Ikuti Kami

Kajian

Bingkai Media Massa Terhadap Perempuan

https://wallup.net/artistic-art-artwork-women-woman-girl-girls-female/
https://wallup.net/artistic-art-artwork-women-woman-girl-girls-female/

BincangMuslimah.Com – Jika mengikuti pemberitaan seputar korupsi antara tahun 2011 hingga 2012, nama Melinda Dee  tentu tak asing untuk sampai terus menuju ke telinga pembaca. Hampir semua pemberitan di media Indonesia menampilkan sosok ini karena tersandung kasuk money laundring Rp40 miliar di bank CitiBank, tempat ia bekerja. Meski tak seheroik kasus Nazaruddin yang membuka skandal praktik korupsi terbesar dengan menggaet aparat pemerintah, sosok Melinda Dee cukup terekam sepanjang awal 2012 silam.

Petualangan Melinda Dee menggarap deposito milik nasabahnya selama tiga tahun harus terhenti, pada 23 Maret 2011. Delapan penyidik dari Direktorat Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Markas Polri pun menyambangi kediamannya di wilayah SCBD, Jakarta Selatan. Wanita yang bernama asli Inong Malinda ini pun tak dapat menolak ‘undangan’ kurang menyenangkan dari pihak kepolisian. Apa mau dikata, laporan pengaduan datang langsung  dari tempat ia bekerja, CityBank.

Walau tak sedikit uang yang ia ‘cuci’, nama Melinda Dee tak melambung karena kasus yang tengah dihadapi. Tak jauh berbeda, Angelina Sondakh  pun mengalami nasib yang serupa. Tersandung kasus suap Wisma Atlet 3 Februari 2011, Angelina Sondakh pun marak digelari ‘Si Cantik’ setiap kali masuk di dalam pemberitaan.

Padahal tertulis dalam Jurnal Perempuan,  rentang tahun 2008 hingga 2012 data dari Mahkamah Agung  ada sekitar 22 koruptor Indonesia. Jika dipersentasikan secara keseluruhan, 93.4% pelaku korupsi adalah laki-laki. Pun hingga Oktober akhir 2011, ICW telah menerima 370 laporan dari masyarakat. Selama 2011, Mahkamah Agung telah menerima 956 perkara korupsi, dan lebih dari 90% adalah laki-laki. (Jurnal Perempuan Edisi 72: Berantas Korupsi, 2012, hal.28)

Namun janggal, ketika pemberitaan kasus money laundring milik Melinda Dee dan kasus suap Angelina Sondakh harus terkubur ‘berkat’ media yang lebih berfokus pada rekam jejak perubahan fisik dan make up apa yang mereka kenakan. Alih-alih melakukan investigasi bagaimana ia bertransaksi. Media justru mempermasalahkan dimana ia melakukan operasi plastik dan baju apa yang dikenakan oleh Melinda menuju ruang persidangan.

Baca Juga:  Tafsir Mu’asyarah bil Ma’ruf Menurut Kyai Husein Muhammad

Bias-bias jurnalisme pun tak hanya menyentuh permukaan seputar ‘kenapa Melinda Dee melakukan operasi plastik’ tapi sudah seputar kehidupan pribadi. Lantas apa bedanya jurnalisme dengan infotaiment yang masih giat memberitakan kehidupan selebritas di luar sana. Entah apa alasan di balik media yang masih mengeksploitasi terhadap sesuatu yang melekat dari wanita yaitu gaya hidup, penampilan, status hingga profesi.

Marilah kita telisik kembali kasus-kasus korupsi yang didalangi oleh Anas Urbaningrum dan Nazaruddin di tahun yang hampir menyamai dua orang sebelumnya. Tak ada sebutan ‘si tampan’ bagi Anas Urbaningrum atau tak bertemu di berita mana pun ‘abang berkumis’ dalam deretan investigasi Nazaruddin yang dipaparkan media. Pemberitaan mengupas betul kasus mereka dengan seksama.

Bagaimana perpindahan uang, hingga siapa saja pihak-pihak remeh yang terlibat dalam sindikat korupsi ini. Sehingganya tak pelak muncul pertanyaan-pertanyaan yang cukup sentimen dari kasus yang menyandung permasalahan yang sama, namun perlakuan yang berbeda.

Hampir semua media memberikan bumbu penyedap dengan menebarkan aspek sensasional di dalam isi berita. Meski tak santer terdengar seperti rekan sesama tersandung kasus korupsi, Nunun Nurbaeti pun mengalami kisah serupa.

Semisal dalam Harian Kompas, Rabu 28 Desember 2011. “Seusai pemeriksaan, Nunun menebar senyum ceria saat keluar dari Gedung KPK menuju mobil tahanan yang akan membawanya ke Rumah Tahanan Pondok Bambu. Nunun yang diperiksa selama sekitar empat jam mengenakan kerudung warna hitam, kacamata hitam, selendang, dipadu celana jeans warna biru. Ia tampak sehat. Ia sempat menjawab “tidak tahu” saat diberondong sejumlah pertanyaan oleh wartawan.

Representatif Perempuan dalam Media

Seringkali media luput mengenai ranah yang tak seharusnya disentuh dalam publikasi berita. Sebagian melihat perempuan sedari lahir memiliki sifat alamiah telah ada dalam dirinya (Tong, 2009). Padahal, dengan memberitakan proporsi tubuh, style hingga kehidupan yang bersifat privasi,  media secara sadar atau pun tidak telah melakukan diskriminasi gender dalam isi berita.

