BincangMuslimah.Com – Imam Al-Ghazali dalam kitab ihya ‘ulum al-Din mengartikan cinta sebagai suatu kecondongan naluri kepada sesuatu yang menyenangkan. Sedangkan di dalam Kamus Istilah Fikih, cinta didefinisikan dengan ruangan tanpa batas dan tanpa cakrawala. Ia harus dibedakan dengan perdamaian. Cinta adalah kebebasan yang tidak satu pun hukum alam mampu mencegahnya. Ia seperti deras air, memburu muara, dan laut adalah tujuan akhir setelah melalui perjalanan panjang.
Manusia adalah satu makhluk Allah yang telah diberi rasa cinta, sehingga manusia mampu menjadikan dirinya makhluk yang saling kasih-mengasihi. Hal tersebut merupakan suatu proses dalam mendekatkan diri kepada-Nya. Inilah tujuan mendasar dari-Nya. Namun, apa yang terjadi pada zaman sekarang, sebagian manusia mengatasnamakan cintanya terhadap yang lain, dan hal itu telah membuat suatu kezaliman. Ini merupakan suatu hal yang tidak diharapkan oleh ajaran islam.
Dalam islam tidak menafikan adanya perasaan saling mencintai antara manusia, sebab hal itu ialah fitrah manusia. Secara naluriah, seseorang akan mencintai pasangan, keluarga, harta, dan tempat tinggalnya. Akan tetapi, tidak sepatutnya sesuatu yang bersifat duniawi ini lebih dicintai dibandingkan Allah dan Rasul-Nya. Jika manusia lebih mencintai sesuatu yang bersifat duniawi, berarti tidak sempurnalah imannya, dan ia harus berusaha untuk menyempurnakannya.
Ibnu Miskawaih dalam buku Menuju Kesempurnaan Akhlak menuliskan bahwa cinta Ilahi akan tumbuh, karena di dalam diri manusia terdapat sifat-sifat ketuhanan. Sifat ketuhanan yang dimaksud ialah sifat yang tidak bercampur dengan unsur-unsur fisika, sehingga ia mampu merasakan kenikmatan rohani yang tidak ada pada kenikmatan jasadi yang sederhana.
Seorang mukmin yang hakiki ialah orang yang memahami keindahan dan keagungan Allah, mengetahui kasih sayang dan kebaikan Allah. Serta meyakini sepenuhnya bahwa Allah adalah satu-satunya pemberi nikmat dan anugerah. Dengan kesadaran ruhani seperti inilah seseorang dapat mencintai-Nya. Rasa cinta kepada Allah dapat dibuktikan dengan menjalankan seluruh aktivitas hanya ditujukan kepada-Nya semata. Menaati segala perintah-Nya, dengan senang dan bahagia. Namun, jika mendapati kesulitan dalam mencapai ridha-Nya, harus selalu tegar dan juga berlapang dada.
Gambaran tentang cinta kepada Allah terdapat di dalam Al-Qur’an. Yakni dalam firman Allah pada surat Ali-Imran ayat 31:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Artinya: “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali-Imran: 31)
Ahmad Musthafa al-Maraghi dalam Tafsir Al-Maraghi, menjelaskan bahwa pengertian mengikuti, terkandung keyakinan yang benar dan amal shaleh. Kedua hal itu dapat melenyapkan bekas-bekas perbuatan maksiat dan kejelekan dari dalam jiwa. Keduanya pula dapat menghapuskan gelapnya kebatilan dari dalam jiwa dan mengantarkan pada maghfirah dan ridha-Nya.
Ayat ini merupakan bantahan kepada orang-orang yang mengaku mencintai Allah setiap saat, sedangkan amal perbuatannya berlawanan dengan ucapan-ucapan itu. Bagaimana mungkin dapat berkumpul pada diri seseorang cinta kepada Allah dan membelakangi perintah-perintahnya. Siapa yang mencintai Allah, tetapi tidak mengikuti jalan dan petunjuk Rasululllah SAW, maka pengakuan cinta itu adalah palsu dan dusta. Serta barangsiapa yang mencintai Allah dengan penuh ketaatan, dan mendekatkan diri kepadanya dengan mengikuti perintah-Nya. Dalam hal ini berarti membersihkan dirinya dengan amal shaleh, maka Allah mengampuni dosa-dosanya.
Orang yang paling bahagia dan yang paling baik keadaannya di akhirat ialah yang paling besar cintanya kepada Allah. Makna akhirat adalah kembali kepada Allah dan meraih kebahagiaan bersua dengan-Nya. Jelaslah bahwa konsekuensi pertama daripada muhabbah (cinta) ialah patuh, setia menurut perintah yang dicintai, yakni Allah SWT. Kesempurnaan agama ialah dengan kesempurnaan cinta, kekurangan agama ialah apabila kekurangan cinta kepada-Nya.