BincangMuslimah.Com – Sebagai manusia, menangis adalah hal yang wajar. Entah saat sedih ataupun bahagia. Bahkan menangis bisa terjadi pada saat seseorang akan melaksanakan shalat ataupun saat dalam shalat. Lalu bagaimanakah hukum shalatnya? Bolehkan menangis saat shalat?
Perlu diketahui bahwa salah satu hal yang membatalkan shalat adalah berbicara saat shalat selain ayat Alquran dan zikir. Batasannya yakni jika kita mengeluarkan suara dua huruf hijaiyah atau lebih. Seperti “ana” yang terdiri dari huruf “a” dan “na”. atau “qi” yang artinya “jagalah”. Rasulullah dalam hadits riwayat Muslim menjelaskan.
إن هذه الصلاة لا يصلح فيها شيء من كلام الناس
“Sesungguhnya Shalat ini sama sekali tidak patut ketika didalamnya terdapat perkataan manusia” (HR. Muslim)
Sehingga perkataan tersebut (dua atau lebih huruf hijaiyah yang memang menjadi standar pelafalan bahasa Arab) dapat membatalkan shalat. Lalu bagaimanakah dengan menangis saat shalat? yang terkadang muncul huruf-huruf hijaiyah bukan dari perkataan yang sengaja diucapkan dalam bentuk pembicaraan.
Ada perbedaan pendapat menurut para ulama Syafi’iyah menanggapi apakah menangis termasuk bentuk perkataan atau tidak. Pendapat pertama yakni pendapat yang paling kuat menjelaskan bahwa menangis termasuk jenis perkataan.
Sehingga, jika pada saat seseorang menangis dan muncul dua atau lebih huruf hijaiyah, maka hukum shalatnya adalah batal. Sedangkan jika saat seseorang menangis hanya sebatas mengalir air matanya saja atau hanya muncul suara yang samar (tidak terkandung dua huruf hijaiyah di dalamnya), maka shalatnya tetap dihukumi sah.
Menurut pendapat yang kedua bahwa menangis bukan merupakan bagian dari jenis perkataan. Sehingga, saat seseorang menangis dalam shalatnya, maka shalat tersebut tetap dihukumi sah. Hal tersebut mencakup tentang bagaimanapun tangisannya. Pada kitab Hasyiyata al-Qulyubi wa ‘Umairah, Juz 2, halaman 499 dijelaskan tentang perbedaan pandangan tersebut secara jelas dan tegas.
(والأصح أن التنحنح والضحك والبكاء والأنين والنفخ إن ظهر به) أي بكل مما ذكر (حرفان بطلت وإلا فلا) تبطل به ،
والثاني لا تبطل به مطلقا لأنه ليس من جنس الكلام“
Menurut pendapat yang paling benar (qaul ashah) bahwa berdehem, tertawa, menangis, merintih, dan meniup, jika tampak dari perbuatan tersebut dua huruf, maka hal tersebut dapat membatalkan shalat; (sedangkan) jika tidak tampak, maka shalatnya tetap sah (tidak batal). Pendapat kedua berpandangan bahwa hal-hal tersebut (berdehem, tertawa, menangis, merintih, dan meniup) tidak membatalkan secara mutlak. Sebab (hal tersebut) bukan merupakan bagian dari jenis perkataan” (Syihabuddin al-Qulyubi dan Ahmad al-Barlasi ‘Umairah, Hasyiyata al-Qulyubi wa ‘Umairah, Juz 2, hal. 499)
Sehingga kesimpulannya bahwa para ulama Syafi’iyah berbeda pandangan dalam menyikapi hukum menangis saat shalat. Menurut pendapat terkuat (qaul ashah) bahwa menangis dapat membatalkan shalat. Hal tersebut jika seseorang menampakkan dua huruf hijaiyah dari tangisannya. Bila tidak nampak kata-kata yang terucap tentu tidak ada masalah. Sehingga tidak membatalkan shalat.
Sedangkan menurut pendapat muqabil al-ashah (pembanding qaul ashah) bahwa secara mutlak, menangis tidak membatalkan shalat. Perbedaan pendapat tersebut boleh sama sama diamalkan. Karena perbedaan pendapat merupakan hal biasa yang terjadi diantara para ulama dalam menyikapi berbagai hukum.
Wallahu a’lam bisshawaab