Ikuti Kami

Kajian

Menelisik Kisah Nabi Musa Berbicara dengan Allah

nabi musa berbicara Allah
credit: photo from gettyimages.com

BincangMuslimah.Com – Nabi Musa AS. adalah utusan Allah SWT. yang membawa ajaran tauhid kepada masyarakat Mesir. Jika kita teliti saat membaca Alquran, kita akan mendapat banyak sekali kisah Nabi Musa AS. yang diceritakan secara berulang di dalam Alquran. Di antaranya adalah kisah pertarungan beliau dengan Firaun yang akhirnya berhasil beliau menangkan, sehingga banyak dari pengikut bahkan penyihir utusan Firaun mengimani ajaran tauhid yang  beliau bawa. Begitu pun kisah beliau ketika membelah laut merah dengan tongkatnya, saat tengah dikejar Firaun dan tentaranya.

Selain dua cerita tersebut, ada satu mukjizat Nabi Musa AS. yang juga beberapa kali disebut di dalam Alquran. Yang mana mukjizat ini lantas menjadi titik perdebatan kelompok-kelompok Islam dalam memaknai kebolehan kita melihat Allah SWT. Yakni, mukjizat Nabi Musa AS. berbicara langsung dengan Allah SWT. tanpa perantara, yang termaktub dalam surat al-A’raf ayat 143.

وَلَمَّا جَاۤءَ مُوْسٰى لِمِيْقَاتِنَا وَكَلَّمَهٗ رَبُّهٗۙ قَالَ رَبِّ اَرِنِيْٓ اَنْظُرْ اِلَيْكَۗ قَالَ لَنْ تَرٰىنِيْ وَلٰكِنِ انْظُرْ اِلَى الْجَبَلِ فَاِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهٗ فَسَوْفَ تَرٰىنِيْۚ فَلَمَّا تَجَلّٰى رَبُّهٗ لِلْجَبَلِ جَعَلَهٗ دَكًّا وَّخَرَّ مُوْسٰى صَعِقًاۚ فَلَمَّآ اَفَاقَ قَالَ سُبْحٰنَكَ تُبْتُ اِلَيْكَ وَاَنَا۠ اَوَّلُ الْمُؤْمِنِيْنَ

“Dan ketika Musa datang untuk (munajat) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, (Musa) berkata, “Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.” (Allah) berfirman, “Engkau tidak akan (sanggup) melihat-Ku, namun lihatlah ke gunung itu, jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya engkau dapat melihat-Ku.” Maka ketika Tuhannya menampakkan (keagungan-Nya) kepada gunung itu, gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Setelah Musa sadar, dia berkata, “Mahasuci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman.”

Baca Juga:  Hukum Berburu di Lahan Orang Lain

Setelah berhasil kabur dari tentara Firaun (saat Firaun ditenggelamkan Allah SWT.) Nabi Musa AS. lantas bersama pengikutnya berjalan ke arah Selatan Mesir. Ketika beliau telah menemukan tempat yang aman bagi pengikutnya, beliau kemudian berpamitan untuk pergi bermunajat ke Gunung Sinai. Dengan harapan Allah SWT. akan memberi petunjuk kepada beliau beserta umatnya setelah melewati berbagai rintangan. Setelah bermunajat selama empat puluh hari, akhirnya Allah SWT. memberikan isyarat-isyarat kepada Nabi Musa AS. tentang apa yang harus beliau sampaikan kepada pengikutnya. Pada saat itu juga, terjadilah percakapan antara Allah SWT. dan Nabi Musa AS. secara langsung sebagaimana yang dikisahkan dalam ayat Alquran di atas.

Menariknya, isi percakapan Nabi Musa AS. dan Allah SWT. yang termaktub dalam ayat tersebut lantas menjadi landasan argumentasi muslim Ahlusunnah wal Jamaah atas kebolehan melihat Allah SWT, di saat banyak kelompok Islam selain Ahlusunnah wal Jamaah yang justru mengamini sebaliknya. Dari ayat di atas, muslim Ahlusunnah mendapatkan empat dalil penting yang menunjukkan kebolehan kita melihat Allah SWT.

