Ikuti Kami

Kajian

Sisi Lain Kotoran Hewan Ternak

BincangMuslimah.Com –  Kotoran hewan bagi peternak merupakan salah satu hal yang tak bisa terhindarkan. Sampai-sampai, ada beberapa peternak yang memiliki pakaian khusus yang mereka gunakan saat beraktivitas di dalam kandang.

Hal ini tidak lain dan tidak bukan agar mereka bisa yakin tidak ada najis di pakaian mereka supaya bisa beribadah dengan mantap. Jika menelisik lebih lanjut, sebenarnya dalam permasalahan kotoran hewan ternak, ulama memiliki sudut pandang yang berbeda-beda atas status kenajisannya.

Penasaran? Simak penjelasan berikut!

Definisi Najis

Dalam kitab beliau, Imam Ibnu Qosim menjelaskan pengertian najis menggunakan ta’rif bil had. Mendefinisikan dengan memberikan batasan yang jelas dan membedakannya dari istilah lain yang serupa.

“وَالنَّجَاسَةُ لُغَةً الشَّيْءُ المُسْتَقْذَرُ، وَشَرْعًا كُلُّ عَيْنٍ حَرُمَ تَنَاوُلُهَا عَلَى الْإِطْلَاقِ حَالَةَ الْاِخْتِيَارِ مَعَ سُهُوْلَةِ التَّمْيِيْزِ، لَا لِحُرْمَتِهَا وَلَا لِاسْتِقْذَارِهَا وَلَا لِضَرَرِهَا فِيْ بَدَنٍ أَوْ عَقْلٍ”

Artinya: Najis secara bahasa berarti sesuatu yang menjijikkan, sedangkan menurut syariat, najis adalah setiap perkara yang haram untuk dikonsumsi secara mutlak dalam kondisi normal beserta mudahnya dibedakan, bukan karena kemuliaannya, menjijikkannya dan bukan pula karena membahayakannya najis terhadap badan atau akal. Fath Al-Qorib, halaman 55”

Berbeda dengan Imam Ibnu Qosim, Imam Nawawi mendefinisikan najis menggunakan ta’rif bi ar-rasm (mendefinisikan dengan langsung memberikan contohnya).

“النَّجَاسَةُ هِيَ كُلُّ مُسْكِرٍ مَائِعٍ وكَلْبٌ وَخِنْزِيْرٌ وَفَرْعُهُمَا وَمَيْتَةُ غَيْرِ الآدَمِيِّ وَالسَّمَكُ والجَرَادُ وَدَمٌّ وقَيْحٌ وَقَيْءٌ وَرَوْثٌ وَبَوْلٌ وَمَذِيٌ وَوَدِيٌ وَكَذَا مَنِيُ غَيْرِ الآدَمَيِّ فِيْ الأَصَحِّ”

Artinya: Najis adalah setiap perkara cair yang memabukkan, anjing, babi, anak turun dari keduanya, bangkai yang berasal dari selain manusia, belalang dan ikan, darah, nanah, mutah, tinja, air seni, mazi, wadi, dan juga mani yang berasal dari selain manusia menurut pendapat al-ashoh. “Al-Minhaj, halaman 15”

Baca Juga:  Benarkah Perintah Taat Hanya Berlaku bagi Istri?

Dari definisi dalam penjelasan Imam Nawawi, menyebutkan dengan jelas bahwa tinja merupakan benda najis. Beliau tidak menyinggung sedikitpun maksud dari tinja yang bagaimana dan berasal dari mana, dalam arti semua tinja menurut beliau adalah najis.

Pendapat yang Menyatakan Suci

Dalam pendapat ini, tidak menganggap semua tinja suci. Status suci hanya berlaku ketika tinja tersebut berasal dari hewan yang dagingnya bahan konsumsi. Imam Zainuddin Al-Malibari menjelaskan hal ini dengan singkat di dalam kitabnya.

