BincangMuslimah.Com- Dalam ikatan pernikahan terdapat istilah iddah. Istilah ini dialami atau dijalani oleh pihak istri yang telah ditalak (dicerai) atau ditinggal mati oleh suaminya. Berikut akan penjelasan empat hikmah perempuan menjalani masa iddah dalam kitab Fiqh al-Sunnah.
Penjelasan Masa Iddah dalam Al-Quran
Mengenai iddah, setidaknya ada tiga ayat yang menjelaskan iddhanya perempuan, baik bagi perempuan yang mendapat talak atau berpisah mati dengan suaminya.
Ayat pertama, terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 228, Allah berfirman:
وَالْمُطَلَّقٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ ثَلٰثَةَ قُرُوْۤءٍۗ
Artinya: “Para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali qurū’ (suci atau haid).”
Ayat di atas menjelaskan bahwa perempuan wajib menjalani masa iddah selama tiga sucian atau tiga haid. Ketentuan ini berlaku apabila suaminya mencerai dalam keadaan telah jimak atau telah bersetubuh.
Ayat kedua, terdapat dalam surah Al-Ahzab ayat 49, Allah berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنٰتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوْهُنَّ مِنْ قَبْلِ اَنْ تَمَسُّوْهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّوْنَهَاۚ فَمَتِّعُوْهُنَّ وَسَرِّحُوْهُنَّ سَرَاحًا جَمِيْلًا
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan mukminat, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya, tidak ada masa idah atas mereka yang perlu kamu perhitungkan. Maka, berilah mereka mutah (pemberian) dan lepaskanlah mereka dengan cara yang sebaik-baiknya.”
Ayat di atas menjelaskan bahwa perempuan tidak perlu menjalani masa iddah apabila bercerai dengan suaminya tetapi belum jimak atau belum bersetubuh.
Ayat ketiga, terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 234, Allah berfirman:
وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَاجًا يَّتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ وَّعَشْرًاۚ
Artinya: “Orang-orang yang mati di antara kamu dan meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari.”
Ayat di atas menjelaskan bahwa perempuan wajib menjalani masa iddah selama empat bulan sepuluh hari apabila sang istri ditinggal mati oleh suaminya.
Tiga ayat di atas menjadi dalil kuat bahwa seorang perempuan wajib menjalani iddah sesuai konteksnya. Namun, di balik kewajiban itu terdapat hikmah yang bis akita peroleh. Berikut empat hikmah yang bisa kita petik dari syariat iddah.
Hikmah Menjalani Masa Iddah Bagi Perempuan
Berhubung iddah memiliki dampak maslahat yang besar maka dalam kitab Fiqh al-Sunnah menjelaskan setidaknya empat hikmah perempuan menjalani masa iddah. Berikut penjelasannya:
Pertama, mengetahui adanya kehamilan atau tidak pada perempuan yang dicerai. Hal ini dengan tujuan agar kalau memang ternyata hamil dari mantan suaminya maka status nasab sang bayi jelas.
Kedua, memberikan kesempatan terhadap suami istri untuk melakukan rujuk (kembali bersama) kalau memang ada kebaikan untuk melakukan rujuk.
Ketiga, mengindikasikan bahwa ikatan pernikahan merupakan ikatan serius dan bernilai tinggi, bukan sekedar ikatan biasa yang seenaknya untuk dibubarkan. Dengan adanya iddah ini dapat menjadi media untuk menghindari budaya perceraian secara sembrono (jadi bahan intropeksi diri).
Keempat, Jika terjadi perceraian, tetap harus ada bentuk keseriusan antara kedua belak pihak secara zahir. Artinya pasca berpisah, syariat tetap tidak membiarkannya selesai begitu saja. Tetap wajib bagi perempuan menjalani masa tunggu (iddah), sebagai bentuk simbolik dan bentuk penghormatan dari seriusnya ikatan pernikahan.
Demikian penjelasan tentang hikmah syarit menjalani iddah bagi perempuan. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam.