum itu. Ia bahkan merupakan salah satu dari sahabat perempuan yang turut serta hijrah bersama Nabi saw ke Madinah.
Pengorbanan sahabat generasi awal, termasuk Durrah bin Abu Lahab memanglah sangat luar biasa. Mereka tidak hanya meninggalkan keluarga dan harta benda, tetapi juga rela menghadapi tantangan fisik dan emosional setelah memilih menerima risalah Islam, begitu juga ketika perjalanan hijrah dari Mekkah ke Madinah yang berjarak sekitar 500 km dengan cuaca yang panas di hamparan padang pasir.
Akan tetapi kehadiran Durrah binti Abi Lahab pada awalnya tidak serta-merta mendapat penerimaan oleh umat Muslim, karena orang tuanya musyrikin yang sangat menentang Nabi saw. Sebagaimana dalam Kitab al-Ishabah (8/127) Ibnu Hajar al-Asqalani menukil riwayat dari Abu Hurairah dan Ammar bin Yasir, mereka mengatakan,
“Durrah binti Abi Lahab datang ke Madinah sebagai pendatang dan tinggal di rumah Rafi bin al-Mu’alla, lalu para perempuan dari Bani Zuraiq berkata kepadanya: “Engkau adalah putri Abi Lahab, yang kepadanya Allah berfirman:
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ، مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.” (Q.S. al-Masad: 1-2)
Turunnya surah al-Masad memberi kesan jika hijrahnya Durrah terkesan sia-sia. Seperti dalam riwayat ini, beberapa di antara perempuan Bani Zuraiq berkata dengan ketus kepadanya, “Tidak bermanfaat hijrahmu ini.”
Ujian Keimanan dan Pembelaan dari Nabi Saw
Mendapat sambutan yang tidak baik, Durrah merasa tidak tahan dan ia mengadu kepada Nabi saw. Nabi menerimanya dan berkata, “Duduklah.” Kemudian beliau mengimami shalat zuhur. Setelah itu beliau duduk di mimbar dan berkhutbah,
أَيُّهَا النَّاسُ، مَالِي أُوذَى فِي أَهْلِي؟ فَوَاللَّهِ إِنَّ شَفَاعَتِي لَتُنَالُ بِقَرَابَتِي …
“Wahai kamu sekalian. Mengapa aku disakiti dengan diganggunya keluargaku? Demi Allah, sesungguhnya syafaatku akan sampai pada kerabatku. ”
Nabi Muhammad membela Durrah binti Abi Lahab di hadapan kaum muslimin dan meninggikan kedudukannya dari orang yang berbuat buruk padanya. Sehingga hal itu membuat Durrah merasa tenang dari hal-hal yang menggelisahkannya.
Kisah dari Durrah binti Abi Lahab memberikan pelajaran penting. Tentang bagaimana seseorang tidak boleh terperangkap dalam penilaian orang lain berdasarkan latar belakang atau nasab. Ia juga menunjukkan bahwa hidayah Allah adalah rahmat yang bisa diberikan kepada siapa saja, tanpa memandang latar belakangnya. Durrah adalah bukti bahwa setiap individu bertanggung jawab atas pilihannya sendiri, tanpa dibebani orang lain, sekalipun orangtuanya yang menentang keras Islam. Wallah a’lam.[]
1 Comment