BincangMuslimah.Com – Setiap hari kemerdekaan Indonesia, hadis tentang ‘cinta tanah air sebagian dari iman’ selalu kembali diperbincangkan. Sebab status hadis tersebut yang tidak dapat dilacak sanadnya atau jalur periwayatannya. Bagi beberapa kelompok, kepalsuan hadis tersebut dijadikan legitimasi untuk merubah Pancasila bahkan Undang-Undang Dasar karena cinta tanah air bukan termasuk sunah Rasul.
Berikut redaksinya:
حُبُّ الْوَطَنِ مِنَ الْإِيْمَان
Artinya : Cinta tanah air adalah sebagian dari iman.
Imam Al-Albani dalam Dha’if al-Jami’ wa Silsilah adh-Dha’ifah mengatakan bahwa hadis tersebut tidak bisa ditemukan jalur sanadnya alias maudhu’, artinya hadis palsu yang dibuat-buat lalu disandarkan kepada Rasulullah.
Meskipun demikian, terdapat banyak riwayat lain yang menyatakan bahwa Rasulullah ketika terpaksa keluar dari Makkah merasa sedih sebab harus meninggalkan tanah air tercintanya. Dikisahkan dalam Shahih Bukhari sebagaimana berikut,
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ وَهْىَ وَبِيئَةٌ فَاشْتَكَى أَبُو بَكْرٍ وَاشْتَكَى بِلاَلٌ فَلَمَّا رَأَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- شَكْوَى أَصْحَابِهِ قَالَ اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَمَا حَبَّبْتَ مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ وَصَحِّحْهَا وَبَارِكْ لَنَا فِى صَاعِهَا وَمُدِّهَا وَحَوِّلْ حُمَّاهَا إِلَى الْجُحْفَة.
Artinya: Diriwayatkan dari ‘Aisyah, ia menceritakan: Kami datang ke Madinah ketika kota ini banyak penyakitnya, kemudian Abu Bakar dan Bilal menderita sakit. Ketika Rasulullah saw mengetahui kondisi para sahabatnya, beliau bersabda: “Ya Allah cintakanlah kami kepada Madinah sebagaimana engkau membuat kami mencintai Mekah, atau lebih cintakanlah kami kepada Madinah. Ya Allah, perbagusilah Madinah, berkahilah timbangan dan takaran kami (penduduk Madinah) ,dan pindahkanlah wabahnya ke Juhfah.” (HR. Al-Bukhari&Muslim)
Hadis tersebut juga diriwayatkan Malik, Ahmad, al-Nasa’i, al-Baihaqi, dan Ibn Hibban.
Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim mengatakan bahwa dahulu kala ketika Nabi dan para sahabat pertama kali hijrah ke Madinah, tempat itu sedang dilanda wabah. Tempat tersebut menimbulkan penyakit terutama bagi orang asing yang bukan penduduk asli kota itu. Kala itu, Nabi berdoa agar penyakit itu agar dipindah ke Juhfah, tempat jauh yang terpencil. Hal ini ditujukan agar mereka bisa mencintai Madinah sebagaimana mereka mencintai Makkah.
Ini menunjukkan bahwa rasa cinta tanah air Nabi dan Sahabat sangat kuat terhadap tanah kelahirannya yaitu Makkah. Sehingga beliau berdoa agar beliau bisa mencintai Madinah sebagaimana ia mencintai Makkah.
Namun karena Makkah adalah tanah kelahiran beliau yang asli, maka beliau merasa selalu teringat dan merindukan tanah airnya tersebut. Sehingga Allah pun menurunkan firman-Nya
إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَىٰ مَعَادٍ ۚ
Artinya: Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al Quran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. (QS. Al-Qashash : 85)
Dalam An-Nafahat Al-Makkiyah, Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi menjelaskan yang dimaksud dengan tempat kembali di sini ialah kota Makkah, di mana beliau rindu pergi kepadanya.
Hal tersebut sebagaimana juga dijelaskan Syaikh Sulaiman al-‘Asqar dalam Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir mengutip ad-Dahhak menjelaskan bahwa ayat ini turun ketika Rasulullah merasa merindukan Makkah.
Adh-Dhahhak berkata: “Saat Nabi saw keluar dari Makkah dan sampai di daerah Juhfah, beliau merindukan Makkah. Lalu Allah menurunkan ayat (Innalladzi faradha…).”
Jadi meskipun hadis cinta tanah air itu hadis maudhu‘, namun sejatinya cinta tanah air merupakan naluri yang tumbuh dalam jiwa dan hati setiap manusia begitupun yang terjadi pada Rasulullah dan para sahabatnya sehingga tak berlebihan jika kita mengatakan bahwa cinta tanah air merupakan sunah Rasul. Selamat Hari Kemerdekaan! Semoga kita semakin mencintai tanah air kita, Indonesia!