Ikuti Kami

Ibadah

Empat Tahapan Disyariatkan Puasa dalam Islam

Empat Tahapan Disyariatkan Puasa dalam Islam

BincangMuslimah.Com – Tahukah kalian bahwa dalam Islam puasa disyariatkan secara bertahap? Perlu kita ketahui juga puasa bukanlah sesuatu yang murni pertama kali muncul dalam Islam, karena kewajiban puasa awal mulanya bukan dari sejarah Islam. Puasa merupakan ibadah yang telah disyariatkan pada umat-umat terdahulu jauh sebelum Islam datang.

Sebagaimana Allah Swt sebutkan dalam firman-Nya berikut

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (QS. Al-Baqarah: 183)

Menurut Syekh Shalih Abdul Karim al-Zaid dalam kitab Ayyaam Ramadhan, hikmah puasa merupakan syariat umat terdahulu, agar umat Islam termotivasi untuk melaksanakan puasa meskipun puasa itu berat. Sebab umat terdahulu telah membuktikan mereka mampu melaksanakan syariat puasa yang dibebankan kepada mereka.

Pada mulanya, puasa yang pertama kali dilaksanakan umat muslim bukanlah puasa Ramadhan. Namun puasa ‘Asyura, yaitu puasa yang dilaksanakan orang-orang Yahudi sebagai rasa syukur sebab pada hari itu Allah telah menyelamatkan Nabi Musa dan pengikutnya dari Fir’aun. Sebagaimana dikisahkan oleh sahabat Abdullah bin Abbas r.a.

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ وَجَدَهُمْ يَصُومُونَ يَوْمًا يَعْنِي عَاشُورَاءَ فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ وَهُوَ يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَأَغْرَقَ آلَ فِرْعَوْنَ فَصَامَ مُوسَى شُكْرًا لِلَّهِ فَقَالَ أَنَا أَوْلَى بِمُوسَى مِنْهُمْ فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ

Bahwasannya Nabi saw. ketika tiba di Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi sedang berpuasa di hari Asyura’. Mereka berkata, “Ini adalah hari agung. Hari di mana Allah menyelamatkan Nabi Musa dan menenggelamkan pengikut Fir’aun. Maka Musa pun berpuasa pada hari ini sebagai tanda syukur kepada Allah swt.” Lalu, Nabi saw. bersabda, “Aku lebih layak menghormati Musa a.s. dari pada mereka (orang Yahudi).” Kemudian beliau berpuasa dan memerintahkan sahabatnya untuk berpuasa.” (H.R. Al-Bukhari)

Dalam riwayat Imam Bukhari lainnya disebutkan bahwa sebelum menjadi Nabi, beliau juga telah berpuasa Asyura, namun ketika datang ke Madinah dan melihat umat Yahudi juga berpuasa Asyura maka Nabi menyuruh umat Islam juga berpuasa Asyura. Hal ini sebagaimana riwayat yang bersumber dari Aisyah Ra

Baca Juga:  Bolehkah Mencicipi Makanan saat Puasa?

كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ يَوْمًا تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُهُ فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ فَلَمَّا نَزَلَ رَمَضَانُ كَانَ مَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ لَا يَصُومُهُ

“Hari Asyura’ adalah hari puasanya orang-orang Quraisy masa Jahiliyyah, dan Rasulullah Saw pun (pada masa Jahiliyah itu) berpuasa Asyura’. Namun, ketika Rasulullah Saw tiba di Madinah dan berpuasa Asyura’ dan memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa Asyura’ pula, maka turunlah ayat tentang kewajiban puasa Ramadhan, lalu Rasulullah Saw mengatakan, siapa yang mau puasa Asyura’ silahkan, dan yang tidak pun silahkan.” (HR. Bukhari)

Berdasarkan dua hadis di atas, maka hukum berpuasa Asyura pada awalnya wajib kemudian menjadi sunnah setelah ada perintah puasa Ramadhan. Menurut Syekh Shalih Abdul Karim al-Zaid, hikmah perintah melaksanakan puasa Asyura untuk mengenalkan puasa berjamaah pada umat Muslim yang dilaksanakan pada waktu tertentu dengan cara tertentu. Ini untuk menyiapkan mental umat Islam untuk menghadapi perintah puasa Ramadhan yang akan diwajibkan ketika syariat puasa Ramadhan dimulai.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa syariat puasa tidak diperintahkan pada umat Islam pada awal Islam, namun baru disyariatkan pada tahun kedua setelah hijrah dan disyariatkan secara bertahap.

Menurut Syekh Shalih Abdul Karim al-Zaid, setidaknya terdapat empat tahapan syariat puasa, yaitu:

Pertama, puasa hanya pada hari-hari tertentu.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ، أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ ۚ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa* yaitu pada hari-hari tertentu. (QS. Al-Baqarah: 183-184)

Menurut beberapa ulama, puasa pada hari-hari tertentu bisa jadi maksudnya adalah puasa senin kamis, atau puasa ayyamul bidh yaitu puasa tiga hari setiap bulan, atau puasa-puasa tertentu lainnya.

