BincangMuslimah.Com – Nyai Siti Zubaidah binti H. Hasanuddin merupakan penulis “Risalah Tarawih”. Ia merupakan anak pertama dari sembilan bersaudara. Ayahnya bernama Haji Hasanuddin dan ibunya bernama Hajjah Hindun. Ia lahir di Cipinang Kebembem, Jatinegara, Jakarta. Sejak kecil ia sangat rajin mengaji kitab kepada KH Abdul Hadi yang merupakan ulama Betawi di tanah kelahirannya.
Bu nyai Siti Zubaidah mempelajari nahwu shorof, aqidah, akhlak, dan fiqih. Ia mempelajarinya sejak usia dini hingga menikah dengan KH Hasbiyallah. Suaminya merupakan pendiri perguruan Islam Al-Wathoniyah di usianya yang ke 21 tahun. Dari pernikahannya tersebut, Siti Zubaidah dan KH Hasbiyallah dikaruniai dua orang anak. Putri sulungnya bernama Hj Hilmah dan putra bungsunya bernama H Saifullah Hasbiyallah.
Sejak menikah, ia melanjutkan mengaji kitab kuning kepada suaminya hingga mengkhatamkannya. Tak heran jika ia sangat paham tentang isi Kitab Alfiyah Syarah Ibnu Malik, Bulughul Maram, dan Ihya `Ulumuddin. Pada tahun 1973 ia melaksanakan ibadah haji pertamanya. Kemudian melaksanakan ibadah haji berikutnya di tahun 1978, 1994, 1995, dan 1996. Intensitasnya untuk pergi haji didasarkan pada layanan bimbingan haji yang dipimpinnya pada tahun 1994. Hingga pada tahun 1996 bimbingan hajinya telah berbadan hukum yayasan dengan nama KBIH Al-Istiqomah Az-Zubaidiyah.
Hj. Siti Zubaidah giat dalam menyebarkan ilmu agama Islam melalui pembelajaran. Hal ini dibuktikan dengan kesibukannya mengajar di dua puluh dua majelis taklim ibu-ibu setiap bulannya. Majelis taklimnya tersebar di sekitar Klender, Tanah Koja, Kampung Bulak, Kampung Sumur, Rawa Badung, Kampung Jati, Cipinang, dan Pulo Kambing. Tak hanya itu, Hj Siti Zubaidah pun juga menjadi guru tetap di majelis taklim ibu-ibu di Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, serta mengasuh pondok pesantren putri Al-Banat Al Wathoniyah.
Di samping menyiarkan ajaran Islam melalui pembelajaran, istri dari KH Hasbiyallah ini pun menyiarkannya melalui sebuah karya risalah yang ditulisnya dalam aksara Arab Melayu dengan judul “Kayfiyah Sembahyang Tarawih dan Shalat Al-‘Idain”. Motivasinya dalam menulis risalah Kayfiyah Sembahyang Tarawih dan Shalat Al-‘Idain ini adalah untuk membantu suaminya dalam mencarikan dana ketika pondok pesantren putri Al-Banatul Wathoniyah dalam proses pembangunan. Selain itu, beliau juga merasakan adanya dorongan hati untuk menyusun sebuah risalah tentang kayfiyat tarawih agar kaum muslimin dan muslimat menjadi tertib beribadah serta semangat dalam mengerjakan ibadah shalat tarawih.
Nyai Siti Zubaidah dalam mengarang kitab “Risalah Tarawih” ini masih mengaitkannya atau merujuk pada kitab Kasyfut Tabarih fi ‘Adad Rakaat Tarawih yang dikarang oleh ulama Nusantara asal Senori, Tuban (Jawa Timur), yakni KH. Abdul Fadhal b. Abdul Syakur. Kitab Kasyfut Tabarih ditulis dalam bahasa Arab dan menjelaskan jumlah bilangan shalat tarawih, yaitu 20 (dua puluh) rakaat, ditambah witir tiga rakaat. Terkait jumlah rakaat tarawih, Nyai Hj. Zubaidah Hasbiyallah, mengikuti pendapat ulama jumhur Ahlussunnah wal Jama’ah di Nusantara dan dunia Islam pada masa itu, yaitu sebanyak 20 (dua puluh) rakaat, dengan sepuluh salam, lalu ditambah 3 (tiga) rakaat Shalat Witir dengan dua salam.
Beginilah cerita singkat Nyai Siti Zubaidah dalam menulis “Risalah Tarawih”. Kitab ini ditulis dalam bahasa Melayu-Indonesia aksara Arab. Sesuai dengan judulnya, kitab ini berisi tuntunan melakukan Salat Tarawih sebanyak 20 rakaat secara terperinci, mulai dari niat salat, bacaan yang harus dibaca ketika salat, bacaan yang harus dibaca di sela-sela pergantian salat, hingga do’a yang dibaca setelah selesai rakaat ke-20 dan setelah selesai Salat Witir.
5 Comments