Pertama, dalam ayat tersebut dikisahkan Nabi Musa AS. meminta Allah SWT untuk menampakkan diri sehingga beliau bisa melihat-Nya; قَالَ رَبِّ اَرِنِيْٓ اَنْظُرْ اِلَيْكَ “Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.” Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Musa AS. secara sadar meyakini bahwa Allah SWT. bisa dilihat. Tentu saja dengan menjauhkan (tanzih) Allah SWT. dari hal-hal yang menyerupai makhluk (Allah SWT. tidak bertempat, tidak menempati arah, dan untuk melihat-Nya tidak membutuhkan cahaya). Bagaimana mungkin sosok utusan Allah SWT. yang telah mendapat banyak mukjizat dari-Nya juga telah bercakap langsung dengan-Nya, meminta kepada Allah SWT. sesuatu yang mustahil adanya? Jika harus memilih di antara dua pendapat yang membolehkan dan tidak membolehkan, tentu kita menuruti hal yang diyakini oleh  Nabi Musa AS.

Baca Juga:  Alasan Filosofis Diwajibkannya Membasuh Wajah, Tangan, Kepala, dan Kaki saat Wudhu

Kedua,  saat diminta demikian oleh Nabi Musa AS, Allah SWT. menjawab لَنْ تَرٰىنِيْ  “Kamu tidak akan melihat-Ku”. Dalam kalimat tersebut, Allah SWT. menegaskan ketidakmampuan atau ketidaksanggupan Nabi Musa AS. untuk melihat-Nya. Bukan menyatakan bahwa dzat-Nya mustahil untuk dilihat. Jika benar Allah SWT. mustahil untuk dilihat maka Allah SWT. akan menjawab permintaan Nabi Musa AS.  dengan  لَنْ أُرَى  “aku tidak bisa dilihat”, bukan malah menisbatkan ketidakmampuan pada Nabi Musa AS. dengan firman لَنْ تَرٰىنِيْ  .

Ketiga, dalam ayat tersebut Allah SWT. menggantungkan keberadaan-Nya kepada keadaan gunung, فَاِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهٗ فَسَوْفَ تَرٰىنِيْۚ  “Jika ia (gunung) tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya engkau dapat melihat-Ku.” Keadaan gunung tetap sebagaimana sedia kala adalah hal yang mungkin terjadi, bukan sesuatu yang mustahil adanya. Oleh karenanya, menjadi hal yang mungkin juga Nabi Musa AS. bisa melihat Allah SWT. Sesuatu yang mungkin disandarkan (memiliki ta’alluq) pada sesuatu yang mungkin juga. Pun sesuatu yang mustahil disandarkan pada sesuatu yang mustahil. Jika ada yang membantah hubungan keduanya (keadaan gunung dengan kemungkinan melihat Allah SWT.) maka hal tersebut sudah terjawab sendiri lewat kalimat setelahnya dalam ayat di atas; فَلَمَّا تَجَلّٰى رَبُّهٗ لِلْجَبَلِ جَعَلَهٗ دَكًّا. 

Keempat, Allah SWT. tidak menyangsikan pertanyaan Nabi Musa AS, juga tidak menghukum beliau. Jika permintaan beliau adalah hal yang mustahil dan keluar dari hikmah ilahi, maka sudah sewajarnya Allah SWT. menghukum beliau sebagaimana Nabi Adam AS. dikeluarkan dari surga sebab kesalahannya memakan buah khuldi.

Keempat poin inilah yang menjadi landasan muslim Ahlusunnah dalam hal kebolehan kita melihat Allah SWT. Yakni bukan hal yang mustahil nanti saat di surga kita akan bertemu dengan-Allah SWT. Tentu saja dalam keadaan yang tidak serupa dengan saat kita bertemu dengan makhluk di bumi.

Baca Juga:  Bolehkah Percaya pada Ramalan Zodiak?

Barangkali selama ini kita hanya mencukupkan diri dengan membaca Alquran, dengan tidak memahami kandungan ayat-ayatnya. Yang  mana jika sedikit saja kita mau membaca kandungan ayat-ayat Alquran kita akan menemukan segudang hikmah, tak terkecuali pada ayat-ayat yang mengisahkan kisah Nabi terdahulu. Secara kasat mata, ayat-ayat qashash (cerita/sejarah) mungkin terkesan minim kandungan sebab hanya mengulas kisah terdahulu. Namun, kenyataannya tidak demikian. Bagaimana kisah percakapan antara Nabi Musa AS. dan Allah SWT. di atas, semakin memahaminya kita akan mendapatkan ketenangan-ketenangan batin yang lebih dalam meyakini keberadaan Allah SWT.

