Ikuti Kami

Kajian

Bolehkah Membayar Fidyah dengan Nasi Bungkus?

Membayar Fidyah Nasi Bungkus
Source: Gettyimages.com

BincangMuslimah.Com – Salah satu dari lima pondasi Islam adalah puasa. Puasa adalah ibadah yang dilakukan mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari dan dilakukan dengan cara menahan diri dari perkara-perkara yang bisa membatalkannya, seperti makan dan minum.

Ibadah puasa pada dasarnya dibebankan kepada seluruh umat Islam yang telah memenuhi syarat pembebanan hukum (taklif). Namun Islam memberikan dispensasi kepada beberapa golongan yang dibolehkan untuk tidak berpuasa Ramadhan, akan tetapi mereka harus menggantinya dengan membayar fidyah dengan membayar makanan pokok. Tapi, bagaimana kalau membayar fidyah dengan nasi bungkus atau makanan yang sudah diolah?

Sebelum membahas hal tersebut, perlu kita ketahui bahwa di antara golongan yang boleh meninggalkan puasa dan hanya menggantinya dengan membayar fidyah tanpa qadha adalah orang tua renta yang sudah uzur dan tidak mampu menahan lapar serta dahaga di siang hari. Mayoritas ulama bersepakat bahwa orang tua yang tidak kuat lagi berpuasa boleh tidak berpuasa, dan tidak ada qadha (berpuasa di waktu lain). Namun, sebagai gantinya, orang yang sudah tua tersebut harus membayar fidyah sesuai dengan jumlah hari yang ia tinggalkan puasanya. Di dalam Alquran Allah berfirman: 

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Artinya: “(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (QS. Al-Baqarah: 184).

Baca Juga:  Ikhtiar Mencari Titik Temu antara Agama dan Feminisme

Pada ayat di atas, Allah menyebutkan golongan-golongan yang mendapat dispensasi kebolehan tidak berpuasa, yaitu orang yang sedang sakit atau melakukan perjalanan, akan tetapi dua golongan ini wajib mengganti puasanya di hari yang lain. Sementara satu golongan lainnya, yaitu orang-orang yang tidak mampu menjalankan puasa sebab uzur seperti tua renta, mendapatkan ketentuan yang berbeda, yakni berupa kewajiban membayar fidyah saja.

Mayoritas ulama menyepakati bahwa orang tua yang tidak kuat lagi berpuasa, dibolehkan untuk tidak berpuasa, serta tidak ada kewajiban qadha (berpuasa di waktu lain) bagi mereka. Namun sebagai gantinya, orang-orang tersebut harus membayar fidyah sesuai dengan jumlah hari yang ia tinggalkan puasanya.

Fidyah adalah denda yang wajib yang harus dibayar oleh seorang muslim ketika mereka meninggalkan suatu perbuatan (ibadah) yang seharusnya wajib untuk dilakukan, seperti puasa. Di dalam Mazhab Syafi’i, jumlah denda yang wajib dibayar ketika meninggalkan puasa adalah sebanyak satu mud makanan pokok (yang masih mentah atau belum diolah).

Namun, dalam Mazhab Hanafi, terdapat ketentuan yang berbeda dengan Mazhab Syafi’i, yaitu berupa kebolehan membayar fidyah dengan makanan yang sudah diolah (atau makanan cepat saji) sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab Fiqh al-‘Ibādāt ‘ala al-Mazhhab al-Ḥanafiy. Para ulama Mazhab Hanafi berdalil dengan apa yang dilakukan oleh sahabat Anas r.a ketika beliau sudah tua dan tidak mampu untuk berpuasa, beliau mengajak (mengundang) orang-orang miskin untuk makan di rumahnya.

Dari keterangan di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa masyarakat Indonesia yang mayoritas bermazhab Syafi’i tidak dibolehkan membayar fidyahnya dengan makanan yang sudah diolah atau dimasak. Namun solusi alternatif bagi mereka yang ingin membayar fidyahnya dengan makanan cepat saji adalah dengan mengikuti Mazhab Hanafi yang memperbolehkannya dan harus mengikuti ketentuan fidyah yang terdapat dalam Mazhab Hanafi, yaitu:

Baca Juga:  Enam Cara Mencegah Bau Mulut saat Berpuasa

Pertama, jumlah fidyah yang harus dibayar sebanyak 1 sha’ (3,8 kg) bukan 1 mud (0,6 kg) seperti halnya Mazhab Syafi’i.

