BincangMuslimah.Com – Kuret atau kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi dengan memakai alat kuretase (sendok kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya uterus. Gunanya untuk mencegah terjadinya bahaya kecelakaan misanya perforasi. Kuretase ini memiliki tujuan untuk calon ibu atau perempuan yang mengalami keguguran, yaitu membersihkan rahim setelah keguguran.
Kuretase biasanya dilakukan ketika terjadi pendarahan yang banyak saat hamil, pendarahan yang demikian bisanya mengancam keselamatan bayi yang dikandung. Tindakan kuretase ini dilakukan pada kehamilan muda yang kurang dari trismester pertama dalam kehamilan. Karena usianya masih pada tahap awal kehamilan, jaringan yang dikuret ini biasanya berupa jaringan embrionik yang belum mewujud manusia. Mudahnya, mirip gumpalan daging atau darah.
Apakah darah yang keluar setelah kuret disebut darah nifas? Penjelasan Syekh Sulaiman al-Ujaili dalam Hasyiyatul Jumal dituliskan sebagai berikut,
يَثْبُتُ لِلْعَلَقَةِ مِنْ أَحْكَامِ الْوِلَادَةِ وُجُوبُ الْغُسْلِ وَفِطْرُ الصَّائِمَةِ بِهَا وَتَسْمِيَةُ الدَّمِ عَقِبَهَا نِفَاسًا وَيَثْبُتُ لِلْمُضْغَةِ ذَلِكَ
Artinya: Alaqah (gumpalan darah yang keluar dari jalan lahir) ditetapkan memiliki hukum sebagaimana melahirkan, sehingga diwajibkan mandi, boleh tidak berpuasa, dan darah yang keluar setelah itu dianggap sebagai nifas. Dan demikian juga mudigah (gumpalan jaringan yang padat).”
Berdasarkan keterangan di atas dapat dikatakan bahwa kuretase itu juga terbilang sebagai melahirkan (wiladah), sehingga darah yang keluar setelah kuret dihukumi sebagai nifas. Sebab bayi yang ada dalam kandungan trimester pertama sudah masuk dalam kategori alaqah, sebuah gumpalan darah yang jika dilihat dari tampilan luar akan nampak seperti embrio dan kantungnya pada fase ini sangat mirip dengan darah yang menggumpal. Alhasil, darah yang keluar pasca kuretase sudah dihukumi sebagai darah nifas.
Sebercak darah pun yang keluar pasca kuretase adalah darah nifas. Dalam kitab Risalah fi Dima, ulama sepakat bahwa Batasan minimal dalam darah nifas itu tidak ada. Sehinga meski darah yang keluar itu hanya sebercak saja, maka darah itu termasuk darah nifas. Adapun batas maksimalnya adalah empat puluh hari. Rujukan kitab Hasyiah Raudhah al Murhi menyebutkan hadis yang menjadi landasan kesepakatan tersebut adalah hadis di bawah ini:
أجمع أهل العلم من الصحابة ، ومن بعدهم على أن النفساء تدع الصلاة أربعين يوما ، إلا أن ترى الطهر قبل ذلك، فتغتسل و تصلي
Para ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tabi’in dan generasi setelah mereka telah sepakat, bahwa wanita-wanita yang mengalami nifas, meninggalkan sholat selama 40 hari. Kecuali apabila ia mendapati dirinya suci sebelum waktu itu, maka dia mandi kemudian sholat. (HR Timidzi).
Jika darah setelah kuret termasuk darah nifas, maka ibu atau peremuan yang keluar darah pasca kuret itu diwajibkan mandi setelah darahnya tidak keluar lagi. Begitupun larangan untuk shalat, puasa, membaca al Qur’an, thawaf, iktikaf, dan berhubungan intim juga berlaku untuknya.
2 Comments