BincangMuslimah.Com – Keluarga Berencana (KB) Vasektomi menjadi perbincangan hangat di atmosfer sosial masyarakat karena program yang digaungkan oleh Gubernur Jawa Barat. Melansir dari laman CNN, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengusulkan syarat vasektomi bagi para suami. Hal ini sebagai syarat agar keluarganya bisa menerima bantuan sosial (bansos) hingga beasiswa bagi anaknya kelak.
Melalui laman Kompas.com, Dedi mengusulkan inisiatif ini dengan menambahkan konotasi pembelaannya terhadap perempuan. Agar beban reproduksi tidak selalu mengarah kepada perempuan, laki-laki perlu terlibat dalam upaya penyejahteraan keluarga dan penurunan angka kelahiran di Indonesia.
Meski bukan hal baru, namun hal ini masih menimbulkan pro-kontra terutama pada masyarakat Jabar. Sebagian mendukung dan sebagian lagi mengkritik kebijakan ini karena dinilai akan menyusutkan populasi generasi muda yang akan menjadi tonggak emas bagi perkembangan negara.
Pro-Kontra Seputar KB Vasektomi
Vasektomi dalam terminologi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dikenal dengan istilah MOP (Medis Operasi Pria). Merupakan tindakan memotong dan mengikat saluran spermatozoa (vas deferens), agar menghentikan aliran sperma pada air mani.
Mengutip dari laman Arizona State University, vasektomi mulai menjadi prosedur kotrasepsi pada tahun 1890-an di Barat. Di Indonesia sendiri, vasektomi masih mendatangkan pro-kontra karena memiliki dua sisi berlawanan. Yakni menjadi antisipasi adanya kehamilan (sebagai upaya pengendalian kuantitas penduduk), namun juga mendatangkan kecemasan lain bagi kemampuan fungsi reproduksi laki-laki.
Namun melalui laman BBC, Nur Rosyid, seorang Dokter spesialis urologi menegaskan bahwa vasektomi menjadi solusi minim resiko bagi “pasangan yang memutuskan berhenti memiliki anak”. Beliau juga menekankan adanya kesalahpahaman perihal mitos yang berkembang. Bahwa vasektomi menyebabkan kanker prostat, disfungsi ereksi hingga ejakulasi dini.
Meski masih terdapat kelemahan di dalamnya seperti kemungkinan komplikasi ringan, adanya pembedahan, menunggu beberapa waktu hingga sel mani negatif dan kurangnya perlindungan dari penyakit menular seksual dan infeksi. Namun, vasektomi merupakan cara efektif bagi laki-laki, untuk turut menyejahterakan perencanaan keluarga yang ideal di Indonesia. Karena minim efek samping dan kegagalan kecil hingga jangka panjang.
Lalu bagaimana Islam memandang problematika ini?
Hukum KB Vasektomi dalam Islam
Islam tidak akan melarang aktifitas umatnya selagi tidak ada illat dan perkara yang membahayakan. Sebagaimana polemik vasektomi ini yang perlu ditinjau dari sudut pandang dan urgensi penggunaannya agar mampu dipahami dengan baik oleh masyarakat.
Hal ini pula yang dipertimbangkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam merilis fatwa perihal vasektomi. Pada tahun 1979, MUI memfatwakan vasektomi/tubektomi hukumnya haram, karena terdapat unsur pemandulan (ta’qim) atau masuk ranah memutus keturunan, yang dilarang oleh agama. Dan Indonesia pun belum memiliki formula untuk dapat memulihkannya kembali seperti di Barat.
Hal ini menyalahi syariat karena menimbulkan mudarat pada fungsi reproduksi laki-laki. Terutama bertentangan dengan salah satu poin dalam maqasid syari’ah, yakni Hifdz An-nasl (menjaga keturunan). Sebagaimana pula firman Allah SWT surat Al-isra’ ayat 31:
وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَوْلَٰدَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَٰقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْـًٔا كَبِيرًا
“Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kami lah yang memberi rezeki kepada mereka dan (juga) kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka itu adalah suatu dosa yang besar.” (Al-isra’:31)
Vasektomi juga dapat menjadi makruh jika hanya bertujuan untuk mengatur jarak kelahiran anak atau perencanaan yang tidak ada unsur mendesak di dalamnya. Sebagaimana tercantum dalam kitab Hasyiyah al-Baijuri ‘ala Fathul Qarib halaman 95:
وكذلك استعمال المرأة الشيء الذي يبطىء الحبل او يقطعه من اصله فيكره فى الاول و يحرم في الثاني
Artinya, “Penggunaan sesuatu atau obat-obatan pada wanita yang bertujuan untuk memperlambat kehamilan atau memutuskannya secara permanen, maka dalam kasus yang pertama dimakruhkan dan haram hukumnya untuk kasus yang kedua.”
Kemudian seiring perkembangan teknologi, Indonesia menghadirkan sarana agar vasektomi tidak berlaku permanen dan dapat kembali ke fungsi semula. Yakni dengan adanya “rekanalisasi” (penyambungan kembali saluran spermatozoa).
Vasektomi Menurut Fatwa MUI
Kemudian problematika ini menjadi pembahasan berkala di meja Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia. Melalui perumusannya, para ulama sempat mempertahankan keharaman vasektomi. MUI kemudian merilis kembali fatwa yang mengarah kepada kebolehan vasektomi dengan beberapa ketentuan dan rekomendasi, yakni:
- Tidak untuk tujuan menyalahi syariat
- Tidak menimbulkan mudarat (bahaya)
- Tidak menimbulkan kemandulan permanen atau dapat direkanalisasi
- Adanya kondisi mendesak atau penting (dlarurah atau hajah)
- Sebaiknya tidak mengkampanyekan secara umum, tepat penggunaan dan targetnya (pasangan suami istri yang membutuhkan) serta sosialisasi secara baik perihal manfaat, bahaya, hingga biaya praktek rekanalisasi bagi pasangan yang membutuhkan.
Melansir dari NU Online, pada 2013 Aminuddin Ya’kub, Sekretaris Komisi Fatwa MUI menyatakan bahwa vasektomi halal bagi pria jika memang dapat disambung kembali (rekanalisasi) dan jika menginginkan untuk memiliki anak kembali. Hal ini juga sebagai upaya mendukung keadilan gender dalam program keluarga prasejahtera.
Jadi, KB vasektomi bisa menjadi baik maupun buruk dalam kondisi dan situasi yang berbeda. Seperti dalam konteks yang ramai ini, meski niat dari Pak Gubernur memang baik, beberapa pengamat ekonomi menyatakan bahwa KB vasektomi menjadi kurang tepat jika menjadi syarat penerima bantuan sosial. Karena hal ini akan menimbulkan persepsi yang mengarah pada “tuntutan” bukan lagi “kebutuhan”, hingga berujung pada keterpaksaan.
Sedangkan kedudukannya dari beberapa arah sudut pandang (agama, kesehatan, dan sebagai program pemerintah), vasektomi merupakan satu dari beberapa jenis dan cara penyejahteraan keluarga. Yang mana menjadi rekomendasi bagi pasangan yang memutuskan untuk “berhenti memiliki anak”. Tentunya dengan pemahaman yang baik dan prosedur yang sesuai dengan ketiga sudut pandang di atas.
Semoga Bermanfaat.
Rekomendasi

30 Comments