Sedangkan menurut Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, bahwa puasa disyariatkan pada tiga tahapan. yaitu awalnya yang disyariatkan adalah puasa Ayyamul Bidh, lalu Asyura, lalu puasa Ramadhan. Puasa Ayyamul Bidh dan Puasa Asyura merupakan puasa yang dilakukan pada hari-hari tertentu saja.

Baca Juga:  Puasa Tapi Maksiat Terus, Apakah Puasa Batal?

Kedua, memilih antara puasa atau memberi makan orang fakir miskin sebagaimana dalam firman-Nya disebutkan

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 184)

Menurut Ibnu Katsir, pada awal disyariatkan umat Islam boleh memilih antara menjalankan puasa atau memberikan makan fakir miskin. Hal itu diperbolehkan hingga turun surat Al-Baqarah ayat 185, dimana Allah mewajibkan puasa Ramadhan bagi setiap muslim yang mukallaf.

Ketiga, wajib puasa Ramadhan untuk semua uTahaomat muslim kecuali yang memiliki udzur, maka boleh berbuka dan mengqadhanya. sebagaimana Allah berfirman

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Baqarah: 185)

Baca Juga:  Apakah Wajib Berpuasa Saat Melakukan I’tikaf?

Ibnu Katsir menjelaskan dalam Tafsirnya bahwa tidak diwajibkan puasa ketika sakit dan dalam perjalanan sebab pada dua keadaan tersebut puasa akan terasa berat. Maka diperbolehkan tidak puasa dan menqadhanya di hari lain.

Keempat, keringanan waktu puasa bagi umat muslim. Pada mulanya puasa dimulai setelah tidur atau setelah waktu Isya dan diteruskan sepanjang malam dan hari berikutnya sampai waktu maghrib tiba. Selama waktu itu, diharamkan makan, minum dan berhubungan intim bagi suami istri sepanjang bulan Ramadhan.

Hal itu berat bagi umat Muslim, maka Allahpun memberikan keringanan. Diperbolehkan pada malam-malam ramadhan untuk makan, minum dan berhubungan intim sampai terbit fajar, Allah menurunkan ayat berikut

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ

Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (QS. Al-Baqarah: 187)

Ibnu Katsir dalam Tafsirnya menjelaskan, rukhshah tersebut khusus Allah Swt berikan pada umat Muslim sebab di samping panjangnya waktu puasa, larangan yang dibebankan juga berat.

Maka mulai saat itu, meskipun puasa merupakan syariat yang disyariatkan untuk umat-umat sebelumnya namun hanya umat Islam yang mendapatkan keringanan dan kemudahan tapi tetap dengan pahala yang sempurna.

Demikian tahapan disyariatkan puasa dalam Islam. Semoga kita semua dimudahkan dalam menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Amiin.

Rekomendasi

Puasa Dzulhijjah Qadha Ramadhan Puasa Dzulhijjah Qadha Ramadhan

Niat Menggabungkan Puasa Dzulhijjah dengan Qadha Ramadhan

Kesalehan dan Domestikasi Perempuan Kesalehan dan Domestikasi Perempuan

Halal Lifestyle; Tawaran Gaya Hidup untuk Muslim Perkotaan

Niat puasa malam hari Niat puasa malam hari

Mengapa Niat Puasa Boleh Dilakukan sejak Malam Hari?

keberkahan orang makan sahur keberkahan orang makan sahur

Keberkahan untuk Orang Makan Sahur

Ditulis oleh

Sarjana Studi Islam dan Peneliti el-Bukhari Institute

Komentari

Komentari

Terbaru

Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan

Sekjen IIFA: Syariat Islam Terbentuk Dari Fondasi Kemaslahatan

Berita

Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga

Prof. Dr. Nasaruddin Umar: Syariah Bukan fenomena Agama Tetapi Fenomena Ekonomi Juga

Berita

Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif

Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin, M.A. : SHARIF 2024 Membahas Prinsip Syariah yang inklusif

Berita

Apakah Komentar Seksis Termasuk Pelecehan Seksual?

Diari

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Mengenal Ingrid Mattson, Cendekiawan Muslimah dari Barat

Muslimah Talk

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Trending

Jangan Insecure, Mari Bersyukur

Muslimah Daily

anjuran menghadapi istri haid anjuran menghadapi istri haid

Haid Tidak Stabil, Bagaimana Cara Menghitung Masa Suci dan Masa Haid?

Ibadah

Siapa yang Paling Berhak Memasukkan Jenazah Perempuan Ke Kuburnya?

Ibadah

keadaan dibolehkan memandang perempuan keadaan dibolehkan memandang perempuan

Adab Perempuan Ketika Berbicara dengan Laki-Laki

Kajian

Pentingnya Self Love Bagi Perempuan Muslim

Diari

Sya’wanah al-Ubullah: Perempuan yang Gemar Menangis Karena Allah

Muslimah Talk

anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak anak yatim ayah tiri luqman hakim mengasuh dan mendidik anak

Hukum Orangtua Menyakiti Hati Anak

Keluarga

ayat landasan mendiskriminasi perempuan ayat landasan mendiskriminasi perempuan

Manfaat Membaca Surat Al-Waqiah Setiap Hari

Ibadah

Connect