Rekomendasi

Ayat Muhkamat dan Mutasyabihat Ayat Muhkamat dan Mutasyabihat

Cara Ulama Salaf Memahami Teks Sifat

nabi adab mencari ilmu nabi adab mencari ilmu

Belajar dari Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir Tentang Adab Mencari Ilmu

muktazilah kebolehan melihat Allah muktazilah kebolehan melihat Allah

Bantahan terhadap Muktazilah tentang Kebolehan Melihat Allah

percaya pada ramalan zodiak percaya pada ramalan zodiak

Bolehkah Percaya pada Ramalan Zodiak?

Ditulis oleh

Tanzila Feby Nur Aini, mahasiswi Universitas al-Azhar, Kairo di jurusan Akidah dan Filsafat. MediaI sosial yang bisa dihubugi: Instagram @tanzilfeby.

2 Komentar

2 Comments

Komentari

Terbaru

Parenting Islami : Ini Enam Keunggulan Mendidik Anak dengan Dongeng dan Cerita

Keluarga

Parenting Islami : Langkah-langkah Mempersiapkan Dongeng Untuk Anak-1 Parenting Islami : Langkah-langkah Mempersiapkan Dongeng Untuk Anak-1

Parenting Islami : Langkah-langkah Mempersiapkan Dongeng Untuk Anak-1

Muslimah Daily

posisi imam perempuan jamaah posisi imam perempuan jamaah

Shalat Berjamaah Bagi Perempuan, Sebaiknya di Mana?

Ibadah

Rahayu Oktaviani, Pejuang Konservasi Owa Jawa Raih Penghargaan dari UK Rahayu Oktaviani, Pejuang Konservasi Owa Jawa Raih Penghargaan dari UK

Rahayu Oktaviani, Pejuang Konservasi Owa Jawa Raih Penghargaan dari UK

Muslimah Talk

Ketentuan dalam Mengucap dan Menjawab Salam Ketentuan dalam Mengucap dan Menjawab Salam

Ketentuan dalam Mengucap dan Menjawab Salam

Kajian

perempuan pada masa jahiliyah perempuan pada masa jahiliyah

Benarkah Perempuan Kurang Akal?

Kajian

Bagaimana Sikap Romantis Rasulullah kepada Aisyah

Keluarga

Mengulik Prosedur Pembekuan Sel Telur; Ketentuan dalam Hukum Islam dan Hukum Positif Mengulik Prosedur Pembekuan Sel Telur; Ketentuan dalam Hukum Islam dan Hukum Positif

Mengulik Prosedur Pembekuan Sel Telur; Ketentuan dalam Hukum Islam dan Hukum Positif

Kajian

Trending

posisi imam perempuan jamaah posisi imam perempuan jamaah

Shalat Berjamaah Bagi Perempuan, Sebaiknya di Mana?

Ibadah

Istri Pilih Karir keluarga Istri Pilih Karir keluarga

Parenting Islami : Nabi Menegur Sahabat yang Pilih Kasih kepada Anak, Ini Alasannya

Keluarga

Refleksi Lagu Bang Toyib dan Bang Jono dalam Kisah Pewayangan Refleksi Lagu Bang Toyib dan Bang Jono dalam Kisah Pewayangan

Refleksi Lagu Bang Toyib dan Bang Jono dalam Kisah Pewayangan

Diari

Sinopsis Film Rentang Kisah: Potret Muslimah yang Berdaya  

Diari

Empat Kriteria Calon Pendamping Menurut Rasulullah, Mana yang Harus Didahulukan? Empat Kriteria Calon Pendamping Menurut Rasulullah, Mana yang Harus Didahulukan?

Empat Kriteria Calon Pendamping Menurut Rasulullah, Mana yang Harus Didahulukan?

Ibadah

Bagaimana Islam Memandang Konsep Gender?

Kajian

Benarkah Rasulullah Menikahi Maimunah saat Peristiwa Umratul Qadha?

Kajian

Cara Membentuk Barisan Shalat Jama’ah Bagi Perempuan

Ibadah

Connect