BincangMuslimah.Com – Beberapa orang masih beranggapan, terutama non muslim menganggap bahwa hukum Islam seringkali tidak berpihak dan melihat pengalaman pada perempuan. Tidak sedikit, Islam dituduh sebagai agama yang hanya memihak laki-laki. Karena memang, tidak sedikit hasil pandangan ulama klasik juga demikian. Pandangan mereka dianggap sebagai nilai representasi Islam sepenuhnya.
Padahal, tidak sedikit sebenarnya hukum Islam yang lahir dari kritik perempuan dan tetap merujuk pada pengalaman mereka. Melalui Nabi Muhammad, sikap itu ditunjukkan pada beberapa peristiwa. Nabi menunjukkan sikap empatik dan suportif terhadap pengalaman perempuan. Tema ini diangkat dalam buku “Metodologi Fatwa Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI)”.
Salah satunya adalah peristiwa saat ada salah seorang sahabat perempuan Nabi bernama Habibah bint Sahl Radhiyallahu anha. Ia mendatangi Rasul dan berkonsultasi bahwa ia hendak cerai dari suaminya. Hadis tersebut dicatat dalam Shahih Bukhari dan beberapa kitab hadis lainnya. Habibah sendiri adalah istri dari seorang sahabat bernama Tsabit bin Qays bin Syammas al-Anshari al-Khazraji, seorang tokoh terpandang, tokoh panutan, dan orator ulung penduduk Madinah.
Hadis tersebut berbunyi,
عن ابن عباس أن امرأة ثابت بن قيس أتت النبي -صلى الله عليه وسلم- فقالت: يا رسول الله، ثابت بن قيس، ما أعْتِبُ عليه في خُلُقٍ ولا دِيْنٍ، ولكني أكره الكفر في الإسلام، فقال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: «أتردين عليه حديقته؟» قالت: نعم، قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: «اقبل الحديقة وطلقها تطليقة
Artinya: Dari Ibnu Abbas bahwa istri Ṡābit bin Qays datang kepada Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- dan berkata, “Wahai Rasulullah, tidaklah aku mencela Ṡābit bin Qays karena agama atau pun akhlaknya, akan tetapi aku hanya tidak mau (terjatuh pada) kekufuran dalam Islam.” Maka Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Apakah kamu bersedia mengembalikan kebun miliknya itu?” Ia menjawab, “Ya.” Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda (kepada Ṡābit): “Terimalah kebun itu, dan ceraikanlah ia dengan talak satu.”
Adapun alasan Habibah mengajukan cerai, dalam beberapa riwayat menyebutkan adalah karena Tsabit memiliki fisik yang tidak rupawan. Sekalipun ia berakhlak baik dan merupakan tokoh terpandang, Habibah khawatir ia justru bersikap kufur dan tidak memenuhi kewajibannya sebagai istri dan hak Tsabit sendiri sebagai suami.
Prinsip pernikahan yang diajarka oleh Islam adalah terpenuhinya nilai-nilai sakinah (ketenangan), mawaddah (cinta), dan rahmah (kasih sayang). Karena tidak terwujudnya tiga hal itu, Nabi pun mempertimbangkan suara, keinginan, dan perasaan Habibah yang merupakan pengalaman nyata seorang perempuan.
Ada juga kisah seorang istri sahabat bernama Barirah yang suaminya bernama Mughits. Dalam Sunan Abu Daud nomor 2233 diceritakan bahwa Mughits mendatangi Rasulullah untuk berkonsultasi tentang pernikahannya. Ia mengatakan bahwa Barirah meminta cerai, lalu Rasulullah menasihati Barirah. Akan tetapi, Barirah tetap ingin berpisah dari Mughits. Nabi pun membiarkan perceraian itu terjadi dan tidak memaksa Barirah untuk kembali pada Mughits. Begini redaksi hadisnya,
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ مُغِيثًا، كَانَ عَبْدًا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اشْفَعْ لِي إِلَيْهَا . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ” يَا بَرِيرَةُ اتَّقِي اللَّهَ فَإِنَّهُ زَوْجُكِ وَأَبُو وَلَدِكِ ” . فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَأْمُرُنِي بِذَلِكَ قَالَ ” لاَ إِنَّمَا أَنَا شَافِعٌ ” . فَكَانَ دُمُوعُهُ تَسِيلُ عَلَى خَدِّهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لِلْعَبَّاسِ ” أَلاَ تَعْجَبُ مِنْ حُبِّ مُغِيثٍ بَرِيرَةَ وَبُغْضِهَا إِيَّاهُ
Artinya: dari Ibnu Abbas bahwa Mughits adalah seorang budak kemudian ia (datang dan) berkata pada Rasulullah, “Ya Rasulullah, bantulah saya (meluluhkan) hatinya (sang istri bernama Barirah agar tidak bercerai). Lalu, Rasulullah menasihati (sang istri), “wahai Barirah, bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya ia adalah suamimu dan ayah dari anakmu,” kemudian ia berkata, “wahai Rasulullah, apakah engkau memerintahkan aku? (agar kembali padanya). Rasul menjawab, “tidak, aku hanyalah perantara.” Saat itu air mata Mughits mengalir di pipinya (karena rasa cinta). Rasulullah berkata pada Abbas, “tidakkah engkau takjub pada cintanya Mughits sedangkan Barirah malah membencinya.”
Dua hadis ini menunjukkan bahwa Rasulullah sebagai pembawa risalah Islam tetap melihat dan memperhatikan pengalaman perempuan dalam memutuskan sebuah hukum, dalam hal ini hukum terkait pernikahan. Hukum yang tidak semata-mata memihak keinginan laki-laki.
1 Comment