BincangMuslimah.Com– Baru-baru ini, video viral pendakwah; Elham Yahya yang mencium anak-anak di atas panggung membuka satu pertanyaan penting. Apakah kita sudah cukup memberi pemahaman pada anak tentang private parts dan pelecehan seksual?
Kasus child grooming (memanipulasi anak) yang menyeret namanya menjadi peringatan keras bagi semua masyarakat; khususnya orang tua. Bahwa pelecehan seksual tidak selalu terjadi di ruang gelap atau tempat sunyi. Hal itu bisa hadir di panggung dakwah, tempat ramai dan terbuka yang harusnya menjadi forum keilmuan.
Sangat miris, kejadian ini justru terjadi di ruang publik yang seharusnya aman bagi anak-anak; bahkan menjadi tontonan orang dewasa dewasa.
Edukasi Private Parts Sejak Dini Bukan Hal Tabu
Seorang anak; baik laki-laki maupun perempuan, berhak merasa aman dan memiliki kendali atas tubuhnya sendiri. Meskipun terlihat tidak ada ancaman pelecehan seksual, tapi pengetahuan seksual, orang tua harus menanamkan pengetahuan ini sejak dini.
Tetapi di Indonesia, edukasi “private parts” atau bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain seolah masih hal tabu. Orang tua sering kali menunda, bingung, atau takut anak terlalu cepat tahu hal-hal dewasa. Nah, ternyata di situlah awal masalahnya. Edukasi mengenai private parts adalah langkah pencegahan paling dasar terhadap pelecehan seksual.
Sederhananya, private parts adalah bagian tubuh yang bersifat pribadi. Biasanya bagian tersebut tertutup pakaian dalam (underwear) sehingga tidak ada yang boleh menyentuh, melihat, atau memfoto bagian tersebut tanpa izin. Termasuk juga bagian tubuh lain yang membuat anak tidak nyaman ketika terekspos, contohnya bibir dan wajah.
Anak perlu tahu bahwa ada area tubuh yang hanya diri sendiri lah yang boleh menyentuhnya, orang lain tidak boleh. Kecuali dalam kondisi khusus misalnya perawatan luka atau orang tua memandikan saat masih kecil.
Idealnya orang tua mulai mengajarkan underwear rule atau masalah private parts sejak usia 3 atau 4 tahun. Mengajarkan dengan menggunakan istilah yang benar, jelas, dan tidak membingungkan. Orang tua perlu mengajarkan pada anak bahwa perlakuan mencium, memeluk, atau menyentuh tanpa izin bukanlah bentuk kasih sayang. Hal itu adalah sebuah pelanggaran.
Dengan begitu, anak akan menghafal, memahami dan tertanam dalam dirinya untuk berani bersikap jika ada orang yang melanggar batas. Perlu ketegasan dari orang tua untuk menanamkan keberanian untuk berkata ‘tidak’.
Bagian paling pentingnya adalah, edukasi ini bukan hanya penting menjaga anak agar tidak menjadi korban, tapi juga mengajarkan anak agar tidak menjadi pelaku pelecehan seksual.
Orang Dewasa Seharusnya Menjaga, Bukan Menganggap Bercanda
Anak-anak yang memang masih dalam proses belajar sangat bergantung pada apa yang orang dewasa ajarkan. Bisa dari orang tua, guru, atau siapapun di sekitarnya. Ketidaktahuan anak kecil tentang batasan tubuh, bukanlah celah bagi orang dewasa untuk memanfaatkannya.
Dalam Islam, orang tua memiliki kewajiban untuk menjaga anak dan memiliki kekhawatiran atas kesejahteraannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah pada Qs. An Nisa ayat 9 :
وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوْا عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir (terhadap kesejahteraannya). Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan berbicara dengan tutur kata yang benar”
Menjaga anak bisa berupa menjaga dari lemah fisik, finansial, moral, hingga intelektual. Mengajarkan terkait batasan tubuh merupakan salah implementasi dari menjaga anak dari lemahnya pengetahuan. Hal ini menunjukkan upaya hifz nasl dalam maqashid syari’ah.
Kasus pendakwah Elham Yahya seharusnya menunjukkan pentingnya peran orang tua untuk menerapkan batasan sejak dini. Lebih jauh, secara moral, menjaga anak-anak adalah kewajiban setiap orang dewasa.
Mirisnya Panggung Dakwah Jika Mengesampingkan Adab
Kita sama-sama tahu bahwa adab selalu berkesinambungan dengan ilmu; bahkan masyarakat luar menganggap adab berada pada posisi lebih tinggi dari ilmu. Satu hal yang membuat saya sangat miris adalah panggung dakwah yang seharusnya menjadi wadah orang berilmu menyebarkan ilmunya tidak diimbangi dengan adab yang islami.
Kasus Pendakwah Elham Yahya yang ramai akhir-akhir ini menjadi contoh nyata betapa relasi kuasa dapat membuat child grooming seolah tindakan kasih sayang. Tindakannya mencium anak di depan publik terlihat seolah “sayang murid”, padahal mengandung unsur pelecehan yang serius.
Sebenarnya kasus pelecehan yang bermula dari relasi kuasa sangat rawan dan banyak terjadi. Grooming sering kali dilakukan dengan cara halus; membangun keakraban, memberi perhatian, hadiah atau sentuhan. Sehingga korban (anak) tanpa sadar membuka ruang untuk pelaku menyentuhnya dan melanggar batasan.
Pelaku grooming yang mengandalkan relasi kuasa biasanya memang sosok yang lebih tua, lebih tinggi kedudukannya, lebih kaya, lebih disegani, sehingga membuat korban cenderung takut dan memilih diam.
Oleh sebab itu, bukan hanya anak-anak atau perempuan yang wajib mengerti edukasi anggota tubuh pribadi dan tindak pelecehan seksual. Melainkan juga kepada seluruh masyarakat agar lebih peka dan berani menegur tindakan yang melewati batas, siapapun pelakunya.
Rekomendasi