Baca Juga:  Tiga Pendapat Ulama tentang Kedudukan Hakim Perempuan dalam Islam

Pada dasarnya memang, dalam jurnalistik tak ada larangan untuk menarasikan tulisan. Namun menjadi suatu kejanggalan jika si penulis lebih mendeskripsikan bagaimana penampilan subjek. Lantas ada kaitan apa antara kerudung warna hitam, kacamata hitam, selendang, dipadu celana jeans warna biru  dengan pemeriksaan korupsi yang dilakukan oleh pihak KPK? Perlahan pemberitaan kasus korupsi terkesan berubah menjadi gosip. Mendahulukan gaya hidup, proporsi tubuh hingga bagaimana pelaku bertemu dengan calon suami.

Pun dari isi pemberitaan, wanita terkesan condong menggunakan uang untuk melakukan perawatan kecantikan sehingga berdampak pada korupsi. Seakan-akan wanita hanya harus berfokus pada fisik dan lebih menonjolkan paras cantik ketimbang sebagai cendikiawan ataupun akademisi. Tak dapat dipungkiri rincian dari tubuh perempuan seakan penting untuk diungkap sana sini.

Selain itu tergambar perbandingan kasus korupsi yang dihadapi, kisah si pelaku perempuan malah dijadikan sebagai selebritas yang melenceng benar dari konteks pelanggaran. Obrolan seputar rambut hingga baju apa yang dikenakan menjadi renyah untuk diperbincangkan. Jika dibandingkan dengan pelaku laki-laki.  Berbeda betul dengan kasus korupsi yang dilakukan oleh laki-laki. Isi pemberitaan seringkali timbul tenggelam bahkan tertutupi oleh kasus baru yang seakan dikonstruksi untuk melupakan kasus lama.

Hal ini lah yang menjadi semacam stereotip terhadap pandangan kepada wanita. Tak hanya pandangan, aturan hingga pemahaman baru yanng dimunculkan dalam stereotip ini. Pembiasaan dalam jangka waktu panjang dapat menanamkan ke dalam alam bawah sadar masyarakat dan menjadikannya normal dalam kehidupan sehari-hari.

Tak hanya menyoal berita, ketidakadilan pun bisa dilihat dari ranah iklan (komersial). Bentuk penandaan dalam iklan yang mengharuskan wanita tampil menawan dan bertubuh sintal seakan menunjukkan beginilah yang dinginkan oleh pasaran. Pada dasarnya fisik tetap menjadi rujukan untuk perempuan, begitulah kira-kira.

Baca Juga:  Bolehkah Berhubungan Badan dengan Kondom saat Istri Haid?

Itu baru satu kasus. Lebih jeri lagi dengan pemberitaan perempuan terhadap kasus pemerkosaan. Masih ada beberapa media yang memang sengaja atau tidak mengeksploitasi korban.

Contohnya saja soal  penggambaran kronologi kejadian dengan sangat detail. Sampai sekarang penyampaian berita kronologis korban pemerkosaan secara blak-blakan masih menjadi perdebatan. Sebagian ada yang bilang jika hal ini ini diperlukan agar masyarakat tahu apa itu tindakan ‘pemerkosaan’ yang sesungguhnya.

Di sisi lain, terjadi kontra karena deskripsi yang terlalu ‘nyata’ membuat korban sulit untuk melupakan trauma (ketika ia membaca). Atau bisa saja dalam proses wawancara, beberapa pertanyaan malah menyebabkan luka dan ancaman bagi psikologi korban. Begitu pula pandangan sosial dari masyarakat yang tidak semua dapat terbuka dengan informasi yang diberikan. Korban justru tereksploitasi. Belum lagi identitas yang bocor. Foto dan latar belakang keluarga hingga alamat korban. Semua terpampang dapat diakses dengan mudah. Hal ini justru akan menjadi ancaman ‘baru’ bagi korban.

Hal ini serupa dengan yang dikatakan oleh Naomi Jayalaksana dari aliansi AJI dalam konferensi pers dalam menyambut Hari Perempuan (2019).  Beliau bahkan dengan tegas mengatakan bahwa pemberitaan semacam itu justru menjadi bentuk menjatuhkan martabat perempuan. Dengan cara menggambarkan kejadian secara detail dan membeberkan identitas dan latar belakang korban. Jika demikian, redaksi rasanya belum memihak kepada korban.

Rekomendasi

Ditulis oleh

Melayu udik yang berniat jadi abadi. Pernah berkuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, jurusan Jurnalistik (2014), aktif di LPM Institut (2017), dan Reporter Watchdoc (2019). Baca juga karya Aisyah lainnya di Wattpad @Desstre dan Blog pribadi https://tulisanaisyahnursyamsi.blogspot.com

Komentari

Komentari

Terbaru

Apakah Komentar Seksis Termasuk Pelecehan Seksual?

Diari

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Muslimah Talk

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Mapan Dulu, Baru Nikah! Mapan Dulu, Baru Nikah!

Mapan Dulu, Baru Nikah!

Keluarga

Melatih Kemandirian Anak Melatih Kemandirian Anak

Parenting Islami ; Bagaimana Cara Mendidik Anak Untuk Perempuan Karir?

Keluarga

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

Trending

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Siapa yang Paling Berhak Memasukkan Jenazah Perempuan Ke Kuburnya?

Ibadah

keadaan dibolehkan memandang perempuan keadaan dibolehkan memandang perempuan

Adab Perempuan Ketika Berbicara dengan Laki-Laki

Kajian

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak

Hukum Orangtua Menyakiti Hati Anak

Keluarga

ayat landasan mendiskriminasi perempuan ayat landasan mendiskriminasi perempuan

Manfaat Membaca Surat Al-Waqiah Setiap Hari

Ibadah

Connect