BincangMuslimah.Com – Bagaimana persamaan perempuan dan laki-laki dalam Islam? Prinsip persamaan tersebut ada dalam ajaran Islam yakni dalam prinsip egalitarian. Apakah prinsip egalitarian itu?
Prinsip egalitarian merupakan persamaan antar manusia, baik laki-laki dan perempuan serta antarbangsa, suku, dan keturunan adalah salah satu tema sentral sekaligus prinsip pokok ajaran agama Islam.
Hal tersebut diisyaratkan dalam QS. al-Hujurat: 13 sebagai berikut:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Swt. Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. al-Hujurat: 13)
Ayat di atas memberikan gambaran kepada kaum Muslimin tentang persamaan antara perempuan dan laki-laki baik dalam hal ibadah yang berdimensi spiritual atau dalam aktivitas sosial yang berhubungan dengan urusan karier profesional.
Ayat di atas juga mengikis pandangan yang menyatakan bahwa antara perempuan dan laki-laki ada perbedaan yang memarginalkan salah satu diantara keduanya. Persamaan yang ada terletak pada berbagai hal, salah satunya adalah dalam bidang ibadah.
Seorang Muslim yang rajin melaksanakan ibadah, maka ia akan mendapat pahala lebih banyak tanpa melihat jenis kelaminnya. Perbedaan tersebut ada karena disebabkan oleh kualitas nilai pengabdian dan ketakwaannya kepada Allah Swt.
Ayat di atas mempertegas misi pokok al-Qur’an diturunkan. Misi pokok turunnya al-Qur’an adalah untuk membebaskan manusia dari berbagai bentuk diskriminasi dan penindasan. Diskriminasi yang dimaksud termasuk diskriminasi seksual, warna kulit, etnis dan ikatan-ikatan primordial lainnya.
Secara teoritis, al-Qur’an memang mengandung prinsip kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. Tapi ternyata dalam tatanan implementasinya sering muncul prinsip-prinsip tersebut terabaikan.
Abd. Muin, Fiqih Siyasah dalam Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Qur’an (1992) menuliskan bahwa dalam hal ini, konteks khalifatullâh fî al-ardh secara terminologis memiliki arti “kedudukan kepemimpinan”. Hal ini berarti bahwa semua manusia, baik perempuan atau laki-laki sebenarnya diamanatkan menjadi pemimpin.
Jika dicermati lebih lanjut, ada nash dalam al-Qur’an dan hadits yang kelihatannya berdimensi maskulin. Maskulin merupakan term yang menunjuk kepada kenjantanan seorang laki-laki sehingga memosisikannya sebagai makhluk yang lebih tinggi ketimbang perempuan.
Ada juga nash yang secara sepintas menyoroti masalah misogoni. Misogini merupakan term yang menujuk kepada kaum laki-laki yang memosisikan perempuan sebagai makhluk yang dibenci dan dilecehkan.
Ajaran agama Islam adalah rahmat untuk semua manusia, tanpa membedakan jenis kelamin. Akhir-akhir ini, agama sering dituduh sebagai sumber terjadinya ketidakadilan dalam masyarakat. Ketidakadilan yang terjadi termasuk ketidakadilan relasi antara perempuan dan laki-laki yang sering disebut dengan ketidakadilan gender.
Gender merupakan peran berdasarkan jenis kelamin bentukan yang dibentuk oleh budaya dan adat istiadat. Sebagai misal, laki-laki kuat, berani, cerdas, menguasai, dan lain-lain. Sementara itu, perempuan adalah makhluk lemah, penakut, kurang cerdas (bodoh), dikuasai dan lain sebagainya.
Kini, isu gender menguat saat banyak orang sadar bahwa perbedaan gender antara perempuan dan laki-laki justru melahirkan ketidakadilan dalam berbagai bentuk. Bentuk ketidakadilan yang terjadi adalah marginalisasi atau pemiskinan ekonomi, subordinat atau anggapan tidak penting dalam urusan politik, dan stereotip atau pencitraan yang negatif bagi perempuan.
Anggapan bahwa citra perempuan yang hanya bisa bergelut 3R (dapur, sumur, kasur), kekerasan, dan double burden (beban ganda) terhadap kehidupan perempuan yang bermuara pada perbuatan tidak adil adalah hal yang dibenci oleh Allah Swt.[]