Kedua, pembayaran fidyah dalam Mazhab Hanafi dapat memilih antara dua komoditas, yaitu setengah sha’ (2 mud) gandum/tepung atau satu sha’ (4 mud) kurma atau anggur.

Ketiga, jika tidak mampu membayar fidyah, maka harus memperbanyak istighfar dan memohon ampunan kepada Allah.

Demikian penjelasan mengenai apakah boleh membayar fidyah dengan sebungkus nasi atau makanan yang sudah diolah.

 

Rekomendasi

Perempuan Lebih Baik Iktikaf Ramadhan di Masjid Apa Tidak? Perempuan Lebih Baik Iktikaf Ramadhan di Masjid Apa Tidak?

Perempuan Lebih Baik Iktikaf Ramadhan di Masjid Apa Tidak?

berpuasa bagi ibu hamil berpuasa bagi ibu hamil

Bincang Ramadhan: Hukum Berpuasa Bagi Ibu Hamil

Qadha’ Puasa Wanita Hamil dan Menyusui Ramadhan Lalu dan Belum Mampu Mengganti Qadha’ Puasa Wanita Hamil dan Menyusui Ramadhan Lalu dan Belum Mampu Mengganti

Qadha’ Puasa Wanita Hamil dan Menyusui Ramadhan Lalu dan Belum Mampu Mengganti

keutamaan puasa dzulhijjah keutamaan puasa dzulhijjah

Keutamaan Puasa di Awal Bulan Dzulhijjah

Ditulis oleh

Mahasantri Ma'had Aly Salafiyah Syafi'iyah Situbondo (Pegiat kajian Qashashul Quran dan Gender)

Komentari

Komentari

Terbaru

tips menghindari overthingking tips menghindari overthingking

Problematika Perempuan Saat Puasa Ramadhan (Bagian 3)

Ibadah

Kesunnahan Iktikaf dan Ketentuan-Ketentuannya

Ibadah

Ini Tata Cara I’tikaf bagi Perempuan Istihadhah

Video

Memupuk Moderasi Beragama pada Masyarakat Multikultural Memupuk Moderasi Beragama pada Masyarakat Multikultural

Memupuk Moderasi Beragama pada Masyarakat Multikultural

Muslimah Talk

mengajarkan kesabaran anak berpuasa mengajarkan kesabaran anak berpuasa

Parenting Islami : Hukum Mengajarkan Puasa pada Anak Kecil yang Belum Baligh

Keluarga

Menggapai Lailatul Qadar Pada 10 Malam Terakhir Ramadan Menggapai Lailatul Qadar Pada 10 Malam Terakhir Ramadan

Menggapai Lailatul Qadar Pada 10 Malam Terakhir Ramadan

Ibadah

Mengapa Sunah Membaca Qunut pada Rakaat Terakhir Witir di Pertengahan Akhir Ramadan? Mengapa Sunah Membaca Qunut pada Rakaat Terakhir Witir di Pertengahan Akhir Ramadan?

Mengapa Sunah Membaca Qunut pada Rakaat Terakhir Witir di Pertengahan Akhir Ramadan?

Tanya Ustazah

Ketika Berbuka, Baca Doa Dulu atau Batalkan Puasa Dulu? Ketika Berbuka, Baca Doa Dulu atau Batalkan Puasa Dulu?

Ketika Berbuka, Baca Doa Dulu atau Batalkan Puasa Dulu?

Tak Berkategori

Trending

Ini Tata Cara I’tikaf bagi Perempuan Istihadhah

Video

Mengenang Tuan Guru KH Muhammad Zainuddin Abdul Majid, Pendiri Nahdlatul Wathan

Kajian

perempuan dan hijab tafsir ummu salamah perempuan dan hijab tafsir ummu salamah

Mengenal Sosok Sufi Perempuan pada Masa Awal Islam

Muslimah Talk

Ketentuan dan Syarat Iktikaf bagi Perempuan

Video

waktu disyariatkan membaca shalawat waktu disyariatkan membaca shalawat

Husein Bertanya pada Ali Tentang Muhammad

Kajian

tips menghindari overthingking tips menghindari overthingking

Problematika Perempuan Saat Puasa Ramadhan (Bagian 3)

Ibadah

Ummu Sulaim Ummu Sulaim

Parenting Islami : Peran Orangtua dalam Mendidik Anak yang Shalih dan Shalihah

Keluarga

malam jumat atau lailatul qadar malam jumat atau lailatul qadar

Doa Lailatul Qadar yang Diajarkan Rasulullah pada Siti Aisyah

Ibadah

Connect