BincangMuslimah.Com – Untuk mempertahankan nilai manusia sebagai makhluk yang berkedudukan mulia, ajaran Islam memberikan pedoman-pedoman tentang pendidikan seks. Meski pedoman yang ada belum mencapai detail seperti yang ada dalam dunia seksologi sekarang, pedoman-pedoman tersebut menjadi materi pendidikan seks dalam Islam.
Buku Islam dan Pendidikan Seks Anak (1991) karya Ayip Syafruddin menerangkan bahwa pendidikan seks tidak bisa berdiri sendiri, tapi berkaitan erat dengan pendidikan-pendidikan yang lain. Pendidikan yang lainnya adalah pendidikan akidah, akhlak dan ibadah.
Dalam Islam, pendidikan seks adalah bagian dari pendidikan akhlak, dan perilaku seksual yang sehat adalah buah dari kemuliaan akhlak. Maka, mengajarkan pendidikan seks pun harus berpedoman pada tuntutan Allah Swt. dan berpedoman kepada sunnah Nabi Muhammad Saw.
Hubungan pendidikan ibadah dengan pendidikan seks adalah untuk memberikan pedoman bagi perilaku-perilaku yang dibolehkan dan dilarang. Pada prinsipnya, ibadah adalah manifestasi ketaatan manusia kepada Allah Swt. dengan menjalankan syari’at untuk mencapai keridhoan-Nya.
Maka dari itu, pendidikan seksual tanpa bekal pendidikan ibadah akan menjadi pincang. Sebab, pendidikan ibadah akan mengetahui hak-hak Allah Swt., Rasulullah Saw. dan sesama manusia.
Lantas, bagaimana fase persiapan pendidikan seks untuk anak? Memulai persiapan sudah harus sejak anak-anak belum baligh. Berikut beberapa cara mempersiapkan Pendidikan seks untuk anak sesuai dengan ketentuan Islam:
Pertama, pemisahan tempat tidur anak.
Pemisahan tempat tidur adalah pendidikan seks yang tidak langsung bagi anak, tapi sangat berpengaruh pada keberhasilan pendidikan seks yang sebenarnya. Dalam hal pemisahan tempat tidur anak dari orang tuanya ini agar anak terjauh dari tempat yang di dalamnya melakukan aktivitas seksual.
Pemisahan tempat tidur anak laki-laki dengan anak perempuan juga bisa menghindari anak dari sentuhan-sentuhan badan yang dapat menimbulkan rangsangan seksual yang berbahaya. Anak juga wajib diberi pengetahuan tentang kesadaran bahwa antara laki-laki dengan perempuan secara biologis memang berbeda. Masing-masing anak harus dilatih untuk menghindari hal-hal negatif akibat perbedaan yang ada.
Kedua, isti’dzân atau meminta izin.
Syariat Islam saat menekankan isti’dzân atau meminta ijin sejak usia kanak-kanak. Izin adalah pendahuluan bagi kaidah kesopanan. Anjuran isti’dzân dilakukan dalam bentuk permintaan izin bagi anak-anak yang belum baligh. Hal ini bisa berbentuk pemberian toleransi untuk memasuki kamar kedua orang tuanya kecuali pada tiga waktu yakni sebelum shalat subuh, pada saat tengah hari, dan setelah isya.
Pengaturan ini bertujuan agar anak mengetahui hukum-hukum tentang aurat, hubungan seksual dan keadaan orang lain. Pada fase ini, penekanannya meminta izin ada pada tiga waktu. Saat anak sudah memasuki usia baligh, isti’dzân akan berlaku untuk semua waktu.
Hukum isti’dzân ini memiliki hikmah yang luar biasa sebab pemandangan saat orang tua sedang berhubungan badan, jika terlihat oleh anak-anak yang memasuki usia baligh akan sangat membekas dalam pikiran anak, dan akan sangat mempengaruhi perkembangan psikologisnya.
Ketiga, thahârah atau bersuci.
Anak yang sudah mendapatkan pengetahuan tentang menstruasi dan mimpi basah tidak akan panik jika tiba saatnya mengalami sendiri. Mereka akan menghadapinya dengan tenang. Selain itu, mereka pun menjadi tahu dan paham bagaimana cara mensucikan diri dan apa saja ibadah-ibadah yang haram pada saat sebelum bersuci.
Islam tidak melarang orang tua untuk mengawasi perubahan psikologi dan seksual yang terjadi pada anak-anaknya. Para orang tua bisa membantu mendidik mereka dengan tenang dan alami. Cara mendidik bisa menyesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing.
Jika suara anak laki-laki mulai berubah menjadi serak parau, dan suara anak perempuan berubah menjadi merdu, maka orang tua seharusnya sudah mengetahui bahwa anak-anak mereka telah meninggalkan masa kanak-kanaknya dan memasuki masa baligh.
Pada saat itulah orang tua mestinya mulai membisikkan di telinga anak-anaknya baik laki-laki dan perempuan, kalimat-kalimat yang matang dan membimbing mereka ke arah yang benar. Seiring dengan tumbuhnya pemahaman dan kematangan akal pada anak-anak, maka secara berangsur-angsur mereka akan mempelajari hukum-hukum baru yang sesuai dengan tingkat kematangan mereka.
Tiga cara tersebut Insya Allah efektif dalam mempersiapkan pendidikan seks untuk anak yang sesuai dengan ajaran Islam dan sebagai bekal untuk pendidikan seks pada saat anak sudah menginjak usia baligh.[]