“قَالَ الأُصْطُخْرِيْ وَالرُّوْيَانِيْ مِنْ أَئِمَتِنَا كَمَالِكٍ وَأَحْمَدَ: إِنَّهُمَا طَاهِرَانِ مِنَ الْمَأكُوْلِ”

Artinya: Imam Al-Ustukhri dan Imam Ar-Ruwiyani yang merupakan imam kita (mazhab Syafi’i) berpendapat seperti halnya Imam Malik dan Imam Ahmad bahwasanya air seni dan tinja itu hukumnya suci jika berasal dari hewan yang bisa dimakan dagingnya. Fath Al-Mu’in, halaman 71”

Imam Zainuddin Al-Munajja (ulama mazhab Hambali) menjelaskan dalil dari pendapat di atas. Dalam permasalahan air seni, menggunakan dalil dari sebuah hadis tentang perintah Nabi kepada kaum Uraniyyin untuk meminum air seni unta. Sedangkan untuk tinja, menggunakan dalil hadis yang berisi tentang Nabi pernah salat di kandang kambing.

“أَمَّا كَوْنُ بَوْلِ مَا يُؤْكَلُ لَحْمُهُ طَاهِرًا عَلَى الْمَذْهَبِ فَـ «لِأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ العُرَنِيّين بِشُرْبِ أَبْوَالِ الإِبِلِ» وَلَوْ كَانَتْ نَجَسَةً لَما أَمَرَ بِشُرْبِهَا”

Artinya: Dasar kesucian air seni hewan yang bisa dimakan dagingnya adalah hadis yang berbunyi “sesungguhnya Nabi memerintah kaum Uraniyyin meminum air kencing unta. Seandainya air kencing itu hukumnya najis, niscaya nabi tidak akan memerintahkan hal itu.”

“وَأَمَّا كَوْنُ رُوْثِهِ طَاهِرًا عَلَى الْمَذْهَبِ فَـ «لِأَنَّهُ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلِّمَ كَانَ يُصَلِّيْ فِيْ مَرَابِضِ الْغَنَمِ» قَبْلَ المَسْجِدِ”

Baca Juga:  Makna Rukshah dan Praktiknya dalam Ibadah

Artinya: Ada pun dasar kesucian tinja hewan yang bisa dimakan dibuktikan dengan Nabi pernah salat di kandang kambing sebelum beliau melakukan salatnya di masjid. Al-Mumtani’ fi syarhi Al-Muqni’, juz 1 halaman 226-227”

Dari keterangan tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa kotoran yang berasal dari hewan ternak maupun bukan, hukumnya suci. Selagi kotoran tersebut keluar dari hewan yang bisa dagingnya untuk konsumsi.

Dengan demikian, dapat menggunakan pendapat ini pada kotoran ayam. Seandainya kita hidup di desa, yang mana ayam sering berkeliaran dan membuang kotoran seenaknya. Maka tidak perlu membersihkannya setiap hari

Oleh: Siti Sariroh

Rekomendasi

Ditulis oleh

Komentari

Komentari

Terbaru

Bagaimana Hukum Tanam Rambut dalam Islam?

Kajian

Hukum Merayakan Maulid di Luar Tanggal 12 Rabiul Awal

Kajian

Makna Kelapangan Dada Nabi Muhammad dalam Surah Al-Insyirah

Kajian

Kisah Rasulullah Memuliakan Perempuan

Khazanah

Membentuk Karakter Qur’ani Terhadap Anak Sejak Dini

Keluarga

Maulid Nabi sebagai Momentum Mewujudkan Warisan Keadilan

Khazanah

Hukum Jual Beli ASI

Kajian

imamghazali.org imamghazali.org

Qasidah Imam Busyiri, Bentuk Cinta Kepada Nabi

Khazanah

Trending

Hukum Masturbasi dalam Islam Hukum Masturbasi dalam Islam

Hukum Menghisap Kemaluan Suami

Kajian

doa baru masuk islam doa baru masuk islam

Doa yang Diajarkan Rasulullah pada Seseorang yang Baru Masuk Islam

Ibadah

Doa Nabi Adam dan Siti Hawa saat Meminta Ampunan kepada Allah

Ibadah

Doa menyembelih hewan akikah Doa menyembelih hewan akikah

Doa yang Diucapkan Ketika Menyembelih Hewan Akikah

Ibadah

Murtadha Muthahhari: Perempuan Butuh Kesetaraan, Bukan Keseragaman

Kajian

Mengeraskan Bacaan Niat Puasa Mengeraskan Bacaan Niat Puasa

Doa Qunut: Bacaan dan Waktu Pelaksanaannya

Ibadah

Khalil Gibran dan Cintanya yang Abadi

Diari

mona haedari pernikahan anak kdrt mona haedari pernikahan anak kdrt

Suami Boleh Saja Memukul Istri, Tapi Perhatikan Syaratnya!

Kajian

Connect