BincangMuslimah.Com- KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) dalam satu kesempatan pernah menerangkan bahwa perempuan memiliki jasa besar yang tak terelakkan dalam sejarah peradaban Islam. Sejak awal Islam ada, perempuan telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam berbagai aspek.
Sayyidah Khadijah binti Khuwailid, istri pertama Nabi Muhammad misalnya. Sejarah mencatatnya sebagai seorang perempuan yang memiliki peran luar biasa, sebagai pendukung setia Nabi saw. baik segi materi maupun emosional, dan yang tidak terlupakan juga dari sisi intelektual, yakni pengetahuannya tentang bukti-bukti kenabian yang Nabi Muhammad sendiri bahkan tidak memahaminya.
Lebih jauh Gus Baha menyampaikan, andaikan sejarah mencatat tentang siapa orang pertama yang beriman, secara mutlak tidak melihat kelompok dan golongan pasti yang muncul adalah nama perempuan, yakni Sayyidah Khadijah al-Kubra. “Kata para Ulama andaikan tarikh menulis awwalu man amana mutlaqan itu yang menang Sayyidah Khadijah, bukan Sayyiduna Abi Bakar ash-Shidiq. Inilah keunggulan perempuan.” jelas Gus Baha.
Pengetahuan Sayyidah Khadijah Tentang Kenabian
Sebelum menikah dengan Nabi Muhammad, Sayyidah Khadijah sebagai seorang perempuan yang terkenal kecerdasan dan kepandaiannya, ia banyak mempelajari tanda-tanda kenabian dari kitab-kitab samawi sebelumnya di mana pamannya sendiri yang mendokumentasikannya, Waraqah bin Naufal. Ketika Sayyidah Khadijah mengenal Nabi Muhammad dan menjadi salah satu dari mitra dagangnya, beliau merasa bahwa semua alamat kenabian ada pada diri Nabi saw.
Gus Baha menceritakan kisah Sayyidah Khadijah yang mengetahui kriteria calon nabi, di antaranya diperlakukan khusus oleh alam. Untuk memperkuat prasangkanya tersebut, apakah benar atau tidak. Sayyidah Khadijah kemudian memerintahkan pembantunya, Maisarah untuk mengawal perjalanan Nabi ke Negeri Syam. Benar saja, Maisarah melaporkan bahwa semua kriteria kenabian ternyata ada pada diri Nabi Muhammad.
Singkat cerita Sayyidah Khadijah yakin, kemudian beliau memberanikan diri melamar Nabi. “Sayyidah Khadijah lama belajar kepada Waraqah bin Naufal, jadi pengetahuan beliau melampaui batas umurnya. Khadijah menikahi Nabi Muhammad berdasarkan referensi dan ketika yakin Nabi Muhammad adalah seorang Nabi. Beliau punya cara keyakinan sendiri,” jelas Gus Baha.
Akhirnya terjadilah pernikahan di antara keduanya, kala itu Nabi Muhammad berusia 25 tahun, sedangkan Sayyidah Khadijah 40 tahun. Setelah lima belas tahun menikah, alamat kenabian malah tidak muncul lagi. Namun ketika usia Nabi Muhammad telah mencapai umur 40 tahun, beliau saw. baru mendapat wahyu. Sebagai istri dan orang terdekat Nabi, Sayyidah Khadijah adalah orang pertama yang diceritakan peristiwa tersebut.
Dalam suatu kesempatan, Sayyidah Khadijah berkata, “Wahai suamiku, kalau teman kamu Jibril datang, bilang ke saya.” Saat malaikat Jibril datang, beliau membuka auratnya dan bertanya, “Sekarang, apakah engkau masih melihatnya?” Nabi menjawab, “Tidak, … dia pergi.”
Gus Baha menerangkan bahwa Sayyidah Khadijah pun berkeyakinan sesuai dengan dokumen yang beliau baca, bahwa yang datang benar malaikat karena salah satu cirinya adalah lari ketika melihat aurat perempuan. Nabi Muhammad saat itu tidak tahu bahwa Sayyidah Khadijah sedang mengetesnya. Ini menjadi bukti akurat kalau seorang Nabi al-Ummi, definisi-definisi kenabian semua orang tahu, tetapi Nabi Muhammad tidak tahu.
Gus Baha menambahkan, dari sekian kriteria kenabian yang tertulis di buku, hanya perempuan yang memiliki kriteria tersebut dan peneliti laki-laki tidak mempunyai dokumen tersebut.
Dokumentasi Hukum Fiqih, Berkat Ummahat al-Mukminin
Dokumentasi semua hukum fiqhiyah terutama yang masalah perempuan adalah berkah dari para istri Nabi Muhammad. Mereka tidak hanya menjadi saksi kehidupan Nabi, tetapi juga berperan aktif dalam menyampaikan dan meneruskan ajaran Islam. Sehingga, hukum Islam yang kita ketahui hingga masa ini tidak akan ada, jika tidak karena berkah perempuan.
Seperti yang Gus Baha sampaikan, yakni riwayat dari Sayyidah Aisyah, ketika beliau menjelaskan kepada umat akan sangat detail. “Kuntu ufarriqu maniya min tsaubi Rasulullah wa shalla fiihi”. Nabi itu kalau habis junub, tidak perlu membasuh apabila ada mani yang tercecer di sarungnya. Cukup ufarriq (dikerok). Kemudian Nabi salat dengan baju itu. Sehingga terjadilah ijtihad Imam Syafi’i, bahwa mani itu suci.
Nabi Muhammad ketika memiliki banyak masalah sering gelisah dan keluar-masuk rumah, namun ketika suara adzan berkumandang Nabi menjadi senang. “Ini istrinya tahu kalau hiburan Nabi bukan istri-istrinya tetapi dengan salat. Itulah kesaksian perempuan dan cerita unik ini harus di kaji.” Terang Gus Baha.
Riwayat lain datang dari Sayyidah Zainab. Gus Baha mengisahkan, “Setelah Nabi wafat, beliau rutin dzikir di masjid karena kenangannya kepada Nabi. Beliau bekerja sebagai penenun, kemudian uangnya disumbangkan. Ketika ditanya mengapa sering sedekah, jawabanya: Nabi saw. pernah berkata siapa yang ingin cepat menyusul saya, ialah orang yang banyak sedekah.”
Kontribusi perempuan dalam mendokumentasikan dan menyebarkan ajaran tersebut tidak hanya memperkaya pemahaman umat tentang posisi perempuan dalam Islam, tetapi juga menunjukkan bahwa perempuan memiliki peran penting dalam pengembangan hukum dan etika dalam Islam. “Saya pun begini karena barokahnya ibu sebagai madrasah pertama,” pungkas Gus Baha. Wallah a’lam.[]